Laman

Selasa, 18 Februari 2014

Legenda Masjid Patok Negoro Plosokuning - Jogjakarta

Tapak Jejak Walisongo "Pangeran Diponegoro"  

Legenda Masjid Patok Negoro Plosokuning - Jogjakarta

Masjid Sulthoni Plosokuning merupakan satu dari empat buah masjid Pathok Negoro Ngayogjakarta Hadiningrat. Lokasi masjid ini berada di Ploso Kuning (batas utara), Mlangi (batas barat), Kauman Dongkelan (batas selatan), dan Babadan (batas timur).

Masjid Sulthoni Plosokuning berada di Jl. Plosokuning Raya No. 99, desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan menempati area sebesar 2.500 meter persegi tanah milik kasultanan Yogyakarta, dengan luas bangunan seluas 288 meter persegi pada saat dibangun dan mengalami pengembangan hingga saat ini menjadi 328 meter persegi.




Sejarah Berdirinya Dusun Plosokuning

Masjid Pathok Negoro ”Sulthoni” berlokasi di Jl. Plosokuning Raya Nomor 99, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Masjid Pathok Negoro ini berdiri di atas lahan seluas 2.500 m2 dengan bangunan utama seluas 328 m2. Di antar Masjid Pathok Negoro lainnya Masjid Pathok Negoro Plosokuning ini yang masih menjaga kelestarian bangunan kunonya sehingga dinobatkan menjadi cagar budaya oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI.


Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning
Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning bermula dari riwayat Amangkurat IV sebagai Raja Mataram Islam yang memerintah pada tahun 1719-1727 M. Beliau memiliki tiga orang putra yakni, Raden Mas Ichsan, Pangeran Adipati Anom, serta Pangeran Mangkubumi. Pangeran Adipati Anom menjadi Raja dengan gelar Pakubuwono II dengan ibu kota Surakarta Hadiningrat (1727-1749 M). Sesudah terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M, Pangeran Mangkubumi (saudara muda Pakubuwono II) diangkat menjadi Raja Ngayogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I dengan ibu kota Ngayogyokarto Hadiningrat (1755-1792 M).

Raden Mas Ichsan (kakak kandung Sunan Pakubuwono II dan Sultan Hamengkubuwono I) menjadi ulama bergelar Kyai Nur Iman bertempat di Gegulu yakni sebuah desa di bagian Selatan Kulonprogo. Beliau kemudian hijrah untuk mengajar dan mendirikan pondok pesantren untuk mengembangkan Islam di desa Mlangi. Kyai Nur Iman mempunyai beberapa putra yaitu Raden Mursada dan Raden Nawawi.

Raden Nawawi menjadi Abdi Dalem Pathok Negara I Mlangi. Sedangkan Raden Mursada yang berputra Raden Mustafa dengan pangkat Abdi Dalem Pathok Negara yang berkedudukan di desa Plosokuning dengan bergelar Kyai Hanafi I. Raden Mustafa adalah guru spiritual dari Sri Sultan Hamengkubuwono III. Kemudian pada masa pemerintahan Hamengkubuwono III dibangunlah Masjid Pathok Negoro Plosokuning sebagai rasa hormat kepada sang guru. Dan juga sebagai dasar hukum agama atau yang memberi nasehat spiritual bagi Sang Raja. Ada juga sumber yang mengatakan bahwa Raden Mustafa juga sebagai guru agama dari Pangeran Diponegoro putra dari Sultan Haengkubuwono III.

Nama Plosokuning sendiri di ambil dari nama sbuah pohon ploso yang mempunyai daun berwarna kuning yang terdapat di sebelah timur masjid. Dari pohon itu juga sekarang dijadikan nama Desa Plosokuning. Sebagai salah satu masjid pathok Negoro, di masjid Plosokluning juga ditempatkan abdi dalem kemasjidan. 

Abdi dalem yang menjalankan tugas di masjid Plosokuning adalah Raden Zamakhsari sebagai Khotib, Raden Muhammad Baghowi sebagai Muadzin, Raden Mulyoharjo sebaga Jajar Jama’ah, Raden Suprobo sebagai Jajar Ulu-ulu, dan Raden Yusuf sebagai Jajar Marbot.
Arsitektur Bangunan
Masjid Pathok Negoro Plosokuning di dirikan setelah Masjid Agung Yogyakarta. Sehingga arsitekturnya mirip dengan Masjid Agung Yogyakarta sebagai bagian dari Kraton Yogyakarta. Persamaan ini dipengaruhi dengan adanya kolam, bedug, mighrob, dan atap masjid. Masjid Pathok Negoro mempunyai ciri khas di bagian atap yang berbentuk tajuk tumpang dua. Makhota Masjid juga mempunyai kesamaan terbuat dari tanah liat. Ciri-ciri lain yang terdapat di Masjid ini adalah terdapatnya pohon sawo kecik yang berukuran raksasa yang terdapat di halaman masjid, kolam yang mengelilingi masjid, serta serambi masjid yang berbentuk joglo.

Pada bagian lantai masjid dahulu diplester biasa dengan menggunakan semen merah, kemudian pada tahun 1976 lantai masjid ini diganti dengan tegel biasa. Begitu juga dengan daun pintu dan temboknya dilakukan penggantian pada tahun 1984. Dulu tembok dinding masjid setebal 2 batu, namun karena terkikis terus menerus sekarang tinggal 1 batu. Dahulu pintu masjid hanya ada satu dan sangat rendah yang menyebabkan ruang masjid menjadi gelap. Pintu yang rendah ini dimaksudkan agar setiap orang yang masuk masjid hendaknya menunduk dan menunjukkan rasa tatakrama serta sopan santun terhadap masjid. Semua penambahan dan perbaikan bangunan pada masjid, terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari Sinuhun Kanjeng yang berada di kraton, baik mengenai bentuk dan modelnya.
Di depan masjid terdapat dua kolam dengan kedalaman 3 meter. Setiap orang yang akan memasuki masjid harus bersuci terlebih dahulu di kolam itu. Makna lain dari 2 kolam ini adalah apabila kita menuntut ilmu haruslah sedalam-dalamnya.

Tahun 2000 Masjid Plosokuning mengalami renovasi pada 4 tiang utama dan beberapa elemen lainnya. Pada tahun 2001, masjid ini kembali mengalami renovasi pada bagian serambi dan tempat wudhu. Renovasi ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY. Pada tahun tersebut masyarakat secara swadaya juga mengganti lantai tegel masjid dengan keramik, memasang konblok di halaman serta mendirikan menara pengeras suara.

Lihat Masjid Sulthoni Plosokuning di peta yang lebih besar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU