Laman

Selasa, 18 Februari 2014

Makam / Cungkup / Petilasan "PANGERAN DIPONEGORO"

Tapak Jejak Walisongo "Pangeran Diponegoro" 

Makam / Cungkup / Petilasan "PANGERAN DIPONEGORO"

Periodesasi Dewan Dakwah Walisongo 
Periode ke-10, 1751 – 1897 (Terakhir) terdiri dari:
dikatakan terakhir dikarenakan 
Tahun 1830 – 1900 (Majelis Dakwah Wali Songo dibekukan oleh Kolonial Belanda, dan banyak para ulama’ dari didikan atau keturunan Wali Songo yang dipenjara dan dibunuh).

Periodesasi Dewan Dakwah Walisongo 
Periode ke-10, 1751 – 1897 (Terakhir) terdiri dari:
  1. Pangeran Diponegoro ( menggantikan gurunya, yaitu: Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan)
  2. Sentot Ali Basyah Prawirodirjo, (menggantikan Syaikh Shihabuddin Al-Jawi)
  3. Kyai Mojo, (Menggantikan Sayyid Yusuf Anggawi (Raden Pratanu Madura)
  4. Kyai Kasan Besari, (Menggantikan Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani)
  5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. …
  6. Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fattah, (menggantikan kakeknya, yaitu Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir)
  7. Pangeran Sadeli, (Menggantikan kakeknya yaitu: Sultan Abulmu’ali Ahmad)
  8. Sayyid Abdul Wahid Azmatkhan, Sumenep, Madura (Menggantikan Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri)
  9. Sayyid Abdur Rahman (Bhujuk Lek-palek), Bangkalan, Madura, (Menggantikan kakeknya, yaitu: Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan)
Pangeran Diponegoro ( menggantikan gurunya, yaitu: Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan)

Makam / Cungkup / Petilasan 
"PANGERAN DIPONEGORO"
Pangeran diponegoro sengaja dihilangkankah beliau dari tanah jawa karena ketakutanya belanda dan penguasa lokal terhadap karismatik beliau?. dan kenapa petilasanya jarang disebut sebut?apa hanya gara gara beliau dijauhkan sampe ke makassar sana?

ada 3 Versi tentang dimanakah Sebenarnya P.Diponegoro dimakamkan.
(Jogjkarta,Sejarah dan Sumenep(madura))
Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 – wafat di Makassar, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Makamnya berada di Makassar.

Asal-usul Diponegoro
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo.

Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.

Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.

Riwayat Perjuangan
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.

Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.

Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden.

Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830.

Penangkapan dan pengasingan

  • 16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen, Purworejo. Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.
  • 28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.
  • 11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
  • 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado.
  • 3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam.
  • 1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan.
  • 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar.

Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh puteranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo dan Bagelen.

Ki Sodewo memiliki ibu bernama Citrowati yang meninggal dalam penyerbuan Belanda. Ki Sodewo kecil atau Bagus Singlon tumbuh dalam asuhan Ki Tembi, orang kepercayaan Pangeran Diponegoro. Bagus Singlon atau Raden Mas Singlon atau Ki Sodewo setelah remaja menyusul ayahnya di medan pertempuran. Sampai saat ini keturunan Ki Sodewo masih tetap eksis dan salah satunya menjadi wakil Bupati di Kulon Progo bernama Drs. R. H. Mulyono.

Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 17 putra dan 5 orang putri, yang semuanya kini hidup tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jawa, Sulawesi & Maluku.
krn tertangkapnya p.diponegoro, semua para pasukannya mengasingkan diri, membentuk grup-grup sendiri dan membuka lahan, agar tdk diketahui belanda

Proses Penangkapan P. Diponegoro bukan oleh orang belanda tapi belanda berhasil mengadu domba. jadi prajurit belanda itu orang indonesia. dan terkenal sakti2 cuman dari kebudayaan yg berbeda.

yang tangkep Mayoor Tololiu Herman Willem itu orang pribumi sakti juga gan dan juga pasukan ya Letnan H Supit (Nenek Moyang Tri Sutrisno), J. Kawilarang (nenek moyang Jendral Inkiriwang) dll .
nah jejak kaki ya di tanah jawa sampai sekarang masih di pakai ritual. di cilincing klo ga salah. masih banyak pemimpin Indonesia ini yang sebetulnya keturunan mereka para perajurit pribumi bentukan belanda. utk mengetahui silahkan cek daftar tentara KNIL belanda.
jadi belanda menang karena pake tentara pribumi yang juga sakti dan hasil bentukan belanda dengan mengunakan politik e vie et empera politik adu domba.
pangeran diponegoro di asingkan ke Makasar karena yg menangkap beliau memang pasukan pribumi dari timur gabungan bugis, ambon, dll.

sedangkan untuk guru spiritual beliau yg jauh lebih sakti kyai mojo di taruh di tondano. karena pimpinan pasukan pribumi dari sana. dan hampir semua pahlawan dan sultan yg melawan belanda di taruh di sana sebelumnya dikalahkan dahulu oleh pasukan pribumi.

kyai mojo sama pangeran diponegoro di pisah. karena klo mereka digabung di sana pusaka mereka bentrok dan mengakibatkan gempa.

ini beberapa saja sedikit dari daftar ulama, sultan, pahlawan indonesia yang kalah di tangan pribumi sendiri krn adu domba dan di satukan di tondano.

1. Dari Aceh. - Tengku Muhamad , panglima tentara Aceh ( 1895 ).
2. Dari Padang. - Tuanku Imam Bonjol ( 1840 ), Panglima Perang Padri.
3. Dari Palembang. 

  • Sayyid Abdullah bin Umar Assagaf ( 1880 ) , orang keturunan Arab bersama istrinya keturunan Eropah, Nelly Meiyer.
  • Gubernur Gorontalo saat ini, Fadel Mohamad salah satu kerabatnya.
  • Tjotrodininggrat ( 1844 ) juga dari Palembang, adalah saudara laki laki dari Sultan Najamuddin Palembang, dimana anak  laki lakinya Pangeran Nguren kimpoi dengan Gadis pribumi d sana.

4. Dari Banten.
    - Haji Abdulkarim,Haji Muh. Asnawi,Haji Jaffar,Haji Mardjaya(1911)
5. Dari Surakarta ( Solo ).
   - Pangeran Ronggo Danupoyo ( 1905 ), anaknya dari Sunan Pakubuwono IV – Surakarta ( Solo )
6. Dari Kalimantan.
   - Gusti Perbatasari ( 1926 ), putra Sultan dari Banjarmasin Kalimantan.
7. Dari Maluku.
   - Haji Saparua ( 1900 ) dari Maluku.

Suku sana asli kebanyakan memakai metode shaman krn terbawa dr nenek moyang mereka dr mongol dan yahudi. tapi gara2 masuk budaya barat d semua itu di anggap tabu.

Untuk pusaka pengeran diponegoro, ada di sana. beberapa orang pribumi makasar ada yg pegang. klo gw pernah liat punya Imam Bonjol ada semacam kuningan.

mungkin ini bisa menjawab kenapa pusaka mereka sperti pangeran diponegoro tidak ada di tanah jawa.

ada beberapa Versi tentang dimanakah Sebenarnya P.Diponegoro dimakamkan.
(Ujungpandang,Jogjkarta,Sejarah dan Sumenep(madura) dan mungkin ada lagi walau hanya petilasan yang dianggap makam beliau)

Sesudah Perang Diponegoro pada 1825-1830, apakah Diponegoro tetap bertapa di Gua Selarong, atau memang diajak berunding oleh Belanda, lalu ditipu, ditusuk dengan bayonet oleh tentara Belanda, ditangkap lalu dibuang ke Maluku, kemudian ke Sulawesi Utara akhirnya ditahan di Benteng Rotterdam di Ujung Pandang?

Makam Pangeran Diponegoro di Makasar
Makam Pangeran Diponegoro  Makassar, Sulawesi Selatan (Ujung Pandang)

PANGERAN Diponegoro adalah pahlawan nasional berasal dari Jawa Tengah. Namun bumi Jawa sendiri tidak “memiliki” tubuhnya. Karena tubuh orang yang telah mengobarkan Perang Jawa itu dimakamkan di Kota Makassar.


Kompleks makam Pangeran Diponegoro merupakan bangunan sederhana. Terdiri dari pintu gerbang, pendopo, dan 66 bangunan makam. Diklasifikasi menjadi dua makam ukuran besar, 25 makam ukuran sedang, dan 39 makam ukuran kecil. Makam-makam tersebut adalah makam Diponegoro dan istrinya, 6 orang anaknya, 30 orang cucu, 19 orang cicit, dan 9 orang pengikutnya.
Pangeran Diponegoro: hidup sengsara di penjara
Prof. Dr. Darmawan Masoed : Belanda ingin menghancurkan kharisma Diponegoro.
Prof. Darmawan Masoed yang juga mahaguru pada Universitas Negeri Makassar,makin mempercayai bukti dari para pengikut Pangeran Diponegoro yang masih hdiup di Maluku, Sulawesi Utara (Tondano) dan Makassar.  

Bahkan ia sempat membaca naskah Perang Diponegoro yang ditulis oleh Pangeran Diponegoro sendiri, walaupun ia meragukan keasliannya, karena kertasnya nampak lebih baru, dan tulisannya lebih halus dibandingkan dengan naskah-naskah yang ada di Yogyakarta atau Magelang.

Naskah ini masih berada di tangan cucu Pangeran Diponegoro, Jusuf Diponegoro, yang kini menjadi juru kunci Makam Diponegoro dan keluarga serta para pengikutnya.

Kuatir Masih Berbahaya Sesudah Pangeran Diponegoro dibuang ke Maluku, Belanda merasa Pangeran Diponegoro masih terlalu berbahaya, sehingga ia dan keluarganya serta beberapa pengikutnya dibuang lagi ke Sulawesi Utara.  Tetapi itu pun tidak lama karena Belanda masih tetap curiga dan ingin menjauhkan Pangeran Diponegoro dari para pengikutnya.  Itulah sebabnya Pangeran Diponegoro dan keluarganya dibuang lagi ke Makassar dan ditahan di Fort Rotterdam.
benteng Fort Rotterdam
Di dalam benteng yang sebagian sudah beralih fungsi menjadi kantor pemerintahan ini, terdapat museum La Galigo, tarif masuknya sebesar Rp. 5.000
Sudut ruang tahanan Pangeran Diponegoro
Bilek tahanan Pangeran Diponegoro di Fort Rotterdam
Pangeran Diponegoro yang dijebak saat mengikuti perundingan damai, ditangkap dan dibuang ke Manado untuk selanjutnya dipindahkan ke Fort Rotterdam hingga akhir hayatnya.
Untuk tau lebih lanjut seputar benteng Fort Rotterdam, silahkan kunjungi "Klik Here
Pintu Masuk Benteng
Lorong-lorong di sekeliling benteng & Lorong-lorong di sekeliling benteng
Sudut-sudut komplek benteng Museum La Galigo
Komplek benteng La Galigo

Sangat Menyedihkan Setelah agak aman barulah Belanda memberikan sedikit kelonggaran, kemudian memberikan tempat di salah satu rumah di lorong Jalan Irian sekarang.  "Kehidupan Pangeran Diponegoro seperti dituturkan orang," kata Prof. Darmawan, "sangat menyedihkan."
Uzur dan Mengkhusukkan Diri pada Tuhan Kehidupan Pangeran Diponegoro sendiri hanya menjuruskan diri kepada Allah untuk dirinya, tanpa memberikan ajaran kepada keluarga dan pengikutnya.

Kehidupan Sosial dan EkonomiTetapi para pengikut dan keluarga Pangeran Diponegoro ini melakukan perkawinan dengan bangsawan Makassar, walaupun kemudian karena keadaan ekonomi, mereka akhirnya juga bergaul dengan orang kebanyakan.

Tetap Dihormati Mereka masih diterima oleh para bangsawan Makassar karena mereka juga sangat menghormati Pangeran Diponegoro sebagai tokoh pahlawan, yang setara dengan Pangeran mereka, Sultan Hasanuddin.
Makam pangeran Diponegoro, makam diponegoro terletak di Jalan Diponegoro Makasar
Makam Pangeran Diponegoro beserta Istri
Pendopo Peristirahatan Terakhir Pangeran Diponegoro & 
Gerbang Koplek Makam Pangeran Diponegoro
Makam Pahlawan Diponegoro : Di sini isteri anak-anak dan keturunannya dikubur.

Dari percampuran dan perkembangan keluarga Diponegoro di Makasar ini terdapat 100 orang yang masih terikat oleh Pangeran Diponegoro di empat Kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu : 
Kabupaten Goa (10 km dari Ujung Pandang), Kabupaten Takalar (60 km dari Ujung Pandang), Maros (40 km dari Ujung Pandang_ dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan (65 km dari Ujung Pandang).

Bukan Diponegoro, Tapi Serupa Diponegoro Tetapi pihak pengikut Pangeran Diponegoro yang berada di Yogyakarta dan Magelang tetap berpegang pada pendapat yang mengatakan, bahwa sesudah perang, Pangeran Diponegoro kembali bertapa di Gua Selarong sampai meninggalnya. "Bahkan ada orang yang percaya, bahwa Pangeran Diponegoro sampai sekarang masih tetap hidup," kata Prof. Dr. Darmawan Masoed mahaguru pada Program Pasca Sarjana di Universitas Hasanuddin. 

Orang yang ditangkap untuk diajak berunding itu adalah orang yang diserupakan atau menyerupai Pangeran Diponegoro. Menjatuhkan Kharisma PemimpinAlasan utamanya adalah Pihak Belanda ingin menghancurkan kharisma Pangeran Diponegoro, sedang di pihak Pangeran Diponegoro adalah mempertahankan kharisma seorang pemimpin, yang dianggap bukan hanya sekuler tetapi juga pemimpin Agama (Sayidin Panotogomo).

Bukti Para Pengikut Diponegoro

Makam Pangeran Diponegoro di JOGJAKARTA
Di Lingkup Masjid Patok Negoro Ada di Sleman? 
Sedikit Mengulas tentang Nama Masjid PATOK NEGORO di jogjakarta 

Masjid Sulthoni Plosokuning merupakan satu dari empat buah masjid Pathok Negoro Ngayogjakarta Hadiningrat. Lokasi masjid ini berada di Ploso Kuning (batas utara), Mlangi (batas barat), Kauman Dongkelan (batas selatan), dan Babadan (batas timur).

Masjid Sulthoni Plosokuning berada di Jl. Plosokuning Raya No. 99, desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan menempati area sebesar 2.500 meter persegi tanah milik kasultanan Yogyakarta, dengan luas bangunan seluas 288 meter persegi pada saat dibangun dan mengalami pengembangan hingga saat ini menjadi 328 meter persegi.




Sejarah Berdirinya Dusun Plosokuning

Masjid Pathok Negoro ”Sulthoni” berlokasi di Jl. Plosokuning Raya Nomor 99, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Masjid Pathok Negoro ini berdiri di atas lahan seluas 2.500 m2 dengan bangunan utama seluas 328 m2. Di antar Masjid Pathok Negoro lainnya Masjid Pathok Negoro Plosokuning ini yang masih menjaga kelestarian bangunan kunonya sehingga dinobatkan menjadi cagar budaya oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI.


Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning
Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning bermula dari riwayat Amangkurat IV sebagai Raja Mataram Islam yang memerintah pada tahun 1719-1727 M. Beliau memiliki tiga orang putra yakni, Raden Mas Ichsan, Pangeran Adipati Anom, serta Pangeran Mangkubumi. Pangeran Adipati Anom menjadi Raja dengan gelar Pakubuwono II dengan ibu kota Surakarta Hadiningrat (1727-1749 M). Sesudah terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M, Pangeran Mangkubumi (saudara muda Pakubuwono II) diangkat menjadi Raja Ngayogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I dengan ibu kota Ngayogyokarto Hadiningrat (1755-1792 M).

Raden Mas Ichsan (kakak kandung Sunan Pakubuwono II dan Sultan Hamengkubuwono I) menjadi ulama bergelar Kyai Nur Iman bertempat di Gegulu yakni sebuah desa di bagian Selatan Kulonprogo. Beliau kemudian hijrah untuk mengajar dan mendirikan pondok pesantren untuk mengembangkan Islam di desa Mlangi. Kyai Nur Iman mempunyai beberapa putra yaitu Raden Mursada dan Raden Nawawi.

Raden Nawawi menjadi Abdi Dalem Pathok Negara I Mlangi. Sedangkan Raden Mursada yang berputra Raden Mustafa dengan pangkat Abdi Dalem Pathok Negara yang berkedudukan di desa Plosokuning dengan bergelar Kyai Hanafi I. Raden Mustafa adalah guru spiritual dari Sri Sultan Hamengkubuwono III. Kemudian pada masa pemerintahan Hamengkubuwono III dibangunlah Masjid Pathok Negoro Plosokuning sebagai rasa hormat kepada sang guru. Dan juga sebagai dasar hukum agama atau yang memberi nasehat spiritual bagi Sang Raja. Ada juga sumber yang mengatakan bahwa Raden Mustafa juga sebagai guru agama dari Pangeran Diponegoro putra dari Sultan Haengkubuwono III.

Nama Plosokuning sendiri di ambil dari nama sbuah pohon ploso yang mempunyai daun berwarna kuning yang terdapat di sebelah timur masjid. Dari pohon itu juga sekarang dijadikan nama Desa Plosokuning. Sebagai salah satu masjid pathok Negoro, di masjid Plosokluning juga ditempatkan abdi dalem kemasjidan. 

Abdi dalem yang menjalankan tugas di masjid Plosokuning adalah Raden Zamakhsari sebagai Khotib, Raden Muhammad Baghowi sebagai Muadzin, Raden Mulyoharjo sebaga Jajar Jama’ah, Raden Suprobo sebagai Jajar Ulu-ulu, dan Raden Yusuf sebagai Jajar Marbot.
Arsitektur Bangunan
Masjid Pathok Negoro Plosokuning di dirikan setelah Masjid Agung Yogyakarta. Sehingga arsitekturnya mirip dengan Masjid Agung Yogyakarta sebagai bagian dari Kraton Yogyakarta. Persamaan ini dipengaruhi dengan adanya kolam, bedug, mighrob, dan atap masjid. Masjid Pathok Negoro mempunyai ciri khas di bagian atap yang berbentuk tajuk tumpang dua. Makhota Masjid juga mempunyai kesamaan terbuat dari tanah liat. Ciri-ciri lain yang terdapat di Masjid ini adalah terdapatnya pohon sawo kecik yang berukuran raksasa yang terdapat di halaman masjid, kolam yang mengelilingi masjid, serta serambi masjid yang berbentuk joglo.

Pada bagian lantai masjid dahulu diplester biasa dengan menggunakan semen merah, kemudian pada tahun 1976 lantai masjid ini diganti dengan tegel biasa. Begitu juga dengan daun pintu dan temboknya dilakukan penggantian pada tahun 1984. Dulu tembok dinding masjid setebal 2 batu, namun karena terkikis terus menerus sekarang tinggal 1 batu. Dahulu pintu masjid hanya ada satu dan sangat rendah yang menyebabkan ruang masjid menjadi gelap. Pintu yang rendah ini dimaksudkan agar setiap orang yang masuk masjid hendaknya menunduk dan menunjukkan rasa tatakrama serta sopan santun terhadap masjid. Semua penambahan dan perbaikan bangunan pada masjid, terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari Sinuhun Kanjeng yang berada di kraton, baik mengenai bentuk dan modelnya.
Di depan masjid terdapat dua kolam dengan kedalaman 3 meter. Setiap orang yang akan memasuki masjid harus bersuci terlebih dahulu di kolam itu. Makna lain dari 2 kolam ini adalah apabila kita menuntut ilmu haruslah sedalam-dalamnya.

Tahun 2000 Masjid Plosokuning mengalami renovasi pada 4 tiang utama dan beberapa elemen lainnya. Pada tahun 2001, masjid ini kembali mengalami renovasi pada bagian serambi dan tempat wudhu. Renovasi ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY. Pada tahun tersebut masyarakat secara swadaya juga mengganti lantai tegel masjid dengan keramik, memasang konblok di halaman serta mendirikan menara pengeras suara.
Lihat Masjid Sulthoni Plosokuning di peta yang lebih besar

Makam / Cungkup / Petilasan 
"PANGERAN DIPONEGORO" di Jogjakarta
Sejarah mencatat Pangeran Diponegoro dimakamkan di Kampung Jawa, Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 di usia 69 tahun. Namun, sebagian masyarakat Yogyakarta mempercayai Pahlawan Nasional itu dimakamkan di area Masjid Patoknegoro, Sleman.

Penjaga Masjid Patoknegoro, Supriyadi, menuturkan, masyarakat setempat mempercayai bahwa Diponegoro dimakamkan di area masjid.

Menurutnya, sosok yang ditahan pada masa penjajahan Belanda itu bukan merupakan Pangeran Diponegoro, melainkan orang lain. Jadi saat akan ditangkap, Diponegoro ditukar dengan orang lain, lalu diungsikan. Hingga akhirnya menutup usia dan dimakamkan di Area Masjid Patoknegoro.

 "Ini cerita turun-menurun dari orangtua. Dipercaya ada makam Pangeran Diponegoro di sini, bukan di Makassar. Jadi, dipercaya waktu itu Pangeran Diponegoro melarikan diri dari kejaran Belanda, jadi yang ditangkap itu bukan Pangeran Diponegoro," ujar Supriyadi saat dijumpai Liputan6.com, di Masjid Patoknegoro, Sabtu (13/8).

Selain itu, lanjut Supriyadi, makam Pangeran Diponegoro ini selalu ramai dikunjungi masyarakat yang ingin berziarah. "Tidak ada waktu-waktu tertentu, selalu ramai hampir setiap harinya," tuturnya.

Menurut sejarah, Pangeran Diponegoro yang lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 ini meninggal dunia di Makassar, Sulawesi Selatan pada 8 Januari 1855 di usia umur 69 tahun. Pahlawan nasional Republik Indonesia ini dimakamkan di Kampung Jawa, Makassar, Sulawesi Selatan.

Sedangkan Masjid Patoknegoro adalah sebutan bagi lima buah masjid Keraton Yogyakarta (Masjid Ploso Kuning, Masjid Mlangi, Masjid Babatan, Masjid Wonokromo, dan Masjid Dongkelan). Keberadaan kelima masjid ini merupakan satu hal yang khas karena tidak dijumpai di kasunanan/Keraton yang ada di Jawa. Istilah Patok Negoro berasal dari dua kata yaitu Pathok (patok) dan Negara (nagoro).

Di dalam istilah bahasa Jawa, patok adalah kayu atau bambu yang ditancapkan sebagai tetenger/tanda yang tetap. Sedangkan negoro adalah kota tempat tinggal raja. Jadi Patok Negoro adalah sebuah tanda kekuasaan raja dan tanda tersebut tidak dapat diubah.

Makam / Cungkup / Petilasan "PANGERAN DIPONEGORO" di asta tinggi SUMENEP MADURA
Pangeran diponegro Makamnya di samping makam asta tinggi SUMENEP MADURA
makam seorang tokoh yg di sebut sebagai guru spiritual pangeran diponegoro.

bagi mereka yg mempercayainya terutama masyarakat madura..inilah makam pangeran diponegoro yg asli. Sebelum diasingkan beliau diselamatkan sultan sumenep dan disamarkan di madura.
makamnya terletak di samping makam asta tinggi...
Makam Pangeran Diponegoro di Sumenep Madura

Keberadaan Makam pangeran dipenogoro di belakang kompleks makam Asta Tinggi sampai saat ini masih menjadi perdebatan dikalangan masyarakat. Namun sebagain masyarakat Sumenep percaya bahwa makam sang pahlawan nasional ini memang benar-benar berada di Negeri Sungenep. 

"Abdul Hamid Pangeran Diponegoro Ontowiryo Amirul Mu'minin Sayidin Sido Ing Topo Panotogomo " Nama Pangeran Diponegoro ( Raden Mas Ontowiryo ) sempat mengemuka dan mengelinding di Masyarakat Sumenep, sekitar tahun 1987, keberadaan makam tersebut di belakang area kompleks pemakaman Asta Tinggi, tepatnya di sebelah utara asta induk. 

DR. Amin Budiman dalam acara Seminar Sejarah Pangeran Diponegoro yang diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro Semarang, memaparkan bahwa sejarah tertangkapnya Diponegoro oleh Jenderal De Kock yang selama ini diyakini keberadaannya di Makasar Ujung Pandang , perlu dipertanyakan kembali seperti yang ditulis dalam " Babad Diponegoro " maupun " Kidung Kebo ". 

DR. Amin Budiman juga memaparkan , bahwa apabila diperhatikan beberapa sumber lain dan prasasti yg ada di Sumenep membenarkan keberadaan Makam Pangeran Diponegoro berada di Pojok Belakang Luar Area Komplek Pemakaman Asta Tinggi. 

Pangeran Diponegoro ( Raden Mas Ontowiryo ) dilahirkan tanggal 1 November 1785 putera Sultan Hamengku Buwono III dari hasil perkawinannya dengan Mangkorowati asal Bangkalan trah dari Pangeran Cakraningrat III.

Pangeran Dipnegoro mempunyai dua orang isteri antara lain R. Ayu Ratna Ningsih dari Pamekasan dan Raden Ajeng Uluhiyah ( Slowijo ) dari Sumenep Putri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I. 

Sedikit cuplikan dari buku Tjarèta Naghârâ Songennep : – Handelingen – Kartasoedirdja – Taal land en volkonkuude van java – 1919 (halaman 21)” : 

“Kaotja’a radji patmèna Soltan èngghâpanèka pottrèna Kyaè Adipati Soeroadimenggolo, Boepatè Samarang ; mèlaèpon nalèka perrang Dhipanaghârâ, serrèng Kandjeng Soltan aperrang sareng bhâlâ-bhâlâna dhibi’ dâri Samarang, sè padâ noro’ dâ’ Pangèran Dhipanaghârâ.
Abiddhâ Kandjeng Soltan Songennep sè aperrang è Djhoekdjakarta 19 boelân, pas ghoebhâr ka Songennep. Dhinèng bhâlâ pandjhoeriddhâ èdhingghâl è Djhoekdjâ kantos saoboessa perrang. Sè dhâddhi kapalana pandjhoerit Songennep èngghâpanèka tra-pottrana kandjeng Soltan, bânnja’na kaempa :
1. Pangèran Koesoema Senaningalaga, Kolonel Commandant pandjhoerit Songennep, 
2. Pangèran Koesoema Sinrangingrana, Luitenant Kolonel Infanterie,
3. Pangèran Koesoema Soerjaningjoeda, Majoor Artilerie (èsebboet Pangèran Marijem ),
4. Pangèran Tjandranimprang, Majoor Cavalerie.
Abiddhâ perrang è Djhoekdjakarta 5 taon, oboessa ètaon 1830. Pangèran Dhipanaghârâ èallè dâ’ Songennep ................ “

Salah seorang permaisuri beliau (Raden Abdurrahman Pangeran Natanegara R. Aryo Tirtadiningrat Pangeran Pakunataningrat I Sultan Natakusuma II) adalah Raden Ayu Siti Khatijah putri dari Kanjeng Kiyai Raden Daeng Mertamenggala II Demang Gemulak Kiyai Aryo Suroadimenggolo (Bupati Semarang) yang juga adalah kerabat dekat Pangeran Diponegoro. Jadi Sultan Abdurrahman masih ipar dari Pangeran Diponegoro. 

Sultan Abdurrahman pernah memberi wasiat kepada keturunan dan para sentana keraton Songennep, dg memberikan nama kepada para penjaga Asta Tinggi seperti Kaji Sèngnga, Kaji Buddhi, Kaji Nangger, Kaji Makam, Kaji Jhâjâbângsa, Kaji Jhâjâaddur, Kaji Sekkar, dan Kaji Langghâr. Bilama nama-nama tersebut dirangkai dirangkai maka akan terjadi suatu kalimat yg berbunyi sebagai berikut :

 “Sènga’ sopajâ èkatao-è, jhâ’ è buḍina Asta tèngghi arèya baḍa bungkana nanggher, è seddhi’na nanggher bâḍâ kobhurânna orèng sè abillai kajhâjâ-ân bhângsa tor abhillai agâma. Ngarep sopajâ èsekkarè (diziarahi), mon ta’ sempat, kèbâ kèyaè soro duwâ’âghi”. (Sejarah Sumenep, 2003;181-182). 

Kalimat tsb. memang menjadi tanda tanya bagi para generasi (yg mengetahuinya) masa kini, apa maksud yg sebenarnya. Karena konon yg mengajak Pangeran Diponegoro ke Sumenep adalah Sultan Abdurrahman. 

Pustaka : 

  • Tjarèta Naghârâ Songennep – Handelingen – Kartasoedirdja – Taal land en volkonkuude van java – 1919 (halaman 21) 
  • Lintasan Sejarah Sumenep dan Asta Tinggi Beserta Tokoh dh Dalamnya , Hal 57 - 64. Bindara Akhmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU