Laman

Selasa, 18 Februari 2014

Legenda Tancapan tongkat sang Pangeran Diponegoro di bukit menoreh

Tapak Jejak Walisongo "Pangeran Diponegoro"  

Legenda Tancapan tongkat sang Pangeran Diponegoro di bukit menoreh

Legenda Tancapan tongkat sang Pangeran Diponegoro di bukit menoreh
Ketika melakukan perjalanan dari Selarong ke arah barat, Pangeran Diponegoro beserta para prajuritnya menyusuri pegunungan Menoreh dan istirahat sejenak di tengah hutan sebelum memanjat bukit Banyak Angrem. 
Dari "Banyak Angrem"Banyak Angrem
Pemandangan di atas bukit Banyak Angkrem
DSC01335
Bukit pegunungan menoreh yang lebih dikenal dengan nama bukit Banyak Angkrem (Bahasa Indonesia: Angsa sedang mengeram). Ketinggiannya kurang lebih 1400 mdpl.
Di situlah Pangeran menancapkan sebatang tongkat kayu untuk menambatkan tali kuda.  Sebelum melanjutkan perjalanan, Diponegoro memerintahkan dua prajuritnya untuk tinggal di situ dan mendirikan rumah persinggahan. Mereka adalah Saleh alias Kiai Raji dan Demang alias Kiai Sampir. Yang kelak dikenal dengan sebutan Simbah Saleh Kiai Raji dan Simbah Demang Kiai Sampir. 

Sebagai tanda kesetiaan dua prajurit itu, Diponegoro member sebuah ikat kepala untuk Saleh dan sebuah jubah beserta ikat pinggang kepada Demang. Usai memberi amanat tersebut, beliau beserta prajuritnya melanjutkan perjalanan. 

Oleh Saleh bekas tancapan tongkat itu ditanami pohon Blongkang yang kemudian karena mati diganti pohon beringin. Haryono yang merupakan keturunan ke-6 Simbah Saleh Kiai Raji.

Kedua prajurit itulah yang menjadi cikal bakal penduduk Kalipucung. Makam keduanya masih terawat baik di dusun itu hingga sekarang. Setiap bulah Ruwah pada kelender Jawa, penduduk setempat melakukan upacara Nyadran untuk mendoakan arwah nenek moyang mereka.

Petilasan itu kini memang jarang dikunjungi, namun penduduk setempat tetap merawat semampunya. Dengan gotong royong petilasan itu mereka pagari dengan tembok. Hal ini karena belum pernah ada bantuan apa pun dari pemerintah atau dinas terkait. Menurut Haryono karena tidak ada bukti tertulis yang menjelaskan tentang petilasan tersebut. Memang nenek moyang mereka tidak meninggalkan catatan atau buku-buku sejarah petilasan itu. Namun demikian mereka sebagai keturunannya tetap merawat dan menuturkan sejarah ini secara turun-temurun.


Haryono bersama istri dan putra sulungnya merantau di wilayah Kotawaringin Kalimantan Tengah. Dia hanya pulang setiap menjelang Nyadran di tanah kelahirannya. Sehingga para peziarah yang datang ke makam prajurit Diponegoro itu belum tentu bertemu dan mendengarkan kisah petilasan Pangeran Diponegoro tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU