Majapahit
PENDEWAAN TOKOH-TOKOH PENTING MAJAPAHIT
PENDEWAAN TOKOH-TOKOH PENTING MAJAPAHIT
Majapahit penuh misteri, Majapahit menampilkan berjuta budaya asli, Majapahit perlu diluruskan dari berbagai macam penyesatan yang ada.
Baik tanah candi maupun arcanya diberkahi oleh pendeta Jnyanawidi. Piagam penanggungan 1296 M serta piagam Kertarajasa 1305 M, memuji-muji kecantikan puteri Gayatri (puteri bungsu raja Kertanegara), dan oleh karenanya paling dikasihi oleh raja Kertarajasa (raja Majapahit pertama). Atas petunjuk-petunjuk di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mungkin sekali arca Dewi Prajnyaparamita adalah merupakan arca puteri Gayatri (Rajapatni) yang dahulunya di letakkan di Candi Prajnyaparamita Puri di Bayalangu (Tulungagung).
Candi Gayatri adalah reruntuhan candi Hindu-Budha yang berada di dusun Boyolangu, kalurahan Boyolangu, kecamatan Boyolangu, kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Pada bagian tangga batu candi ini terdapat tulisan angka 1289 Ç (1367 M) dan 1291 Çaka (1369 M), yang kemungkinan dipakai untuk menandai tahun pembuatan dari Candi Gayatri, yaitu pada zaman kerajaan Majapahit.
Di dalam kawasan candi ini terdapat satu candi induk dan dua candi perwara di sebelah selatan dan utaranya. Candi induk berukuran 11,40 m x 11,40 m, mempunyai arca Gayatri (arca wanita dari ratu Sri Rajapatni, nenek dari raja Hayam Wuruk)) dengan panjang 1,1 m, lebar 1 m dan tinggi 1,2 m. Pada candi perwara di sebelah selatan terdapat arca Nandi, arca Dwarapala dan arca Mahisasura Nandini. Pada candi perwara di sebelah utara terdapat dua patung yoni yang disangga oleh kepala naga, arca Ganesa dan sebuah patung Jaladwara.
Prajnyaparamita adalah merupakan salah satu aspek seorang 'bodhisatwa' yang disebut paramita. Arti harafiahnya adalah : 'kesempurnaan dalam kebijaksanaan' yang merupakan salah satu dari enam atau sepuluh sifat transendental manusia. Istilah Dewi Pradjnyaparamita merujuk kepada personifikasi atau perwujudan konsep kebijaksanaan sempurna, yakni dewi kebijaksanaan transendental dalam aliran Budha Mahayana.
Potongan arca yang tersisa di Candi Prajnyaparamita-puri
Arca itu berukuran panjang 1,1 m, lebar 1 m dan tinggi 1,2 m.
Kronogram Candi Gayatri
Sebagai kelanjutan dari kerajaan Singasari, maka pada jaman kerajaan Majapahit terjadi pembauran antara pemujaan arwah leluhur dengan agama Hindu/Budha, sehingga sudah menjadi adat kebiasaan bahwa anggota keluarga kerajaan yang telah mangkat kemudian dicandikan, diperdewa dan arca pendewaannya diletakkan di dalam suatu candi makam, yang di dalam kitab Negarakertagama dikenal adanya dua puluh-tujuh candi makam yang diantaranya adalah candi Prajnyaparamita puri (candi Gayatri) di atas.
Sri Kertarajasa Jayawardhana (Raden Wijaya) sebagai pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Majapahit juga diperdewakan sebagai Hari-hara, suatu sinkretisma antara Siwa dan Wisnu dan dicandikan di candi Simping (Blitar). Arcanya sangat bagus, berupa seorang bangsawa bermahkota, bertangan empat, tangan kanannya yang atas memegang terompet tutup kerang, berpakaian kebesaran, berkain dengan aneka ragam pola batik. Adanya empat tangan dan terompet tutup kerang jelas menunjukkan bahwa arca tersebut merupakan kombinasi antara Siwa dan Wisnu yang disebut Hari-hara.
Apa sebabnya pada arca tersebut dibubuhkan ciri Wisnu, sedangkan raja Kertarajasa (Raden Wijaya) jelas-jelas memeluk agama Siwa ? Mungkin sekali arca tersebut dibuat untuk memperingati jasa Kertarajasa (Sanggramawijaya) yang mampu merebut kembali kekuasaan pada tahun 1293 M dari tangan Jayakatwang yang dianggap sebagai perusak dunia. Dalam hal yang demikian ini Wisnu sebagai penjaga dunia, konon menitis ke dalam jiwa Sanggramawijaya yang berjaya membasmi Jayakatwang.
Di bawah ini adalah gambaran Candi Simping (candi pendharmaan Sanggramawijaya) yang terletak di Desa Sumberjati, Blitar.
Candi Simping (Candi Sumberjati)
Candi Simping merupakan salah satu bukti pentingnya kawasan Blitar bagi raja-raja jawa Majapahit. Candi ini merupakan candi yang terkemuka dan penting, karena merupakan tempat pendharmaan Kerta Rajasa Jaya Wardhana (Raja Majapahit yang pertama). Candi ini juga tercatat pernah dikunjungi dan direnovasi oleh Hayam Wuruk saat memuliakan leluhurnya yang tidak lain adalah Kerta Rajasa (Raden Wijaya). Keterangan tersebut diriwayatkan dalam Negara Krtagama pada wirama 47 bait ke 177 dan wirama 61 serta 62.
Wirama 47 bait 177 meriwayatkan mangkatnya Kerta Rajasa pada tahun Matryaruna 1231 Saka (1309 M) yang kemudian didharmakan di Antah Pura sebagai Budha dan di Candi Simping sebagai Siwa.Wirama 61 dan 62 meriwayatkan mengenai kunjungan Hayam Wuruk ke Blitar (1283 Saka/ 1361 M) untuk nyekar ke Palah selanjutnya ke Lodoyo dan memperbaiki candi leluhur (Candi Simping) yang telah bergeser ke barat.
Saat ini secara administratif Candi Simping terletak di Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Oleh karenanya candi ini disebut juga sebagai Candi Sumberjati. Secara umum kondisi candi ini telah runtuh hanya menyisakan pondasi beserta batu-batu candi yang ditata sedemikian rupa.
Memang keadaan Candi Simping sudah runtuh, namun jika dicermati akan nampak keindahan yang istimewa pada candi ini. Keistimewaan itu adalah ukiran-ukiran reliefnya yang begitu indah dan mendetail. Keindahan relief-reliefnya menggambarkan begitu tingginya seni pahat pada era Majapahit. Selain relief-reliefnya yang memukau, candi ini memiliki beragam motif kala yang unik.
Reruntuhan Candi Simping di Sumberjati
Hiasan makara dan relief candi Simping
Makara (lambang penyucian) pada Candi Simping
Lambang pelepasan arwah (roh)
Lingga Yoni yang menjadi pusat Candi Simping
Di atas sudah disebutkan bahwa Kerta Rajasa (Raden Wijaya) didharmakan di Simping sebagai Siwa, sehingga corak keagaamaan candi ini adalah Hindu Siwaistis. Pada kenyataanya, candi ini juga memiliki unsur ke-Wisnuan dengan pernah ditemukannya arca Harihara yang sekarang disimpan di Museum Nasional. Arca tersebut menunjukkan perpaduan antara Siwa dan Wisnu. Unsur ke-Wisnuan lainnya masih dapat dijumpai pada sebuah batu candi yang dipermukaannya dipahatkan relief berbentuk kura-kura dililit naga. Relief tersebut kemungkinan menggambarkan Kurma (avatara ke dua dari dewa Wisnu berwujud kura-kura raksasa) yang dililit Naga Basuki dalam rangka membantu para dewa dan asura untuk memperoleh tirta amerta.
Dalam mitologi India Dewa Ganesha berupa orang berkepala gajah dengan gading patah, yang sebenarnya adalah putera Dewa Siwa dari perkawinannya dengan Dewi Parwati. Ganesha berkendaraan tikus yang disebut Vignesvara, berkat keulungannya dalam menghilangkan segala penghalang, oleh karenanya ia dipuja pada awal segala usaha, agar bebas dari segala bencana. Ia pun dikenal sebagai pelindung ilmu, terutama bagi para sarjana tatabahasa. Di Jawa tidak terdapat aliran khusus untuk pemujaan Dewa Ganesha, ceritanya dikenal berkat karya sastra Smaradahana gubahan Mpu Dharmaja pada jaman kerjaan Kediri. Ganesha adalah gajah yang berilmu atau terpelajar.
Arca Ganesha dari Singosari adalah salah satu arca yang agak istimewa dan perlu mendapatkan perhatian sepenuhnya. Arca Ganesha dari Singasari ini berupa gajah yang duduk di atas timbunan tengkorak, mengenakan mahkota bersusun yang juga dihiasi dengan tengkorak, kedua tangannya yang di muka memegang belahan tempurung, sedang tangan kiri yang ada di belakang berpegang pada pegangan pintu, tangan kanannya memegang kampak (beliung).
Mahkotanya terdiri atas tiga bagian, bagian bawah bersusun dihiasi dengan tengkorak, bagian tengah berbentuk seperti belahan bola, dihiasi dengan tengkorak di bagian muka. Bagian yang paling atas berbentuk stupa. Di sisi kanan dan kiri sandaran tempat duduknya ada bulatan dengan garis-garis seperti sinar matahari. Di bagian sandaran terdapat daun-daun di sisi kanan dan kiri, tunduk kepada mahkota.
Adalah seorang Gajah Mada yang pernah menjabat sebagai Maha Patih kerajaan Majapahit (Wilwatikta) pada masa raja Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Hayam Wuruk. Gajah Mada artinya adalah : Gajah yang pandai. Perhatikan foto arca Ganesha di atas, timbunan tengkorang yang didudukinya adalah melambangkan musuh-musuh yang telah dibinasakan oleh Gajah Mada.
Tengkorang di bagian mahkotanya adalah melambangkan musuh-musuh kerajaan, musuh-musuh sang Prabhu yang juga telah berhasil dibinasakan oleh Gajah Mada. Tengkorak yang ada di daun telinganya melambangkan para musuh yang didengarnya dan akhirnya dibinasakan juga. Mahkota bersusun melambangkan keluarga raja (pembesar) yang menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1351. Sesuai dengan uraian dari prasasti Singasari, Gajah Mada adalah penantang keputusan tujuh raja. Pegangan pintu yang dipegang di tangan kiri-belakang melambangkan bahwa Gajah Mada adalah penjaga pura kerajaan Majapahit (Wilwatikta). Bentuk mahkota bagian atas yang setengah bulat seperti buah maja yang dikelilingi dengan daun-daun, jelas melambangkan buah maja. lambang Majapahit. Bulatan dengan garis-garis adalah matahari yang bersinar, sebagai lambang kegemilangan Majapahit.
Atas dasar uraian dan tafsiran di atas, maka kiranya arca Ganesha dari Singasari di atas adalah merupakan arca pendewaan Gajah Mada (Slametmuljana, A Study on Gajah Mada in Nanyang University Journal, vol. VI part I : Humanities, hal. 131-142), seperti halnya dengan raja Kertarajasa yang diarcakan sebagai Harihara di candi makam Simping
Mungkin Ada yang Perlu ditambahkan Dalam Pendewaan Tokoh-tokoh Penting Majapahit
Silahkan Menambahi... untuk menambah Khasanah-khasanah yang sudah dilupakan
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU