Tokoh Legenda
[Sejarah&Legenda] Minak Jinggo
[Sejarah&Legenda] Minak Jinggo
KONON disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Majapahit yang dipegang oleh Ratu Ayu Kencana Wungu (Suhita) terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Minak Jinggo (Bhre Wirabumi??)(Jengho mengacau lewat banyuwangi pintu belakang untuk mengacau perhatian Majapahit menjaga pintu laut jawa sehingga sebagian besar pasukan jenggho tidak diketahui telah masuk dari semarang- ).
Pokok persoalan pemberontakan tersebut adalah karena Minak Jinggo ingin memperistrikan Ratu Ayu Kencana Wungu tetapi ditolak karena wajah Minak Jinggo seperti raksasa.( Wajahnya Bulat seperti TEmpeh khas mongoloid )
Hampir saja Minak Jinggo memperoleh kemenangan karena ia sangat sakti sebab memiliki senjata yang disebut gada wesi kuning ( Gada yang berisi Kotoran penderita kholera yang diracunkan ke sumber-sumber oleh pasukan mongol-flu burung??? ).
Akhirnya Ratu Kencana Wungu membuka sayembara barangsiapa yang dapat mengalahkan Minak Jinggo akan memperoleh hadiah yang luar biasa. Tersebutlah seorang ksatria putra seorang pendeta bernama Raden Damarwulan ( irojan_munira / Maulana Iskak ) ( Raja Pendeta Aulia ) yang memasuki arena sayembara.
Dalam peperangan dengan Minak Jinggo hampir saja Damarwulan dapat tersingkir( kerajaan karang asem dan klungkung sampai sekarang dikuasai keturunan china/mongol bukti jenggho tak dapat masuk ke jawa dia bukan lah muslim tapi budhist bukti adalah tidak didirikannya mesjid tetapi kuil taou ). Akan tetapi atas bantuan dua orang selir Minak Jinggo yang bernama Dewi Waita dan Dewi Puyengan mencuri pusaka gada wesi kuning senjata andalan dai minak jinggo. akhirnya Minak Jinggo dapat dikalahkan oleh damar wulan atas bantuan kedua selir Minak jinggo.
Selanjutnya Dewi Waita dan Dewi Puyengan menjadi istri Damarwulan. Sebagai imbalan atas kemenangan itu maka Damarwulan akhirnya menjadi suami Ratu Ayu Kencana Wungu ( mempunyai putra yang dinamai raden paku/sayid ainul yaqin yang kelak menjadi raja di demak karena ibunya adalah ratu Majapahit/Blambangan dengan gelar Prabu Satmata )dan bersama-sama memerintah di Majapahit ( Blambangan ).
Cerita Damarwulan-Minak Jinggo ini rupa-rupanya sangat populer di Jawa Tengah terlebih-lebih di Jawa Timur (peperangan antara walisongo dengan majapahit adalah dengan prabu brawijaya ke VII yang ketika itu majapahit sudah lemah karena negara mancanegarinya sudah dikalahkan Mongol diduga kemarahan CHINA adalah di serang nya SRIWIJAYA - Budhist oleh MAJAPAHIT- Hindhu dan pembalasan kekalahan Kubulaikhan ).
Hingga sekarang kita masih dapat melihat peningggalan tersebut dalam bentuk makam kuno yang terletak di Desa Troloyo, Trowulan, Mojokerto. Di sana kita jumpai suatu kompleks makam yang oleh penduduk dianggap sebagai makam Ratu Ayu Kencana Wungu ( ratu Blambangan ditinggal oleh maulana ISkak karena mungkin Jenggho sudah masuk pasae/ Gresik..apakah beliau syahid di sana sehingga sunan Giri sejak kecil sudah piatu??? tinggal di kepatihan diangkat putra oleh Nyai Bin Patih/ Pinatih: Kampung kecil HaBaSA).
Dewi Waita dan Dewi Puyengan serta beberapa orang pengikutnya. Makam tersebut menurut penelitian para ahli yang sebenarnya adalah makam-makam Islam yang awal ( Raden Asmara Bangun artinya Kebangkitan putra sulthan Ibrahim asmaraqondhi ). Dari angka tahunnya yang tertulis pada nisan-nisan menunjuk angka 1295 M - 1457 M.
Tidak jauh dari Troloyo, masih di Desa Trowulan juga kita jumpai sebuah candi yang oleh penduduk setempat dinamakan candi Minak Jinggo. Melihat berbagai Hiasan serta peninggalan lain yang terdapat di sekitar candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi Minak Jinggo berasal dari zaman Majapahit
SITUS CANDI MINAK-JINGGO
Majapahit perlu dijelaskan agar tidak diombang-ambingkan, Majapahit perlu diluruskan agar tidak dibelak-belokkan.
Tersebutlah situs Candi Minak Jinggo (sebutan masyarakat setempat), terletak di Desa Ungah-unggahan, Trowulan, sebelah Timur kolam Segaran, yang saat ini hanya tinggal reruntuhan candi yang terbuat dari bahan batu andesit, sebuah bahan bangunan candi yang tidak lazim dipergunakan pada candi-candi di kawasan Trowulan, yang sebagian besar mempergunakan bahan dasar batu bata merah.
Dari lokasi reruntuhan candi ini telah ditemukan sebuah arca Garudha, namun oleh masyarakat setempat dan berita-berita tradisi disebutkan sebagai arca Menak-Jinggo. Ditilik dari motif dan model ragam hias pada relief-relief candi yang masih tersisa, terlihat jelas bahwa candi tersebut adalah peninggalan kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1977, pernah dilakukan upaya penggalian percobaan dan dilanjutkan sejak tahun 2007 yang diasumsikan memerlukan waktu beberapa tahun untuk dapat menyelesaikannya.
Berikut ini adalah sktesa candi Minak-Jinggo pada awal ditemukannya.
Ditilik dari keterangan sketsa tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa candi ini merupakan Candi Hindu yang berasal dari masa Majapahit.
Folklore Serat Minakjinggo
KONON disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Majapahit yang dipegang oleh Ratu Ayu Kencana Wungu (Suhita) terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Minak Jinggo (Bhre Wirabumi??)(Jengho mengacau lewat banyuwangi pintu belakang untuk mengacau perhatian Majapahit menjaga pintu laut jawa sehingga sebagian besar pasukan jenggho tidak diketahui telah masuk dari semarang- ).
Pokok persoalan pemberontakan tersebut adalah karena Minak Jinggo ingin memperistrikan Ratu Ayu Kencana Wungu tetapi ditolak karena wajah Minak Jinggo seperti raksasa.( Wajahnya Bulat seperti TEmpeh khas mongoloid )
Hampir saja Minak Jinggo memperoleh kemenangan karena ia sangat sakti sebab memiliki senjata yang disebut gada wesi kuning ( Gada yang berisi Kotoran penderita kholera yang diracunkan ke sumber-sumber oleh pasukan mongol-flu burung??? ).
Akhirnya Ratu Kencana Wungu membuka sayembara barangsiapa yang dapat mengalahkan Minak Jinggo akan memperoleh hadiah yang luar biasa. Tersebutlah seorang ksatria putra seorang pendeta bernama Raden Damarwulan ( irojan_munira / Maulana Iskak ) ( Raja Pendeta Aulia ) yang memasuki arena sayembara.
Dalam peperangan dengan Minak Jinggo hampir saja Damarwulan dapat tersingkir( kerajaan karang asem dan klungkung sampai sekarang dikuasai keturunan china/mongol bukti jenggho tak dapat masuk ke jawa dia bukan lah muslim tapi budhist bukti adalah tidak didirikannya mesjid tetapi kuil taou ). Akan tetapi atas bantuan dua orang selir Minak Jinggo yang bernama Dewi Waita dan Dewi Puyengan mencuri pusaka gada wesi kuning senjata andalan dai minak jinggo. akhirnya Minak Jinggo dapat dikalahkan oleh damar wulan atas bantuan kedua selir Minak jinggo.
Selanjutnya Dewi Waita dan Dewi Puyengan menjadi istri Damarwulan. Sebagai imbalan atas kemenangan itu maka Damarwulan akhirnya menjadi suami Ratu Ayu Kencana Wungu ( mempunyai putra yang dinamai raden paku/sayid ainul yaqin yang kelak menjadi raja di demak karena ibunya adalah ratu Majapahit/Blambangan dengan gelar Prabu Satmata )dan bersama-sama memerintah di Majapahit ( Blambangan ).
Cerita Damarwulan-Minak Jinggo ini rupa-rupanya sangat populer di Jawa Tengah terlebih-lebih di Jawa Timur (peperangan antara walisongo dengan majapahit adalah dengan prabu brawijaya ke VII yang ketika itu majapahit sudah lemah karena negara mancanegarinya sudah dikalahkan Mongol diduga kemarahan CHINA adalah di serang nya SRIWIJAYA - Budhist oleh MAJAPAHIT- Hindhu dan pembalasan kekalahan Kubulaikhan ).
Dewi Waita dan Dewi Puyengan serta beberapa orang pengikutnya. Makam tersebut menurut penelitian para ahli yang sebenarnya adalah makam-makam Islam yang awal ( Raden Asmara Bangun artinya Kebangkitan putra sulthan Ibrahim asmaraqondhi ). Dari angka tahunnya yang tertulis pada nisan-nisan menunjuk angka 1295 M - 1457 M.
SITUS CANDI MINAK-JINGGO
Majapahit perlu dijelaskan agar tidak diombang-ambingkan, Majapahit perlu diluruskan agar tidak dibelak-belokkan.
Tersebutlah situs Candi Minak Jinggo (sebutan masyarakat setempat), terletak di Desa Ungah-unggahan, Trowulan, sebelah Timur kolam Segaran, yang saat ini hanya tinggal reruntuhan candi yang terbuat dari bahan batu andesit, sebuah bahan bangunan candi yang tidak lazim dipergunakan pada candi-candi di kawasan Trowulan, yang sebagian besar mempergunakan bahan dasar batu bata merah.
Dari lokasi reruntuhan candi ini telah ditemukan sebuah arca Garudha, namun oleh masyarakat setempat dan berita-berita tradisi disebutkan sebagai arca Menak-Jinggo. Ditilik dari motif dan model ragam hias pada relief-relief candi yang masih tersisa, terlihat jelas bahwa candi tersebut adalah peninggalan kerajaan Majapahit.
Arca Garudha yang diyakini sebagai arca Menak-Jinggo
Arca Garudha yang diyakini sebagai arca Menak-Jinggo
Berikut ini adalah sktesa candi Minak-Jinggo pada awal ditemukannya.
Puing-puing reruntuhan Candi Minak-Jonggo
Relief paseban pada jaman Majapahit
Di Balik Magisnya Prosesi Pengabenan
Minak Jinggo di Alas Purwo, Jatim
Diwarnai Berbagai Kegaiban dan Keajaiban
Prosesi upacara pengabenan Minak Jinggo yang berlangsung sangat sederhana itu, diwarnai berbagai keajaiban dan kegaiban. Di tempatnya prosesi pengangkatan kepala Minak Jinggo, puluhan penampakan sempat terekam di kamera wartawan TBA. Begitu memasuki perbatasan hutan Alas Purwo, rombongan disambut puluhan ribu kupu-kupu putih. Pun, setibanya di sekitar pura, tiba-tiba rombongan disambut suara petir menggelegar cukup keras serta suara burung gagak dan di saat prosesi penyatuan jazad berlangsung, puluhan ekor ikan berloncatan di tengah laut. Seperti apa jalannya prosesi pengabenan itu? Berikut perburuan wartawan Bali Aga ke Alas Purwo di Banyuwangi, Jawa Timur.
Rombongan berangkat dari Bali menuju Trowulan, Mojokerto Jatim menggunakan 6 buah kendaraan. Rombongan yang berasal dari Karangasem berangkat melalui jalan jurusan Singaraja-Karangasem, sedangkan rombongan dari Denpasar melalui jalan jurusan Denpasar-Gilimanuk, kemudian bertemu di Dermaga Ketapang, Banyuangi.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, rombongan Karangasem yang beranggotakan tiga mobil sampai dengan selamat di Pelabuhan Penyebranagan Ketapang, Banyuangi. Sesampainya di sana, Bunda Ratu bersama anggota rombongan yang lain, sempat kebingungan mencari rombongan Denpasar yang tadinya menghubungi lewat ponsel akan menunggu di dermaga dimaksud.
Keanehan pun terjadi, di mana rombongan dari Denpasar yang dipimpin I Gusti Agung Harsana dari Puri Kamasan, Sempidi, Badung yang semestinya lebih dahulu tiba di Dermaga Ketapang,Banyuangi justru tiba belakangan dari rombongan Karangasem di bawah pimpinan Bunda Ratu Ardenareswari Masceti.
“Padahal, sebelumnya rombongan Denpasar mengatakan lebih dahulu berangkat dan akan menunggu di pelabuhan dimaksud. Mestinya kan lebih awal tiba di Dermaga Ketapang. Tetapi kenyataannya, justru rombongan dari Karangasem yang lebih dahulu sampai,” ujar Jro Mangku Nyoman Suarjana yang tiada lain adalah suami Bunda Pertiwi dengan nada keheranan seraya mengatakan, mungkin memang tidak diboleh mendahului Bunda Ratu, melainkan harus berangkat beriringan.
Selanjutnya dengan beriringan, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Trowulan, Mojokerto, lewat jalur utara yakni melewati hutan jati. Sepanjang perjalanan menuju Trowulan, Mojokerto beberapa kali sempat salah jalur, sehingga harus bertanya kepada warga yang ditemui, sehingga tidak sampai tersesat.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya rombongan memutuskan untuk beristirahat melepas lelah sekaligus membersihkan diri dan minum kopi di salah satu pom bensin yang berada tak jauh dari lokasi rumah Jro Mangku Pura Majapahit, Jro Mangku Srikandi.
Setelah badan terasa segar kembali, rombongan lanjut menuju ke rumah Jro Mangku Srikandi. Di sini, rombongan disambut Jro Mangku bersama suami, sekaligus berkesempatan menikmati suguhan seadanya, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan sesuai jadwal yang telah diprogramkan.
Roh Minak Jinggo Turun Lewat Raga Bunda Pertiwi
Sebelumnya, sekelompok spiritual yang juga merupakan salah satu pretisentana-nya Minak Jinggo, raja Blambangan yang tersohor ini mendapat pawisik agar jasadnya disatukan dan dibuatkan sebuah upacara pengabenan, walaupun dengan cara sederhana sekali pun. Konon, Beliau meninggal akibat dimutilasi (badannya dipotong-potong kemudian dibuang di tempat terpisah).
Selama ratusan tahun, tidak ada satu pun orang yang mau memperhatikan jasadnya itu, sehingga awrahnya terus tung-katung tidak tentu arah. Sampai akhirnya Minak Jinggo mendatangi salah satu pertisentana-nya walaupun tidak secara garis vertikal yang ada di Bali, meminta bantuan untuk menyatukan anggota tubuhnya sekaligus membuatkan upacara pengabenan.
Ditemui di sela-sela kesibukannya melaksanakan upacara pengabenan di pantai selatan sekitar kawasan hutan Alas Purwo, I Gusti Agung Anom Harsana dari Puri Kamasan Sempidi, Badung ini menjelaskan, prosesi pengabenan ini berlangsung berawal dari sebelumnya I Gusti Agung sempat dirundung masalah berat dalam keluarganya.
Sampai akhirnya, sekitar tahun 2000, di tengah kebingungannya itu Gusti Agung bertemu dengan salah seorang paranormal yang bernama Pak Putu. Dalam pertemuannya itu, Pak Putu tahu persis apa yang menyebabkan dirinya didera permasalahan yang sangat berat itu. Penyebabnya tiada lain, karena masih ada leluhurnya yang terkatung-katung dan berada di laut. Untuk itu, jika ingin keluar dari masalah berat itu, Gusti Agung diminta untuk mengangkat leluhurnya yang konon dibunuh secara massal dan dimutilasi.
“Tiang sempat heran, kenapa Pak Putu itu tahu persis masalah yang sedang tiang alami/hadapi, padahal sebelumnya tidak pernah bertemu terlebih saling kenal. Akhirnya, sampai di Puri, tiang berusaha mencari tahu/menelusuri leluhur yang dimaksud. Tetapi, setelah ditanyakan ternyata tidak ada leluhur yang belum dibuatkan upacara. Tiang kembali dibuat bingung dan terus menjadi beban pikiran,” ujar I Gusti Agung Harsana menjelaskan, seraya menambahkan berbekal keyakinan penuh, berusaha mendak leluhurnya dimaksud dan selanjutnya dilinggihkan di puri.
sumber dari berbagai googling di Internet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU