Tapak Jejak Walisongo
Sunan Prapen ( RADEN FATIKHAL ) "Walisongo" Periodesasi ke-7 (1546- 1591 M)
Tapak Jejak "WALISONGO" Periodesasi ke-7 (1546- 1591 M), terdiri dari:
- Syaikh Abdul Qahhar (wafat 1599),
- Sunan Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak,
- Sunan Prawoto yang tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan Trenggana,
- Maulana Yusuf cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573 menggantikan pamannya Fathullah Khan,
- Sayyid Amir Hasan,
- Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan ayahnya Sunan Gunung Jati,
- Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan Lamongan,
- Sunan Cendana yang tahun 1570 menggantikan kakeknya Sunan Pakuan, dan
- Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan yang tahun 1551 menggantikan kakek dari pihak ibunya yaitu Sunan Muria.
Sunan Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak,
Sunan Prapen ( RADEN FATIKHAL ) “Sunan Mas Ratu Pratikal”
Alias : Sunan Prapen
Lahir : Giri, Jawa Timur
Cucu dari : Syekh Muhammad ’Ainul Yaqin (Sunan Demak)
Menggantikan: Raden Zainal Abidin
Daerah da’wah: Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Maluku
Wafat : 1605 M
Makam : Giri, Kebomas, Gresik, Jawa Timur
Merupakan raja ke 4 dinasti Giri kedaton.
Merupakan anak dari Sunan Dalem penerus Giri yg ke 2.
Sunan Prapen lahir tahun 1432 saka atau 1510 Masehi.
Pada umur 46 tahun menjadi raja Giri ke 4 bertepatan tahun 1556 M.
Umur Sunan Prapen 95 tahun. Dan memimpin kerajaan Giri Kedaton selama 49 tahun.
Beliau adalah seorang raja, pendakwah dan penyebar ajaran Islam serta seorang pujangga besar di masanya. Sunan Prapen juga dikenal sebagai Mpu atau seorang pembuat keris. Karya di bidang pembuatan kerisnya yang terkenal adalah keris Angun-angun.
SUNAN GIRI PRAPEN (RAJA GIRI III) "PUJANGGA PENGUBAH KITAB ASRAR BABON PENYUSUNAN "JONGKO JOYOBOYO "
Sunan Giri Prapen (Raja Giri IV) / Penerus dinasti Giri keempat.
Sunan Prapen adalah seorang pujangga besar penggubah kitab ASRAR yang kemudian digunakan sebagai dasar menyusun Jongko Joyoboyo.
Benda cagar budaya komplek situs Makam Sunan Prapen.
- Bangunan Makam sunan prapen dengan ukiran kayu jati pada dinding/gebyok bangunan makam.
- Bangunan makam Kawis Guo dengan ukiran kayu dan tembok dari batu sendi.
- Makam Panembahan Agung Giri.
- Situs Watu Anak, sejenis batu kali persegi panjang merupakan tempat duduk untuk munajat / berdoa pada Allah SWT. untuk memperoleh keturunan.
Kanjeng Sunan Prapen (SUNAN GIRI PRAPEN)
Sunan Dalem, yang pada 1506 mulai memerintah, wafat pada 1545 atau 1546.
Ia digantikan anaknya yang dua tahun kemudian meninggal. Sunan ketiga dari Giri ini sesudah meninggal diberi nama anumerta SUNAN SEDA ING MARGI, yang artinya sunan yang menemui ajal dalam perjalanan.
Pada 1548 ia digantikan oleh kakaknya yang kawentar dengan nama anumerta
Kanjeng Sunan Prapen (Sunan Giri Prapen)
Kisah setempat yang berkenaan dengan tahun 1570 menceritakan bahwa pada waktu masih hidup ia memakai nama “Sunan Mas Ratu Pratikal”.
Kanjeng Sunan Prapen ialah kyai di Giri. Selama pemerintahannya yang panjang sekali ia banyak berjasa membentuk dan memperluas kekuasaan “negeri Islam”, baik di Jawa Timur dan Jawa Tengah maupun di sepanjang pesisir pulau-pulau Nusantara Timur. Paruh kedua abad ke-16 merupakan masa kejayaan Kadipaten Gresik sebagai pusat kebudayaan pesisir Islam dan pusat ngelar jajahan Jawa dalam bidang ekonomi dan politik di Indonesia Timur.
Pada 1549, satu tahun sesudah ia mulai berkuasa, Kanjeng Sunan Prapen membangun kraton. Konon kedaton yang didirikan oleh kakeknya, Prabu Setmata, pada 1488, dipandang tidak sesuai lagi dengan kejayaan dan kekuasaan yang telah dicapai oleh trah para kyai. Jatuhnya kekuasaan Kraton Demak Bintara sesudah meninggalnya Kanjeng Sultan Trenggana pada 1546 mungkin mempengaruhi Kanjeng Sunan Prapen.
Ia ingin mendirikan suatu bangunan besar sebagai tanda sudah merdeka. Masjid di Kudus, “kota suci” tidak jauh dari Demak Bintara, menurut prasasti pada 1549 juga rampung dibangun. Ada alasan untuk menduga bahwa para kyai di Kudus pada pertengahan abad ke-16 juga ingin berbuat seperti raja-raja merdeka. Tidak sama dengan raja-raja di tlatah yang letaknya lebih ke barat, seperti Tuban dan Jipang, yang berkerabat dengan wangsa Sultan Demak Bintara, Kanjeng Sunan Prapen dari Giri tidak mau mencampuri urusan politik pejabat di pelosok Jawa Tengah.
Sebagai wakil Trah Demak Bintara, Kanjeng Ratu Kalinyamat dari Jepara yang hidup sezaman dengan Kanjeng Sunan Prapen masih tetap mempertahankan kekuasaannya atas tlatah-tlatah di sepanjang pesisir barat Laut Jawa sampai Banten Darusalam.
Ia juga berusaha mengusir orang Portugis dari Malaka. Pada paruh kedua abad 16, Kanjeng Sunan Prapen hanya memusatkan usahanya memperluas kekuasaan rohani dan jagad rayanya serta hubungan dagangnya lewat laut ke arah timur. Di tanah pelosok Jawa Timur, Kanjeng Sunan Prapen tidak banyak berusaha untuk berkuasa. Pada babad Jawa tahun 1548-1552, diberitakan adanya perjalanan raja Giri ke Kediri.
Berturut-turut terjadi pada 1551, Kediri dibakar, 1579: kemenangan terakhir kaum Islam, rajanya menghilang. Berdasarkan babad itu orang akan menduga bahwa Kraton Kediri dari 1548 sampai pada akhir perempat ketiga abad ke-16 (1575).
Kanjeng Sunan Giri pada pertengahan abad itu berusaha memasukkan agama Islam ke tlatah itu.
Raja-raja di tlatah lama yang dulu termasuk tlatah inti kraton Majapahit, pada waktu jatuhnya kekuasaan Narendra Agung Demak Bintara, tampaknya masing-masing tetap mempertahankan kekua¬saan yang sudah ada. Pada perempat ketiga abad 16, Adipati Surabaya, yang terkemuka di antara sesama, mewakili Adipati Jawa Timur. Dalam posisi itu ia mengakui Sultan Pajang Hadiningrat sebagai Narendra Agung. pejabat Giri dianggap pelopor para raja yang ikut serta mengambil keputusan politik ini.
Kekuasaan dalam bidang rohani Kanjeng Sunan Prapen dari Giri, lebih-lebih waktu ia sudah lanjut usia, juga diakui oleh raja-raja di pelosok Jawa Timur. Kisah Jawa Tengah mengenai tahun 1581,
" duk nalikaning Sultan Pajang Hadiningrat dilantik sebagai raja Islam utama dan sebagai sultan, dapat dipercaya. Upacara ini kiranya dilakukan di kraton Kanjeng Sunan Prapen dari Giri yang pada waktu itu sudah tua, Sultan Pajang Hadiningrat, Jaka Tingkir, yang pada 1549 mengalahkan Harya Jipang, rupanya juga sudah lanjut usianya. Pada pelantikan yang diberitakan dalam banyak naskah Jawa dan babad, hadir raja-raja dari Japan, Wirasaba, Kediri, Surabaya, Pasuruan, Madura, dan bahkan adipati tlatah pesisir Sidayu, Lasem, Tuban, dan Pati.
Boleh dianggap upacara ini merupakan suatu kemenangan bagi Kanjeng Sunan Prapen sebagai negarawan. Ia boleh berharap bahwa, di bawah pimpinan rohaninya, ketertiban pemerintahan di Jawa Timur akan tertanam teguh.
Senopati Mataram Hadiningrat yang masih muda, yang baru pada 1584 mulai memerintah, selagi Kanjeng Sultan Pajang Hadiningrat masih hidup sudah mulai berusaha memperluas kekuasaannya di Jawa Tengah. Hal ini merugikan pihak yang berhak mewarisi. Pada 1588 ia berhasil menduduki kota kraton Pajang Hadiningrat, yang letaknya dekat dengan tlatahnya. Sejak itu para Manggala Yuda Mataram Hadiningrat sering mengadakan ekspedisi keprajuritan dan memaksa hampir semua pejabat tlatah di Jawa Tengah mengakui kekuasaan tertinggi Senopati Mataram Hadiningrat. Tetapi, Surabaya masih bertahun-tahun lamanya menjadi pusat perlawanan Adipati Jawa Timur.
Pada 1589 sudah terjadi pabaratan antara pasukan Mataram Hadiningrat dan pasukan Surabaya. Pada waktu itu Kanjeng Sunan Giri bertindak sebagai penengah dan pendamai. Pada waktu itu kyai itu memperlihatkan kurnia Ilahinya dengan meramalkan bahwa selanjutnya wangsa Narendra Mataram Hadiningrat akan menguasai seluruh Jawa.
Tetapi, kisah mengenai ramalan mengenai kejayaan di masa datang Mataram Hadiningrat berasal dari angan-angan dan khayalan para pejabat Mataram Hadiningrat pada abad ke-17 dan 18.
Sukar dipercaya bahwa Kanjeng Sunan Prapen yang sudah tua itu pada 1589 sengaja mengucapkan pernyataan yang menguntungkan seorang pejabat setempat yang masih muda, jauh di tanah pelosok Jawa Tengah dan merugikan sanak saudara Kanjeng Sultan Pajang Hadiningrat yang bersahabat dengan dia.
Kraton Giri sesudah 1589 menjadi tempat berlindung bagi raja-raja Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang tanahnya diduduki oleh bregada Mataram Hadiningrat. Anggota wangsa Sultan Pajang Hadiningrat dan Tuban, dan Pangeran Mas dari Aros-Baya di Madura diizinkan beberapa waktu tinggal di Giri. Hal itu membuktikan pemihakan Giri pada Mataram Hadiningrat.
Menjelang akhir hidupnya yang panjang itu, Kanjeng Sunan Prapen menyatakan keinginan menghormati kakeknya, Prabu Setmata, pendiri trah ulama suci di Giri. Ia memerintahkan membuat cungkup di atas makam kakeknya, konon pada 1590. Rupanya, ia menyadari bahwa kekuasaannya di Jawa Timur terletak di atas dasar rohani yang kukuh, yang telah diletakkan oleh seorang ulama, yakni kakeknya itu. Kyai keempat di Giri tersebut pasti telah lanjut sekali usianya. Raja tua itu berumur 120 tahun, ia wafat pada 1605.
Giri Kedaton adalah sebuah “kerajaan” agama Islam di daerah Gresik, Jawa Timur sekitar abad ke-15 sampai 17. Kerajaan ini pernah berjaya sebagai pusat agama Islam yang pengaruhnya bahkan sampai menyebar ke daerah Maluku.
Giri Kedaton didirikan oleh Raden Paku, seorang anggota Walisongo tahun 1487. Suatu ketika dikisahkan, Raden Paku pergi menemui ayahnya yang menjadi ulama di Pasai, bernama Maulana Ishak. Ayahnya itu menyuruhnya untuk membangun sebuah pondok pesantren di daerah Gresik.
Raden Paku menemukan tanah yang mirip dengan tempat tinggal ayahnya. Tanah tersebut terletak di Bukit Giri (sekarang masuk kecamatan Kebomas, Gresik). Di atas bukit itu didirikan sebuah pesantren bernama Giri Kedaton.
Raden Paku sebagai pemimpin bergelar Sunan Giri I. dalah nama salah seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton, yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur. Ia lahir di Blambangan tahun 1442. Sunan Giri memiliki beberapa nama panggilan, atau gelar yaitu :
- Raden Paku, beliau menggunakan gelar Sunan Giri (Yang Dipertuan dari Gunung) dan ada yang menyebutkan beliau bergelar
- Prabu Satmata (gelar Dewa Syiwa),
- Prabu Girinatha (Raja Gunung/gelar syiwa) dan
- Tetunggul Khalifatul Mukminin (Andalan Khalifah Mukmin).
Sedangkan di kalangan rakyat, beliau disebut Wali (dalam bahasa politik Islam artinya gubernur, wakil pemerintah Ottoman di Jawa; bukan Wali mursyid sufi yang kebanyakan disangkakan orang) dan Mufti Tanah Jawi. Dalam memerintah beliau dibantu Majelis Ulama yang berjumlah delapan orang, ditambah Sunan Giri sendiri, akhirnya menjadi sembilan orang. sehingga disebut sebagai Dewan Walisongo (Dewan pemerintahan Wali yang terdiri dari 9 orang).
Kompleks Makam Sunan Prapen
Setelah Sunan Prapen meninggal, beliau tidak dimakamkan di dalam Kompleks Makam Sunan Giri melainkan dimakamkan di Kompleks makam tersendiri yang berada kira-kira 200 meter di sebelah barat lautnya.
Kompleks tersebut kemudian dikenal sebagai Kompleks Makam Sunan Prapen.
Kompleks makam ini dibatasi oleh pagar keliling dari batu bata dan terletak di perbukian Giri dengan 8 teras alami di bawahnya. Pada sisi selatan halaman utama terdapat tangga naik dari bata yang dilepa, pada tangga terbawah terdapat batu andesit yang berbentuk segi empat yang disebut Watu anak. Di depan tangga terdapat gapura paduraksa, yang pada dindingnya terdapat angka 1952 yang merupakan tahun pembangunan kembali gapura tersebut.
Legenda Situs Watu Anak di Komplek Makam Sunan Prapen
Watu Anak atau Watu Dodok di Komplek Makan Sunan Giri Prapen |
Watu Anak terletak bawah tangga komplek makam Kanjeng Sunan Giri Prapen.
Merupakan alternatif ihtiar untuk memperoleh keturunan.
Mitos yang berkembang Selama ini adalah sebagai berikut ;
barang siapa yg menginginkan keturunan sudah berusaha kesana sini masih belum dikaruniai anak ? Datang saja ke makam Sunan Prapen utarakan keinginan anda pada juru kunci makam untuk di do'a kan untuk mendapatkan keturunan.
Suruh istri anda duduk di Watu Anak dengan anda dan juru kunci membacakan do'a dan konsentrasi/khusuk yakin akan di ijabai diberi keturunan.
Komplek situs makam Kanjeng Sunan Giri Prapen ada batu yg dikeramatkan "Mustajaabah ".
Batu Anak begitulah sebutanya.
Keterangan mengenai "Batu Anak "ini menurut sesepuh Desa Klangonan "wakila" pada masa pemerintahan SUNAN GIRI Ke 3 yaitu Sunan Prapen dimintai tolong oleh Tamu kerajaan untuk mendoakan supaya mendapatkan keturunan untuk penerus/pewaris
Di dalam halaman utama terdapat 32 nisan makam dalam keadaan rusak dan 4 buah cungkup. Sebuah cungkup terletak di barat daya halaman dan sisanya berjajar di sisi utara halaman tersebut. Cungkup yang terletak di barat daya, dindingnya terbuat dari kayu dengan ukuran cungkup 4,2 meter x 2,3 meter. Atap cungkup berbentuk limasan dari seng. Di dalam cungkup tersebut terdapat sebuah nisan yang belum diketahui namanya. Ketiga cungkup yang lain berjajar dari barat ke timur yaitu: cungkup Panembahan Agung, cungkup Panembahan Kawisguwo dan cungkup Sunan Prapen.
Cungkup Sunan Prapen berada paling timur, terbagi menjadi dua bagian yaitu serambi dan bangunan inti. Serambi cungkup memiliki atap berbentuk limasan yang disangga oleh tiang sebanyak 12 buah. Langit-langit serambi terbuat dari anyaman bambu. Di dalam serambi ini terdapat 15 nisan makam para santri dan kerabat Sunan Prapen. Serambi ini sekarang memiliki fungsi sebagai tempat beristirahat bagi para peziarah yang hendak mengunjungi makam Sunan Prapen.
Bangunan Inti memiliki atap yang berbentuk tajug dengan kemuncak dari tembaga. Bangunan inti ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian luar dan bagian dalam yang merupakan bagian paling sakral dari cungkup ini. Lantai bangunan bagian luar lebih tinggi dari lantai serambi dengan dinding berupa gebyog yang dihias dengan ukiran flora dan fauna. Di dalam bangunan inti bagian luar ini terdapat nisan istri Sunan Prapen yang terbuat dari batu putih.
Bangunan inti bagian dalam memiliki lantai yang lebih tinggi dari bangunan inti bagian luar, berdinding gebyog polos. Di dalam bangunan inti bagian dalam terdapat dua nisan yang berjajar barat-timur.
Nisan Makam Sunan Giri Prapen |
Nisan yang di sebelah barat merupakan nisan Sunan Prapen berada dalam krobogan dari kelambu. Nisan makam terbuat dari batu putih. Sedangkan nisan yang terletak di sebelahnya adalah nisan istri Sunan Prapen yang juga terbuat dari batu putih.
Cungkup Makam Panembahan Kawisguwo (tengah) terdiri dari dua bagian yaitu serambi dan bangunan inti. Di dalam serambi terdapat 3 makam yang kesemuanya terbuat dari batu putih dan hingga kini belum diketahui nama-namanya. Bangunan inti Cungkup makam Panembahan Kawisguwo mempunyai dinding dari batu putih dengan hiasan flora dan fauna yang distilir pada dinding timur dan barat, sedangkan dinding utara tidak dihias/polos. Pada dinding sisi selatan bangunan ini memiliki pintu masuk paduraksa dengan pintu dari kayu yang berbentuk kupu tarung.
Bangunan cungkup Panembahan Kawisguwo memiliki atap tajug dengan kemuncak berupa hiasan yang disangga oleh lima buah tiang, empat merupakan saka guru, sedangkan yang sebuahnya didirikan di depan pintu masuk. Di dalam bangunan inti ini terdapat 2 buah nisan makam, yaitu makam Panembahan Kawisguwo dan istrinya. Kedua nisan makam tersebut terbuat dari batu putih hanya berbeda ukurannya. Makam Panembahan Kawisguwo lebih besar ukuranhya daripada ukuran nisan makam istrinya.
Cungkup Panembahan Agung (paling barat) memiliki dinding pada keempat sisinya namun keadaannya sekarang sudah rusak. Cungkup ini terbagi menjadi dua bagian yaitu serambi dan bangunan inti. Pada serambi terdapat nisan makam dalam keadaan rusak. Di dalam bangunan inti terdapat 3 buah nisan makam yang terbuat dari batu putih yang disusun berjajar dari barat ke timur, yaitu: nisan makam istri Panembahan Agung, nisan makam Panembahan Agung, dan nisan makam yang tidak diketahui namanya.
Makam Sunan Prapen terletak di Desa Klangonan Kecamatan Kebomas sekitar 400 m di sebelah barat Makam Sunan Giri, dalam sebuah cungkup berarsitektur unik dengan ukiran bernilai seni tinggi.
Makam tersebut terletak satu kompleks dengan makam penguasa Giri berikut, antara lain:
- Panembahan Kawis Guwo (Putra Sunan Prapen)
- Panembahan Agung (Putra Panembahan Kawis Guwo).
Suasana di kompleks Makam Sunan Prapen. Bangunan paling kiri adalah Makam Panembahan Agung, putera Panembahan Kawis Guwo, yang memerintah Giri pada 1616 – 1636.
Makam Panembahan Kawis Guwo |
Kanjeng Sunan Prapen wafat pada tahun 1605 M,
sedangkan haul Sunan Prapen jatuh pada setiap tanggal 15 Syawal.
Keistimewaan makan Sunan Prapen, pada trap jalan menuju makam terdapat sebuah “watu dodok” atau Watu Anak yaitu batu rata di tengah trap yang diyakini sebagai orang bahwa bagi pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak dapat segera mendapat keturunan apabila duduk berduaan di batu itu.
Watu dodok Makam Kanjeng Sunan Giri Prapen |
Trap-trapan undakan yang menuju ke atas perbukitan dimana Makam Sunan Prapen berada. Batu hitam mendatar pada undakan ketiga dikenal sebagai Watu Anak, karena menurut kepercayaan setempat batu itu bisa membantu pasangan yang ingin mendapatkan keturunan dengan cara duduk di atasnya.
Sepasang patung naga |
Sepasang patung naga bermuka merah berbadan abu-abu terlihat di pintu masuk undakan cungkup Makam Sunan Prapen, dengan kedua ekornya berada pada puncak lubang pintu. Ornamen bunga dan daun dengan warna dominan hijau merah menghias kiri kanan dan bagian atas pintu. Ada ukiran berbentuk seperti wajah raksasa di sebelah kiri.
Bagian dalam Makam Sunan Prapen dengan dinding depan terbuat dari kayu gebyok dengan ukiran dedaunan yang rumit dan indah. Di tengahnya adalah undakan ke bagian dalam Makam Sunan Prapen yang pintu masuknya ditutup dengan pagar besi.
Silsilah Dynasti Giri Kedaton
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU