Laman

Jumat, 07 Februari 2014

SUNAN GRESIK "Syekh Maulana Malik Ibrahim (Walisongo Periode Pertama)"

Walisongo 

SUNAN GRESIK "Syekh Maulana Malik Ibrahim (Walisongo Periode Pertama)"

Tapak Jejak "WALISONGO"  (Walisongo Periode Pertama)

Syekh Maulana Malik Ibrahim
"SUNAN GRESIK"
Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki ahli mengatur negara. Berdakwah di Jawa bagian timur. Wafat di Gresik pada tahun 1419 M. Makamnya terletak satu kilometer dari sebelah utara pabrik Semen Gresik.

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) disebut-sebut sebagai wali paling senior, atau wali pertama. Ada sejumlah versi tentang asal usul Syeikh Maghribi, sebutan lain bagi Sunan Gresik itu. Ada yang mengatakan ia berasal dari Turki, Arab Saudi, dan Gujarat (India). 

Sumber lain menyebutkan ia lahir di Campa (Kamboja). Tapi yang pasti, Syekh Maulana Malik berasal dari bahagian barat Jawa, sama ada Asia Selatan, Timur Tengah, atau bahkan Afrika. Hal ini merujuk pada panggilannya yang lain, yakni Syekh Maghribi, yang bererti “guru dari Barat”.

Maulana Malik Ibrahim diminta ayahnya, Barebat Zainul Alam, agar merantau, berdakwah ke negeri selatan. Maka, bersama 40 anggota rombongan yang menyertainya, Malik mengarungi samudera berhari-hari. Mereka kemudian berlabuh di Sedayu, Gresik. Rombongan Malik kemudian menetap di Desa Leran, Ketika itu, Gresik berada di bawah Kerajaan Majapahit.

Tiba di Gresik Syeikh Malik kemudian juga dikenal sebagai Sunan Gresik. Di sana ia mulai melancarkan dakwahnya. Kedatangannya menyebarkan kesejukan bagi penduduk desa itu. Tak pernah tangannya berat untuk menolong orang. Ia juga mempunyai kepandaian mengobati berbagai penyakit.Sebagian besar masyarakat setempat ketika itu menganut Hindu, ”agama rasmi” Kerajaan Majapahit. Sunan melalukan sesuatu yang sangat sederhana: membuka warung. Ia menjual makanan dengan harga murah. Dalam waktu singkat, warungnya ramai dikunjungi orang. Syeikh Malik melangkah ke tahap berikutnya: menjadi tabib. Dengan doa-doa yang diambil dari Al-Quran, ia terbukti mampu menyembuhkan penyakit. Sunan Gresik pun seakan menjelma menjadi ”dewa penolong”. Apalagi, ia tak pernah mahu dibayar.

Di tengah komuniti Hindu di kawasan itu, Sunan Gresik cepat dikenal. Ia memperlakukan semua orang sama darjat. Beransur-ansur, jumlah pengikutnya terus bertambah. Setelah jumlah mereka makin banyak, Sunan Gresik mendirikan masjid. Ia juga merasa perlu membangun bilik-bilik tempat menimba ilmu bersama. Model belajar seperti inilah yang kemudian dikenal dengan nama pesantren. Dalam mengajarkan ilmunya, Syeikh Malik punya kebiasaan khas: meletakkan Al-Quran atau kitab hadis di atas bantal. Karena itu ia kemudian dijuluki ”Kakek Bantal”.

Setelah pengikutnya terus bertambah, Syeikh Malik merasa belum puas sebelum berjaya mengislamkan Raja Majapahit. Ia paham betul, tradisi rakyat Jawa yang akan selalu merujuk dan berteladan pada perilaku raja. Kerana itu, mengislamkan raja merupakan pekerjaan yang sangat strategik.

Tetapi Syeikh Malik tahu diri. Kalau dia terus berdakwah kepada raja, pasti tak akan diendahkan, karena maqamnya lebih rendah. Kerana itu ia meminta bantuan sahabatnya, yang menjadi raja di Cermain. Konon, Kerajaan Cermain itu ada di Persia. Sumber lain menyebutkan Kerajaan Cermain tak lain adalah Kerajaan Kedah, di Malasyia. Raja Cermain akhirnya datang bersama putrinya, Dewi Sari. Mereka disertai puluhan pengawal. Dewi yang berwajah elok itu akan dipersembahkan kepada Raja Majapahit. Dari sini, bercabang-cabanglah cerita mengenai ”Raja Majapahit” itu.. Ada yang menyebut raja itu Prabu Brawijaya V. Penguasa Majapahit itu akhirnya bersedia menemui rombongan Raja Cermain. Sayang, usaha mereka gagal total. Sang raja cuma mau menerima Dewi Sari, tetapi menolak masuk Islam. Sebelum pulang ke negerinya, rombongan Cermain singgah di Leran. Sambil menunggu perbaikan kapal, mereka menetap di rumah Sunan Gresik.

Malang tak bisa ditolak, tiba-tiba merajalelalah wabah penyakit. Banyak anggota rombongan Cermain yang tertular, bahkan meninggal. Termasuk Dewi Sari. Raja Cermain dan sebagian kecil pengawalnya akhirnya berjaya pulang ke negeri mereka. Sunan Gresik sendiri tak patah hati dengan kegagalan ”misi” itu. Ia terus melanjutkan dakwahnya hingga wafat, pada 1419 M.
KISAH BERAS DAN PASIR
Suatu hari dalam perjalanan dakwah ke sebuah dusun yang diberkahi dengan tanah subur, Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama seorang muridnya singgah di sebuah rumah. Rumah itu milik orang kaya. Menurut desas-desus pemilik rumah itu amat kedekut.

Padahal si empunya rumah adalah orang berada yang memiliki bertan-tan beras. Halaman rumahnya luas. Di sana tersusun berkarung-karung beras hasil pertanian. Rupanya Syekh Maulana Malik Ibrahim ingin menemui si empunya rumah yang tak lain adalah salah seorang muridnya. Ia ingin menasihati muridnya agar meninggalkan sifat terkeji itu.

Orang kaya tersebut menerima dengan ramah kunjungan Syekh Malik. Dihidangkanlah jamuan yang baik bagi Syekh Malik. Sesaat berselang, datanglah seorang pengemis, perempuan tua, ke hadapan orang kaya itu.

“Tuan, saya lapar sekali, bolehkah saya minta sedikit beras,” ujar perempuan tua itu sambil menjeling beras yang berrada di halaman.

“Mana beras? Saya tidak punya beras, karung-karung itu bukan beras, tapi pasir,” ujar orang kaya itu.

Pengemis tua tertunduk sedih. Ia pun beranjak pergi dengan langkah kecewa. Kejadian itu disaksikan langsung oleh Syekh Malik. Ternyata apa yang digunjingkan orang tentang kedekut muridnya ini benar adanya. Syekh Malik bergumam dalam hati, dan iapun berdo’a. Pembicaraan yang sempat tertunda dilanjutkan kembali.

Tiba-tiba ramah-tamah antara murid dan guru itu terhenti dengan teriakan salah seorang pembantu orang kaya itu.
“Celaka tuan, celaka! Saya tadi melihat beras, ternyata beras kita sudah berubah jadi pasir. Saya periksa karung lain, isinya pasir juga. Ternyata tuan, semua beras yang ada di sini telah menjadi pasir!” Pembantu itu dengan suara bergetar melaporkan.
Orang kaya itu terkejut, segera ia beranjak dari duduknya, dihampirinya beras-beras yang merupakan harta kekayaannya itu. Ternyata benar, beras itu telah berubah menjadi pasir. Seketika tubuh orang kaya itu lemas. Ia pun bersimpuh menangis.

Syekh Malik lalu menghampirinya. “Bukankah engkau sendiri yang mengatakan bahwa beras yang kau miliki itu pasir, kenapa kau kini menangis?” Syekh Malik menyindir muridnya yang kikir itu.

“Maafkan saya Sunan. Saya mengaku salah. Saya berdosa!” Si murid meratap bersimpuh di kaki Syekh Malik.

Syekh Malik tersenyum, “Alamatkan maafmu kepada Allah dan pengemis tadi. Kepada merekalah permintaan maafmu seharusnya kau lakukan,” ujar Syekh Malik lagi.

Penyesalan yang dalam langsung menyergap orang kaya itu. Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri yang telah berbuat kezaliman. Kepada Syekh Malik ia berjanji akan mengubah semua perbuatannya. Ia mohon juga agar berasnya bisa kembali lagi seperti semula. Kekikirannya ingin ia buang jauh-jauh dan menggantinya dengan kedermawanan.

Syekh Malik kembali berdo’a, dan dengan izin Allah, beras yang telah berubah menjadi pasir itu menjadi beras kembali. Hidayah dan kekuatan yang berasal dari Allah memungkinkan kejadian itu.
Orang kaya tersebut tidak membohongi lisannya. Ia berubah menjadi dermawan, tak pernah lagi ia menolak pengemis yang datang. Bahkan ia mendirikan mushalla dan majelis pengajian serta fasilitas ibadah lainnya.

Itulah sekelumit kisah tentang Syekh Maulana Malik Ibrahim.
MAKAM MAULANA MALIK IBRAHIM
Desa Gapuro Sukolilo, Gresik, Jawa Timur GPS: -7.16018, 112.65660
Gapura berbentuk paduraksa yang menjadi salah satu jalan masuk ke dalam cungkup 
Makam Maulana Malik Ibrahim.
Kompleks Makam Maulana Malik Ibrahim yang dinaungi cukup banyak pohon-pohon kamboja dan pohon lainnya. Namun tidak terlihat ada pohon berusia tua di kompleks Makam Maulana Malik Ibrahim ini.
Cungkup Makam Maulana Malik Ibrahim dikelilingi oleh makam-makam di area terbuka yang batu nisannya kebanyakan berwarna putih. Beberapa diantaranya diberi pagar keliling terbuat dari jeruji besi. Paving block di sekitar cungkup terlihat rapi dan terawat.
Di tengah cungkup, ada tiga makam yang bahan dan warnanya hampir sama, namun dengan ornamen dan ukuran sedikit berbeda. Di ujung kiri adalah Makam Maulana Malik Ibrahim, di sebelahnya adalah makam sang isteri Syayyidah Siti Fatimah, dan di sebelahnya lagi adalah makam sang putera, Syekh Maulana Maghfur.

Di sisi depan Makam Maulana Malik Ibrahim terdapat ornamen ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis dalam huruf Arab, namun ornamen pada makam Syekh Maulana Maghfur tampak sudah terkelupas.
Pada Makam Maulana Malik Ibrahim juga terdapat tulisan dalam bahasa Arab yang berarti: “Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para Sultan dan Wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. 

Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. 

Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal 822 Hijriah.”
Sebuah lorong cukup panjang dan lebar yang berada di samping Makam Maulana Malik Ibrahim, yang tampaknya digunakan untuk menampung pengunjung ketika berlangsung acara peringatan tahunan setiap 12 Rabi’ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya.
Pada acara haul atau khol ini dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah kepada para peziarah.
Di ujung lorong kompleks Makam Maulana Malik Ibrahim ini terdapat cungkup yang di dalamnya terdapat Makam Maulana Ishak, yang adalah saudara Maulana Malik Ibrahim, dan ayah dari Sunan Giri. Di sebelahnya terdapat Makam Syekh Maulana Makhrubi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU