KEBERMAKNAAN "SANG HYANG PATANJALA"
diadopsi dari Tulisan LQ Hendrawan " Air Yang Menjadi Prinsip Kehidupan Bangsa Indonesia "
Sampurasun,
Masyarakat Jawa Barat mengenal istilah Sang Hyang Pantanjala dari keberadaan cerita Sri Maharaja Guru Resi Prabhu Sindu La Hyang (Sang Hyang Tamblegmeneng) sebagai Raja Kendan.
Dalam cerita beliau memiliki 5 orang ‘anak’ yang dikenal sebagai “Panca Ku-Ci-Ka” yang terdiri dari :
Panca Ku-Ci-Ka
Sesuai dengan cara, pola & gaya penyimpanan data yang dilakukan oleh para leluhur bangsa bentuk “personifikasi” atas Sang Hyang Patanjala kerap-kali dianggap sebagai sosok manusia secara biologis…
Padahal mungkin saja hal tersebut dikemudian hari menjadi “gelar kehormatan” terhadap seseorang, seperti yang diberikan kepada Sang Tritrusta Ra-Hyang Tarusbawa raja Sunda Sembawa.
Patanjala adalah landas pemikiran (konsep) mengenai pengelolaan air yang mucul dari sumber mata-air menuju sungai hingga bermuara di samudra. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan persoalan 4 inti kehidupan mahluk di bumi (khususnya bagi manusia) : Api, Angin, Air, Tanah.
Pemikiran dalam Pikukuh Sunda mengenai “Ibu Agung / Ibu Pertiwi” rupanya bukan hanya slogan, sebab pada kenyataannya ibu / bumi ini benar-benar “hidup” (bernafas, bergerak dan tubuhnya dialiri berbagai unsur), jadi prinsip kerja tubuh bumi mirip dengan raga manusia atau setidaknya; kondisi bumi ditentukan oleh manusia dan juga sebaliknya kondisi manusia ditentukan oleh bumi (jagat alit – jagat agung).
Patanjala adalah urat-urat air yang mengaliri raga-tubuh Ibu Agung (bumi), dari hulu ke hilir dan kembali berulang, siklus tersebut telah terjadi sejak milyaran tahun yang lalu. Urat-urat bumi yang mengalir dari puncak-puncak gunung turun membawa berbagai mineral dan sari-pati makanan yang dibutuhkan oleh hewan, tumbuhan serta manusia, hingga kelak melahirkan berbagai “peradaban”.
Maka teori yang menyebutkan bahwa seluruh bangsa yang memiliki peradaban adi-luhung berawal dari sungai itu “benar”, seperti : Huang Ho & Yang Tse Kiang, Amazon & Misissipi, Gangga, Nil, Eufrat & Tigris, dsb.
Namun demikian tentu semua perkembangan peradaban tersebut harus berlandas dan dipicu oleh ilmu pengetahuan yang luhur (kecerdasan, kebijakan & kebajikan), tanpa hal tersebut mustahil terbangun tatanan peradaban.
Patanjala secara mendasar terbagi dalam 3 kewilayahan yang sangat erat berkaitan dengan “gunung & hutannya”;
Ketiga wilayah ini harus dijaga dengan baik (terjaga “kesuciannya”), oleh sebab itu sering disebut sebagai “tanah suci” dan wilayah paling sakral (dikeramatkan) disebut sebagai “kabuyutan”(Wilayah Larangan) yang hanya boleh dimasuki oleh orang tertentu saja (*orang ‘suci’), pun jika terjadi kerusakan secara alami.
Maka dari itu setiap wilayah / tanah suci (Hutan Larangan) disebut sebagai Sa-Saka Domasyang ditandai oleh Arca Domas, dan seluruh kesatuan tanah suci disebut Sa-Loka Domas.
********************* Salah satu contoh
Situs Arca Domas,Gunung Salak,Tenjolaya,Bogor Arca Domas berada di kecamatan Ciomas, Bogor yang juga merupakan kaki Gunung Salak Endah.
Arca Domas ? Cibalay masih dalam wilayah Kecamatan Tenjolaya. Di kaki Gunung Salak, untuk mencapai Arca Domas, kita harus mendaki pegunungan dari jalan aspal sekitar kurang lebih 1,5 Km.
Arca Domas sendiri sebenarnya merupakan beberapa batu-batuan yang tersusun rapi, dan dipercaya sudah ada sejak jaman Megalithikum. Luas areal situs tersebut kurang lebih sekitar 1 hektar, hingga saat ini keadaannya masih rapi dan terawat dengan baik.
DI pintu gerbang situs tersebut tertulis nama ?Bale Kambang?, tempat ini dipercaya dulunya sebagai tempat penasehat-penasehat Pajajaran berunding dan bermusyawarah menyusun strategi.
Kata Arca Domas sendiri berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti ?800 Patung?, namun belum ada yang menghitung jumlah batu-batuan yang berada di sekitar situs ini. Diantara batu-batu tersebut ada beberapa batu yang memiliki tulisan-tulisan yang belum terpecahkan secara pasti mengenai arti dari tulisan tersebut Di tengah area ini ada batu tegak berbentuk segitiga yang melambangkan Gunung Salak, disekelilingnya dilingkari batu-batu yang terhampar melingkari batu segitiga, dibagian belakang pusar ada 3 batu lagi berdiri tegak berbentuk segi empat memanjang, di depannya sedikit ditemukan pula 3 buah batu, ada dua batu tegak berdampingan berbentuk segitiga, melambangkan dua buah gunung, yang memang lokasinya berdekatan, yaitu gunung Salak dan Gunung Pangrango
**************************************************
Sayangnya pengertian istilah dalam suatu kewilayahan tersebut sudah semakin asing terdengar di telinga generasi sekarang sehingga banyak wilayah larangan rusak dan hancur dengan tidak semestinya.
Patanjala pada tubuh manusia setara dengan “aliran darah” yang mengalir dari sirah (hulu / kepala) hingga dampal (telapak kaki), tersumbatnya aliran darah karena ‘kotor / rusak’ dsb.
tentu mengakibatkan masalah yang tidak diinginkan seperti “stroke, darah tinggi, jantung, kurang gizi, diabetes dll…dsb (*tanya sama dokter).
Maka demikian pula hal nya aliran sungai pada tubuh bumi, jika terjadi “kerusakan” boleh jadi dampak yang ditimbulkan mirip dengan keadaan manusia yang bermasalah pada saluran darahnya… (*belum lagi soal mutu air). Karena manusia dan bumi merupakan dua unsur yang tidak terpisahkan maka; rusaknya lingkungan hidup (Tanah & Air) tentu akan menimbulkan dampak terhadap manusianya… dan proses kerusakan (kehancuran) tersebut sedang terjadi saat ini artinya; jika kita tidak segera berbuat sesuatu terhadap lingkung kehidupan maka sama dengan menunggu pemusnahan masal. (*setidaknya dampak itu akan dirasakan oleh generasi yang akan datang / anak-cucu).
Seluruh bangsa Indonesia yang senyatanya tinggal di Negeri Tirta Dewata ini selayaknya turut berperan serta dalam menyelaraskan kehidupan bagi Tanah & Air di masing-masing wilayah dan pada bidangnya masing-masing (*Perlu tindakan serentak dan bersama dalam memulihkan lingkungan).
Turut menanam pohon, hemat air, menjaga kebersihan lingkungan, tidak membuat sampah (sampah kimia & plastik) dll, menghormati dan menjaga kabuyutan di masing-masing wilayah, sertamelakukan segala hal yang berguna bagi percepatan pemulihan tanah & air akan sangat membantu bagi kehidupan manusia sekarang dan yang kelak akan datang.
Patanjala adalah tubuh kita sendiri dan tubuh kita adalah bagian dari Ibu Agung, dalam Pikukuh Sunda mengatakan :
***…air minum yang ada dihadapan kita, yang kita gunakan untuk mandi dan mencuci, air yang telah berjasa memberikan kehidupan kepada raga-tubuh kita sesungguhnya telah berumur jutaan tahun bahkan milyaran tahun… maka sangat wajar jika kita menghormatinya dengan sepenuh hati…
Share ==> untuk NKRI TERCINTA
di Setiap Pelosok Nusantara Pasti ada semacam Sa-Loka Domas. Coba Kalian cari di Propinsi anda Pasti Ketemu di masing masing Prov. di NUSANTARA
****************
KeLetak-an SA-LAKA DOMAS berada di Hutan Lindung dan di dekat mata air
biasanya terdapat Lingga dan Yoni
Sampurasun,
Masyarakat Jawa Barat mengenal istilah Sang Hyang Pantanjala dari keberadaan cerita Sri Maharaja Guru Resi Prabhu Sindu La Hyang (Sang Hyang Tamblegmeneng) sebagai Raja Kendan.
Dalam cerita beliau memiliki 5 orang ‘anak’ yang dikenal sebagai “Panca Ku-Ci-Ka” yang terdiri dari :
Panca Ku-Ci-Ka
- Sang Hyang Nandiswara
- Sang Hyang Garga
- Sang Hyang Purusha
- Sang Hyang Manisri
- Sang Hyang Patanjala
Sesuai dengan cara, pola & gaya penyimpanan data yang dilakukan oleh para leluhur bangsa bentuk “personifikasi” atas Sang Hyang Patanjala kerap-kali dianggap sebagai sosok manusia secara biologis…
Padahal mungkin saja hal tersebut dikemudian hari menjadi “gelar kehormatan” terhadap seseorang, seperti yang diberikan kepada Sang Tritrusta Ra-Hyang Tarusbawa raja Sunda Sembawa.
Patanjala adalah landas pemikiran (konsep) mengenai pengelolaan air yang mucul dari sumber mata-air menuju sungai hingga bermuara di samudra. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan persoalan 4 inti kehidupan mahluk di bumi (khususnya bagi manusia) : Api, Angin, Air, Tanah.
*************Mengenal Cahaya Kehidupan (Nur Rajah Kalacakra )
Patanjala adalah urat-urat air yang mengaliri raga-tubuh Ibu Agung (bumi), dari hulu ke hilir dan kembali berulang, siklus tersebut telah terjadi sejak milyaran tahun yang lalu. Urat-urat bumi yang mengalir dari puncak-puncak gunung turun membawa berbagai mineral dan sari-pati makanan yang dibutuhkan oleh hewan, tumbuhan serta manusia, hingga kelak melahirkan berbagai “peradaban”.
Maka teori yang menyebutkan bahwa seluruh bangsa yang memiliki peradaban adi-luhung berawal dari sungai itu “benar”, seperti : Huang Ho & Yang Tse Kiang, Amazon & Misissipi, Gangga, Nil, Eufrat & Tigris, dsb.
Namun demikian tentu semua perkembangan peradaban tersebut harus berlandas dan dipicu oleh ilmu pengetahuan yang luhur (kecerdasan, kebijakan & kebajikan), tanpa hal tersebut mustahil terbangun tatanan peradaban.
Patanjala secara mendasar terbagi dalam 3 kewilayahan yang sangat erat berkaitan dengan “gunung & hutannya”;
- Wilayah Larangan – Hutan Larangan.
- Wilayah Tutupan – Hutan Tutupan.
- Wilayah Baladaheun – Hutan Baladaheun / Hutan Olahan (Perkebunan & Pertanian).
Ketiga wilayah ini harus dijaga dengan baik (terjaga “kesuciannya”), oleh sebab itu sering disebut sebagai “tanah suci” dan wilayah paling sakral (dikeramatkan) disebut sebagai “kabuyutan”(Wilayah Larangan) yang hanya boleh dimasuki oleh orang tertentu saja (*orang ‘suci’), pun jika terjadi kerusakan secara alami.
Maka dari itu setiap wilayah / tanah suci (Hutan Larangan) disebut sebagai Sa-Saka Domasyang ditandai oleh Arca Domas, dan seluruh kesatuan tanah suci disebut Sa-Loka Domas.
********************* Salah satu contoh
Situs Arca Domas,Gunung Salak,Tenjolaya,Bogor Arca Domas berada di kecamatan Ciomas, Bogor yang juga merupakan kaki Gunung Salak Endah.
DI pintu gerbang situs tersebut tertulis nama ?Bale Kambang?, tempat ini dipercaya dulunya sebagai tempat penasehat-penasehat Pajajaran berunding dan bermusyawarah menyusun strategi.
Kata Arca Domas sendiri berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti ?800 Patung?, namun belum ada yang menghitung jumlah batu-batuan yang berada di sekitar situs ini. Diantara batu-batu tersebut ada beberapa batu yang memiliki tulisan-tulisan yang belum terpecahkan secara pasti mengenai arti dari tulisan tersebut Di tengah area ini ada batu tegak berbentuk segitiga yang melambangkan Gunung Salak, disekelilingnya dilingkari batu-batu yang terhampar melingkari batu segitiga, dibagian belakang pusar ada 3 batu lagi berdiri tegak berbentuk segi empat memanjang, di depannya sedikit ditemukan pula 3 buah batu, ada dua batu tegak berdampingan berbentuk segitiga, melambangkan dua buah gunung, yang memang lokasinya berdekatan, yaitu gunung Salak dan Gunung Pangrango
**************************************************
Sayangnya pengertian istilah dalam suatu kewilayahan tersebut sudah semakin asing terdengar di telinga generasi sekarang sehingga banyak wilayah larangan rusak dan hancur dengan tidak semestinya.
Patanjala pada tubuh manusia setara dengan “aliran darah” yang mengalir dari sirah (hulu / kepala) hingga dampal (telapak kaki), tersumbatnya aliran darah karena ‘kotor / rusak’ dsb.
tentu mengakibatkan masalah yang tidak diinginkan seperti “stroke, darah tinggi, jantung, kurang gizi, diabetes dll…dsb (*tanya sama dokter).
Maka demikian pula hal nya aliran sungai pada tubuh bumi, jika terjadi “kerusakan” boleh jadi dampak yang ditimbulkan mirip dengan keadaan manusia yang bermasalah pada saluran darahnya… (*belum lagi soal mutu air). Karena manusia dan bumi merupakan dua unsur yang tidak terpisahkan maka; rusaknya lingkungan hidup (Tanah & Air) tentu akan menimbulkan dampak terhadap manusianya… dan proses kerusakan (kehancuran) tersebut sedang terjadi saat ini artinya; jika kita tidak segera berbuat sesuatu terhadap lingkung kehidupan maka sama dengan menunggu pemusnahan masal. (*setidaknya dampak itu akan dirasakan oleh generasi yang akan datang / anak-cucu).
Seluruh bangsa Indonesia yang senyatanya tinggal di Negeri Tirta Dewata ini selayaknya turut berperan serta dalam menyelaraskan kehidupan bagi Tanah & Air di masing-masing wilayah dan pada bidangnya masing-masing (*Perlu tindakan serentak dan bersama dalam memulihkan lingkungan).
Turut menanam pohon, hemat air, menjaga kebersihan lingkungan, tidak membuat sampah (sampah kimia & plastik) dll, menghormati dan menjaga kabuyutan di masing-masing wilayah, sertamelakukan segala hal yang berguna bagi percepatan pemulihan tanah & air akan sangat membantu bagi kehidupan manusia sekarang dan yang kelak akan datang.
Patanjala adalah tubuh kita sendiri dan tubuh kita adalah bagian dari Ibu Agung, dalam Pikukuh Sunda mengatakan :
- ” Tanda-tanda negara subur makmur gemah ripah loh jinawi adalah jika air sungainya dapat langsung diminum”
- ” Tanda-tanda kebersihan hati-nurani suatu bangsa terukur dari kejernihan air sungainya”
***…air minum yang ada dihadapan kita, yang kita gunakan untuk mandi dan mencuci, air yang telah berjasa memberikan kehidupan kepada raga-tubuh kita sesungguhnya telah berumur jutaan tahun bahkan milyaran tahun… maka sangat wajar jika kita menghormatinya dengan sepenuh hati…
Share ==> untuk NKRI TERCINTA
di Setiap Pelosok Nusantara Pasti ada semacam Sa-Loka Domas. Coba Kalian cari di Propinsi anda Pasti Ketemu di masing masing Prov. di NUSANTARA
****************
KeLetak-an SA-LAKA DOMAS berada di Hutan Lindung dan di dekat mata air
biasanya terdapat Lingga dan Yoni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU