Laman

Jumat, 07 Februari 2014

Syekh Maulana Hasanuddin & Syekh Maulana Alayuddin (Walisongo Periode Pertama)

Walisongo 

Syekh Maulana Hasanuddin & Syekh Maulana Alayuddin (Walisongo Periode Pertama)

Tapak Jejak "WALISONGO"  (Walisongo Periode Pertama)
Syekh Maulana Hasanuddin & Syekh Maulana Alayuddin

Syekh Maulana Hasanuddin berasal dari Palestina. Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
Syekh Maulana Alayuddin berasal dari Palestina. Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
Makam Sultan Maulana Hasanuddin yakni Sultan pertama di Banten, yang letaknya di dalam paviliun, atau bangunan tambahan yang terletak diselatan Masjid Agung Banten, dulunya tempat ini dijadikan tempat bermusyawarah dan berdiskusi mengenai keagamaan.

Selain makam Sultan Maulana Hasanuddin, di dalam paviliun itu terdapat pula makam Sultan Ageng Tirtayasa, Sulan Abdul Mufachir, Syehk Muhammad Aliyudin dan lain-lain.

Jika anda kesana, jangan lupa melihat lihat masjid Agung Bantennya. Masjid Agung Banten ini didirikan pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin pada tahun 1566, atau 5 Zulhijah 966H dilanjutkan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf.
Hingga saat ini masjid tersebut masih terlihat sangat kokoh. Bangunan induk majid ini berdenah segi empat dengan atap bertingkat bersusun lima atau dikenal dengan atap tumpang. Ada beberapa keunikan yang terdapat didalamnya, salah satunya posisi menara masjid yang telihat miring kekanan. Nah, menara masjid Agung Banten ini tingginya lebih kurang 23 meter, bentuknya sepertu mercusuar. Pada zaman dulu digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan dan sebagai pandangan ke lepas pantai. Saat ini menara Masjid Agung Banten menjadi simbol Provinsi Banten.







Perjalanan Maulana Hasanuddin menuju Banten
Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan nama Sunan Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku Hasanuddin, sekarang pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang penduduknya belum memeluk Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua beliau, maka berangkatlah beliau seorang diri ke arah barat.

Setelah setengah perjalanan beliaupun mendaki gunung Munara yang terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan beliau bermunajat selama 14 hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat petunjuk. Dalam munajatnya datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap “Hai anakku Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau ke arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar. Negeri Azar adalah negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke Gunung Karang yaitu negerinya Azar”. Setelah berbicara ayahanda beliau kembali ke Cirebon.

Setelah mendapat petunjuk, akhirnya beliaupun turun gunung dan akhirnya berhenti di negeri Banten Girang yakni di sungai Dalung. Disana adalah tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju, beliau berdua adalah saudara Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan dinamai Dewa Ratu dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu Siliwangi. Sebelumnya Ki Ajar Ju dan Ki Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu dengan Maulana Hasanuddin dan kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua. Maka, sesampainya Maulana Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung, keluarlah Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan beliau berdua, lalu bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin setelah bercerita akhirnya beliau berdua diajari membaca syahadat oleh Maulana Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat memeluk Islam.

Akhirnya oleh Maulana Hasanuddin kedua santrinya ini diganti namanya dari Ajar Jong menjadi Mas Jong dan Ajar Ju diganti menjadi Agus Ju dan Maulana Hasanuddinpun memberikan arahan kapada keduanya apabila memiliki keturunan maka diharapkan keduanya memberikan ciri dalam nama keturunan keduanya. Kepada Mas Jong, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila suatu saat kamu mempunyai anak, maka berilah nama anak laki-lakimu yang tertua dengan tambahan Mas dan yang termuda Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Mas”. Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila kelak satu saat kamu mempunyai anak, maka berilah tambahan pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki Agus dan yang termuda Ki Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Ayu”. Demikianlah sejarah keturunan nyi mas, nyi ayu, entul, ki agus dan mas yang berasal dari keturunan santri Maulana Hasanuddin ini.

Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju diperintah oleh Maulana Hasanuddin untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, maka berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana Hasanuddin.

Penaklukan Pucuk Umun
Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran telah mengetahui akan kedatangan saudara-saudara mereka yang akan menaklukkan mereka, maka sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari tempat Pucuk Umun berada. Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran berada di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus Ju-pun kembali ke Banten Girang untuk menemui Maulana Hasanuddin dan melaporkan bahwa Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran tidak ada dan telah menghilang dari tempat semedi keduanya. Mendengar laporan dari keduanya tentang keberadaan Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran yang tidak di ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata kepada santri beliau ini “Mari kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian ikuti langkahku”. Maka keduanyapun mengikuti seperti apa yang disarankan Maulana Hasanuddin kepada mereka bedua.

Maka berangkatlah mereka bertiga menuju Gunung Pulosari, Di Gunung Pulosari ditempat Pucuk Umun berada, Pucuk Umun telah mengetahui bahwa Maulana Hasanuddin dan santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan teman-teman. Maka bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya, setelah bermusyawarah Pucuk Umun pun duduk di atas batu putih tempat bersemedinya di Kandang Kurung yang ditemani oleh Ajar Domas Kurung Dua. Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke Kandang Kurung dan menemui Pucuk Umun yang sedang duduk, berkatalah Maulana Hasanuddin “Hai Pucuk Umun, Saya datang kemari mau menaklukan kamu, sekarang kamu semua Islamlah, masuklah kamu ke agama Nabi (Muhammad SAW), berucaplah kalian semua Dua Kalimat (Syahadat)”. Lalu berkatalah Pucuk Umun “Tuan, Saya belum tunduk ke agama Nabi (Muhammad SAW) dan saya belum takluk kepada tuan apabila belum kalah dalam tarung kesaktian, sehingga apabila saya kalah kesaktian maka saya baru takluk kepada tuan”. Mendengar tantangan Pucuk Umun tersebut, Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan engkau pilih tarung kesaktian apa yang engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung kesaktian dengan tarung ayam” ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah permintaan Pucuk Umun tersebut oleh Maulana Hasanuddin, akhirnya mereka-pun mencari arena yang luas untuk tarung kesaktian, dan didapatilah suatu lahan yang berada di wilayah Waringinkurung yaitu disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak.

Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar istidroj dan membuat ayam jago yang terbuat dari besi, baja, dan pamor yang terbuat dari sari baja dan rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor ayam jago yang memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin bermunajat kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan menaklukkan Pucuk Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama Nabi Muhammad SAW. Dengan kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan atas keinginan Maulana Hasanuddin berubahlah jin tersebut menjadi seekor ayam jago dan memiliki raut mirip jalak putih.

Setelah siap maka Maulana Hasanuddin yang diikuti kedua muridnya Mas Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa palu yang terbuat dari besi magnet berangkat menuju tempat pertandingan. akhirnya rombongan Maulana Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari Selasa, disana rombongan dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu kedatangan Maulana Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah kami sanggup takluk kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah dengan ayam jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Maulana Hasanuddin.

Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk Umun dan ayam jago Maulana Hasanuddin, gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan Ajarnya. Serangan ayam jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan rasa riang menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago mereka bakal memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana Hasanuddin, ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan terus berusaha mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam jago Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi debu. Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk tanganpun berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah Ajar dan juga ayam jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi besi pamor dan baja. Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan Maulana Hasanuddin dan membaca dua kalimat syahadat disaksikan Maulana Hasanuddin.

sementara itu, Pucuk Umun yang telah dikalahkan berkata kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada tuan karena masih banyak kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya takluk”. mendengar tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas “keluarkan semua kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”. akhirnya Pucuk Umun pun terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin. selanjutnya dari balik mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin. mendengar panggilan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Hai Mas Jong dan Agus Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik mega dan pukullah sekalian” lalu berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke atas awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong dan Agus Ju, Pucuk Umun pun menjerit dan menghilang lagi. Melihat hal demikian, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk Umun jadilah kafir iblis laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua pulanglah”. maka turunlah kedua santri tersebut dari langit, setelah berkumpul berangkatlah rombongan Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus Ju yang diikuti juga oleh para Ajar Domas dari Tegal Papak menuju Gunung Pulosari.

Penaklukan Ratu Darah Putih
Sesampainya rombongan Maulana Hasanuddin di Gunung Pulosari, Sunan Gunung Jati datang menghampiri Maulana Hasanuddin dan berucap “Hai anakku Hasanuddin, mari kita pergi haji ke Makkah, karena sekarang adalah hari haji”. Selanjutnya Maulana Hasanuddin dibungkus selendang Sunan Gunung Jati. berangkatlah Sunan Gunung Jati dan Maulana Hasanuddin menuju Makkah Al-Mukarromah meninggalkan Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar Domas di Gunung Pulosari.

Di Makkah Maulana Hasanuddin melaksanakan towaf dan diajarkan thoriqat Syathariyah, lalu berangkat ke Madinah. setelah selesai melaksanakan haji, Maulana Hasanuddin kembali ke Gunung Pulosari beserta ayahanda beliau.
Setelah Maulana Hasanuddin menjalankan ibadah haji, terdengar kabar kematian beberapa penjaga Banten yaitu Pucuk Umun di Jung Kulon, Dewa Ratu di Panahitan, Prabu Langkarang di Tanjung Tua, Prabu Langka Wastu di Gunung Raja Basa, Prabu Langgawana di Gunung Lor, Prabu Mundaeng Kalangon di Puncak Gunung Karang, Brama Kendala di Gunung Pulosari, Sida Sakti di Gunung Tanjung Pujut, Prabu Mundaiti di Gunung Kendeng, Prabu Lengkang Klincang Kangkaring di Gunung Karawang. dari sekian Ajar yang meninggal yang masuk Islam dan kekal dalam Islamnya yaitu berjumlah 486 orang Ajar.

Setelah pulang dari Makkah bersama ayahanda Sunan Gunung Jati, Sunan Gunung Jati memberikan titah kepada Maulana Hasanuddin “Hai anakku, carilah negara setengahnya adalah lautan”. Maka, Maulana Hasanuddin pun mengikuti titah ayah beliau, Maulana Hasanuddin kembali ke Banten Girang diikuti oleh Mas Jong dan Agus Ju beserta para Ajar. Sesampainya di Banten Girang Maulana Hasanuddin mengumpulkan seluruh pengikutnya, lalu Maulana Hasanuddin berkata “Sekarang tunggulah kalian semua disini (Banten Girang), karena saya hendak berkeliling bersama santri dua ini yaitu Mas Jong dan Agus Ju” setelah berkata demikian, Maulana Hasanuddin beserta Mas Jong dan Agus Ju meninggalkan para Ajar di Banten Girang.

Selanjutnya Maulana Hasanuddin berjalan dari Banten Girang ke arah Selatan, lalu mengikuti pesisir selatan ke arah UJung Kulon, lalu ke Penahitan tanpa menggunakan perahu lagi. sesampainya ditengah-tengah dari Jung Kulon, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya “Menyelamlah kamu ke dalam lautan, ambilah Gong Kaleng” maka menyelamlah kedua dan berhasil mendapatkan Gong Kaleng. setelah mengangkat Gong Kaleng, Maulana Hasanuddin turun dari Panahitan dan melanjutkan ke Pulau Semangka terus ke Sidebu dan melanjutkan ke Bangka Hulu dan dilanjutkan ke Pulau Sulaibar lalu ke Malangkabu. di Malangkabu Maulana Hasanuddin berjumpa dengan Raja Malangkabu, dari sana beliau melanjutkan perjalanan ke arah Utara mengikuti pesisir hingga sampailah di Sirem negerinya Ratu Darah Putih Tanah Liat. disana Ratu Darah Putih sudah mendapat isyarat dari Allah SWT. agar masuk Islam dan akan datang kepadanya Seorang Waliyullah. Ratu Darah Putih akhirnya dapat bertemu dengan Maulana Hasanuddin di tengah laut, Ratu Darah Putih-pun Masuk Islam dan diajarkan dua kalimat syahadat oleh Maulana Hasanuddin. setelahnya masuk Islam Ratu Darah Putih diserahi oleh Maulana Hasanuddin untuk mengislamkan seluruh penduduk Lampung dan kepadanya diperintah menanam Merica di tanah Lampung. akhirnya keduanyapun berpisah Ratu Darah Putih pulang dan mengislamkan penduduk Lampung, sementara Maulana Hasanuddin kembali ke Timur menuju Karawang, dari Karawang Maulana Hasanuddin melanjutkan perjalanannya ke arah Selatan melewati hutan hingga sampai di Bogor Utara, lalu kembali kearah Barat melewati hutan dan sampai di Ujung Kulon dari Ujung Kulon kembali pulang ke Banten Girang hingga menetaplah Maulana Hasanuddin di Banten Girang. 

Pengangkatan Maulana Hasanuddin menjadi Sultan Banten Pertama
Setelah menetap di Banten Girang, Maulana Hasanuddin berucap kepada Mas Jong dan Agus Ju agar menempatkan masyarakatnya dan mendirikan perkampungan Banten. Maka keduanya pun segera melaksanakan titah Maulana Hasanuddin membuka dan membersihkan hutan dan pegunungan untuk didirikan perkampungan-perkampungan dan keduanya mengajak masyarakat untuk menempati hutan dan pegunungan yang sudah dibersihkan tersebut. Setelah selesai dengan tugasnya Mas Jong dan Agus Ju pun akhirnya kembali ke Banten Girang melaporkan tugas yang telah dilaksanakannya kepada Maulana Hasanuddin.

Suatu hari Maulana Hasanuddin berangkat dari Banten Girang menuju ke arah Utara mengikuti jalan pesisir Banten Serang, dan terus berjalan di atas laut diiringi oleh kedua santrinya Mas Jong dan Agus Ju. Ketika sampai di tengah lautan mereka sholat dua rakaat, setelah selesai dari sholatnya maka lautpun kering dan menjadi daratan, maka duduklah Maulana Hasanuddin di atas batu gilang (batu yang berwarna hitam pekat) yang ada di pancaniti (aula), yaitu disifati negri di jajaloka (Jayaloka) negri Surosoan. Disitulah Maulana Hasanuddin mendirikan keraton yang dinamai Kipanggang rupanya seperti tempat panggangan ikan pari.

Setelah keraton selesai didirikan, maka sang ayah Syarif Hidayatullah datang dan memberikan kabar kepada Maulana Hasanuddin bahwa Pangeran Ratu (Ratu Ayu Kirana) ibunda dari Ratu Pembayun, Pangeran Yusuf, Pangeran Arya, Pangeran Sunyararas, Pangeran Pajajaran, Pangeran Pringgalaya, Ratu Agung atau Ratu Kumadaragi, Pangeran Molana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah ini telah ditetapkan sebagai Sultan di Demak oleh Maulana Syarif Hidayatullah, maka menjadi ketetapan Maulana Syarif Hidayatullah juga kalau Maulana Hasanuddin menjadi Sultan di Banten. Setelah Maulana Syarif Hidayatullah selesai mengutarakan tujuannya tanpa menunggu lama Maulana Syarif Hidayatullah berangkat kembali menuju Cirebon.

Maka jadilah Maulana Hasanuddin Sultan Banten pertama, pertama tugas yang dilaksanakan oleh Maulana Hasanuddin adalah mendirikan masjid Agung, dan dalam titahnya sebagai Sultan Maulana Hasanuddin menugaskan Indra Kumala penjaga Gunung Karang yang bertempat tugas di Sumur Tujuh, Manik Kumala ditugaskan menjaga pemandian sungai Banten, Mas Jong ditugaskan menjaga Pintu Merah (Lawang Abang) di dalam istana sebelah kanan, dan Agus Ju ditugaskan menjaga pintu Utara

sumber : jauharotunnaqiyyah.blogspot.com

1 komentar:

  1. Menarik sekali tulisan ini, namun ada hal yang perlu diperhatikan bahwa Syech Maulana Hasanudin sebagai wali songo angkatan pertama, jelas berbeda dengan Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati yang merupakan wali songo periode lanjutan.

    BalasHapus

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU