Majapahit
Wisata Religi Suku Tengger
Penduduk yang mendiami kawasan Tengger secara mayoritas adalah suku Tengger. Tingkat pertumbuhan penduduk suku Tengger yang berdiam di kawasan pegunungan Tengger ini dari tahun ke tahun tergolong rendah atau lambat. Mata pencaharian sebagian besar adalah petani dan bahasa daerah yang digunakan untuk komunikasi sehari-hari adalah bahasa Jawa Tengger.
Upacara adat suku Tengger terdiri dari upacara adat yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat suku Tengger, seperti :
Kesenian tradisional yang tetap hidup sejak jaman Majapahit adalah seni tari Sodoran dan tari Ujung. Beberapa tempat pelaksanaan kegiatan suku Tengger antara lain :
Pura Poten adalah pura umat Tengger yang beragama Hindu yang berada di dalam kawasan kompleks Kaldera Tengger. Letaknya yang strategis diantara Gunung Batok dan Gunung Bromo, membuat pemandangan Pura Poten itu sendiri menjadi sangat indah untuk dipandang.Puncak keramaian di Pura Poten ini adalah pada Hari Raya Yadnya Kasada, yang dihadiri oleh umat Hindu Tengger dari seluruh penjuru TN.BTS maupun umat Hindu Bali. Maka tidaklah mengherankan, jika pada Hari Raya Yadnya Kasada tersebut banyak wisatawan lokal maupun manca negara yang ikut hadir untuk menyaksikan acara “Budaya dan Religi” masyarakat Tengger tersebut.
Menapak Pura Luhur Poten
Pura Luhur Poten terletak di Segara Wedhi, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Segara Wedhi dalam Bahasa Indonesia bermakna Laut Pasir, atau dalam ilmu geografi disebut kaldera. Pura ini dikelola oleh masyarakat Suku Tengger yang telah mendiami area ini secara turun temurun.
Konon, ketika Majapahit mengalami keruntuhan akibat perang saudara, rakyat mengalami keterpurukan dan memilih pergi menjauh dari
pusat pemerintahan dan menetap di Bromo. Gunung Bromo bagi Suku Tengger adalah gunung yang suci ditandai dengan dibangunnya Pura Luhur Poten di dekat kaki Gunung Bromo. Poten adalah pura yang didirikan di atas pasir. Poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu susunan komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu Mandala Utama, Mandala Madya, dan Mandala Nista. Bangunannya menghadap ke barat, lalu memasuki pura menuju ke arah timur. Demikian pula pemujaan dan persembahyangan menghadap ke arah timur tempat terbitnya matahari.
Hal ini menjadikan komposisi bangunan berjajar di sisi timur menghadap ke barat dan sebagian di sisi utara menghadap selatan.
Mandala Utama.
Mandala Utama disebut juga jeroan yang dalam Bahasa Indonesia bermakna bagian dalam. Jeroan merupakan tempat pelaksanaan pemujaan persembahyangan yang terdiri dari Padma, Sepekat, Kori Agung Candi Bentar. Padma bentuknya serupa candi yang dikembangkan lengkap dengan pepalihan. Fungsi utamanya sebagai tempat pemujaan. Padma tidak menggunakan atap yang terdiri dari tepas (kaki, red.), batur (badan, red.), dan sari (kepala, red.) dilengkapi dengan bedawang nala, naga, garuda, dan angsa. Bedawang Nala menggambarkan kura-kura raksasa mendukung padma, dibelit oleh naga, garuda, dan angsa dengan posisi terbang di belakang badan padma yang masing-masing menurut mitologi melukiskan keagungan bentuk dan fungsi padma. Sepekat (tiang empat) letaknya berhadapan dengan bangunan padma, menghadap ke timur atau sesuai dengan orientasi bangunan pemujaan dan terbuka keempat sisinya. Fungsinya untuk penyajian serangkaian upacara serta tempat dukun sewaktu melakukan pemujaan. Sedangkan Kori Agung bentuknya mirip dengan tugu dengan kepalanya mengenakan gelung mahkota segi banyak bertingkat. Mengecil ke atas dengan bangunan bujur sangkar sisi banyak dengan sisi-sisi sekitar depa alit, depa madya, dan depa agung. Tinggi bangunan ini sekitar 100 m memungkinkan pula dibuat lebih tinggi dengan memperhatikan keindahan proporsi. Pintu masuknya terletak di depan mandala madya ke mandala utama yang disesuaikan dengan keindahan proporsi, bentuk, dan fungsi dipadu atap bertingkat tiga.
Mandala Madya
Mandala Madya dalam Bahasa Indonesia bermakna bagian tengah. Mandala Madya berfungsi sebagai tempat persiapan dan pengiring upacara. Ada dua bagian di Mandala Madya yaitu Bale Kentongan dan Bale Bengong. Bale Kentongan disebut juga bale kul-kul. Letaknya di sudut depan pekarangan pura, bentuknya terdiri dari susunan tepas, batur, dan sari dengan atap berupa kul-kul. Fungsinya untuk tempat kul-kul yang dibunyikan awal, akhir, dan saat tertentu dari rangkaian upacara. Bale Bengong disebut juga pewarengan suci. Letaknya diantara mandala madya dan mandala nista. Bentuk bangunannya berupa persegi dengan deretan tiang disesuaikan luas bangunan untuk dapur. Fungsinya untuk mempersiapkan keperluan sajian upacara.
Mandala Nista
Mandala Nista dalam Bahasa Indonesia bermakna bagian depan. Mandala Nista berfungsi sebagai tempat peralihan dari luar ke dalam pura. Mandala Nista dibatasi oleh tembok penyengker batas pekarangan pintu masuk di depan Mandala Madya dan diteruskan ke Mandala Utama memakai Kori Agung. Tembok penyengker dan kori agung ada berbagai bentuk variasi dan kreasi sesuai dengan keindahan arsitekturnya.
Pelengkap.
Pura Luhur Poten akan lebih berkesan apabila kita mengunjunginya pada saat pelaksanaan Upacara Kasodo yang diadakan oleh Suku Tengger. Upacara Kasodo bertujuan untuk memohon agar masyarakat Tengger mendapatkan berkah dan diberi keselamatan oleh Yang Maha Kuasa. Upacara ini dilaksanakan pada bulan purnama tanggal 14 bulan Kasodo (sepuluh, red.) sesuai dengan kalender jawa. Dengan mengikuti upacara ini kita dapat melihat prosesi ritual dari persiapan sesaji hingga mengarak sesaji menuju kawah Bromo untuk dilemparkan. Sungguh mengesankan dan cocok bagi kawan-kawan pecinta wisata budaya.
Dalam pelaksanaan Upacara Kasodo, masyarakat Tengger berbondong-bondong menuju puncak Gunung Bromo dengan membawa ongkek yang berisi sesaji dari berbagai hasil pertanian dan peternakan lalu dilemparkan ke kawah Bromo. Selanjutnya, pada pukul 24.00 dini hari diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan umat di Pura Luhur Poten. Setelah Upacara selesai, ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki Gunung Bromo ke atas kawah dan melemparkannya kedalam kawah sebagai simbol pengorbanan. Didalam kawah banyak terdapat penduduk Tengger yang tinggal di pedalaman, mereka telah datang sebelumnya dan mendirikan tempat tinggal dikawah Bromo dengan harapan mendapatkan sesaji yang dilempar. Sungguh pertaruhan yang menantang dan luar biasa sebab tak jarang diantara mereka jatuh ke dalam kawah.
sumber : Berbagai sumber dan Observasi
dan : http://way4x.wordpress.com
- Hari Raya Karo,
- Yadnya Kasada dan
- Unan-Unan,
Kesenian tradisional yang tetap hidup sejak jaman Majapahit adalah seni tari Sodoran dan tari Ujung. Beberapa tempat pelaksanaan kegiatan suku Tengger antara lain :
Pura Poten adalah pura umat Tengger yang beragama Hindu yang berada di dalam kawasan kompleks Kaldera Tengger. Letaknya yang strategis diantara Gunung Batok dan Gunung Bromo, membuat pemandangan Pura Poten itu sendiri menjadi sangat indah untuk dipandang.Puncak keramaian di Pura Poten ini adalah pada Hari Raya Yadnya Kasada, yang dihadiri oleh umat Hindu Tengger dari seluruh penjuru TN.BTS maupun umat Hindu Bali. Maka tidaklah mengherankan, jika pada Hari Raya Yadnya Kasada tersebut banyak wisatawan lokal maupun manca negara yang ikut hadir untuk menyaksikan acara “Budaya dan Religi” masyarakat Tengger tersebut.
Menapak Pura Luhur Poten
Segara Wedhi dalam Bahasa Indonesia bermakna Laut Pasir, atau dalam ilmu geografi disebut kaldera. Pura ini dikelola oleh masyarakat Suku Tengger yang telah mendiami area ini secara turun temurun.
Konon, ketika Majapahit mengalami keruntuhan akibat perang saudara, rakyat mengalami keterpurukan dan memilih pergi menjauh dari
Hal ini menjadikan komposisi bangunan berjajar di sisi timur menghadap ke barat dan sebagian di sisi utara menghadap selatan.
Mandala Utama.
Mandala Utama disebut juga jeroan yang dalam Bahasa Indonesia bermakna bagian dalam. Jeroan merupakan tempat pelaksanaan pemujaan persembahyangan yang terdiri dari Padma, Sepekat, Kori Agung Candi Bentar. Padma bentuknya serupa candi yang dikembangkan lengkap dengan pepalihan. Fungsi utamanya sebagai tempat pemujaan. Padma tidak menggunakan atap yang terdiri dari tepas (kaki, red.), batur (badan, red.), dan sari (kepala, red.) dilengkapi dengan bedawang nala, naga, garuda, dan angsa. Bedawang Nala menggambarkan kura-kura raksasa mendukung padma, dibelit oleh naga, garuda, dan angsa dengan posisi terbang di belakang badan padma yang masing-masing menurut mitologi melukiskan keagungan bentuk dan fungsi padma. Sepekat (tiang empat) letaknya berhadapan dengan bangunan padma, menghadap ke timur atau sesuai dengan orientasi bangunan pemujaan dan terbuka keempat sisinya. Fungsinya untuk penyajian serangkaian upacara serta tempat dukun sewaktu melakukan pemujaan. Sedangkan Kori Agung bentuknya mirip dengan tugu dengan kepalanya mengenakan gelung mahkota segi banyak bertingkat. Mengecil ke atas dengan bangunan bujur sangkar sisi banyak dengan sisi-sisi sekitar depa alit, depa madya, dan depa agung. Tinggi bangunan ini sekitar 100 m memungkinkan pula dibuat lebih tinggi dengan memperhatikan keindahan proporsi. Pintu masuknya terletak di depan mandala madya ke mandala utama yang disesuaikan dengan keindahan proporsi, bentuk, dan fungsi dipadu atap bertingkat tiga.
Mandala Madya
Mandala Madya dalam Bahasa Indonesia bermakna bagian tengah. Mandala Madya berfungsi sebagai tempat persiapan dan pengiring upacara. Ada dua bagian di Mandala Madya yaitu Bale Kentongan dan Bale Bengong. Bale Kentongan disebut juga bale kul-kul. Letaknya di sudut depan pekarangan pura, bentuknya terdiri dari susunan tepas, batur, dan sari dengan atap berupa kul-kul. Fungsinya untuk tempat kul-kul yang dibunyikan awal, akhir, dan saat tertentu dari rangkaian upacara. Bale Bengong disebut juga pewarengan suci. Letaknya diantara mandala madya dan mandala nista. Bentuk bangunannya berupa persegi dengan deretan tiang disesuaikan luas bangunan untuk dapur. Fungsinya untuk mempersiapkan keperluan sajian upacara.
Mandala Nista
Mandala Nista dalam Bahasa Indonesia bermakna bagian depan. Mandala Nista berfungsi sebagai tempat peralihan dari luar ke dalam pura. Mandala Nista dibatasi oleh tembok penyengker batas pekarangan pintu masuk di depan Mandala Madya dan diteruskan ke Mandala Utama memakai Kori Agung. Tembok penyengker dan kori agung ada berbagai bentuk variasi dan kreasi sesuai dengan keindahan arsitekturnya.
Pelengkap.
Pura Luhur Poten akan lebih berkesan apabila kita mengunjunginya pada saat pelaksanaan Upacara Kasodo yang diadakan oleh Suku Tengger. Upacara Kasodo bertujuan untuk memohon agar masyarakat Tengger mendapatkan berkah dan diberi keselamatan oleh Yang Maha Kuasa. Upacara ini dilaksanakan pada bulan purnama tanggal 14 bulan Kasodo (sepuluh, red.) sesuai dengan kalender jawa. Dengan mengikuti upacara ini kita dapat melihat prosesi ritual dari persiapan sesaji hingga mengarak sesaji menuju kawah Bromo untuk dilemparkan. Sungguh mengesankan dan cocok bagi kawan-kawan pecinta wisata budaya.
Dalam pelaksanaan Upacara Kasodo, masyarakat Tengger berbondong-bondong menuju puncak Gunung Bromo dengan membawa ongkek yang berisi sesaji dari berbagai hasil pertanian dan peternakan lalu dilemparkan ke kawah Bromo. Selanjutnya, pada pukul 24.00 dini hari diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan umat di Pura Luhur Poten. Setelah Upacara selesai, ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki Gunung Bromo ke atas kawah dan melemparkannya kedalam kawah sebagai simbol pengorbanan. Didalam kawah banyak terdapat penduduk Tengger yang tinggal di pedalaman, mereka telah datang sebelumnya dan mendirikan tempat tinggal dikawah Bromo dengan harapan mendapatkan sesaji yang dilempar. Sungguh pertaruhan yang menantang dan luar biasa sebab tak jarang diantara mereka jatuh ke dalam kawah.
Pura Luhur Poten dengan latar Gunung Batok
Sesi ritual
Arak-arakan
Ongkek
Penduduk yang turun ke kawah
Sumber air suci Goa Widodaren
Gua Widodaren merupakan salah satu tempat penting dalam ritual masyarakat Tengger. Pada bagian dalam gua terdapat tempat yang agak luas dan didalamnya terdapat batu besar (sebagai altar) untuk menempatkan sesajian atau menaruh nadar yang sekaligus sebagai tempat bersemedi khususnya masyarakat Tengger untuk memohon kepada Sang Hyang Widi.
Masih di sekitar gua, tepatnya di bagian samping gua terdapat sumber air yang tak pernah kering. Menurut kepercayaan masyarakat Tengger air dari sumber tersebut merupakan air suci yang mutlak diperlukan bagi peribadatan mereka, sebagai contoh adalah upacara pengambilan air suci dari Gua Widodaren (Medhak Tirta) yang dilakukan sebelum Upacara Kasada.
Disamping itu air dari gua ini dipercaya masyarakat Tengger berkhasiat dapat membuat awet muda serta mendekatkan jodoh bagi yang lajang.
sumber : Berbagai sumber dan Observasi
dan : http://way4x.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU