Majapahit
KITAB SASTRA "NEGARAKERTAGAMA" dan Terjemahannya
KITAB SASTRA "NEGARAKERTAGAMA"
Negarakertagama adalah Maha karya sastra dari mpu Prapanca tahun 1365 Masehi.
Sejarah Majapahit mulai digali pada akhir abad sembilan belas berkat usaha Dr. J.L.A Brandes yang menerbitkan serta menerjemahkan Serta Pararaton dalam VBG XLIX, 1896 dan pada permulaan abad dua puluh berkat usaha Prof. H. Kern dalam menerjemahkan Negarakertagama dalam BKI 58 sampai 69 yang kemudian dikumpulkan dalam H. Kern V.G VII dan VIII, 1917.
Teks dan terjemahan Negarakertagama diterbitkan kembali (dengan sekedar tambahan catatan dan perbaikan) oleh Prof. N.J Krom pada tahun 1919 di bawah judul Het Oudjavaansche Iofdicht Nagarakretagama van Prapanca (1365 AD). Pada tahun 1953 diusahakan terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia oleh Prof. Dr. Slametmulyana dengan judul Nagarakretagama, diperbaharui ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1960, terjemahannya dalam bahasa Inggris oleh Dr. Th. Pigeaud dalam seri Java in the 14th century, A Cultural Study.
Naskah Nagarakretagama diketemukan di Puri Cakranegara di Pulau Lombok pada tahun 1894, seberkas dengan beberapa kakawin lainnya. Naskah itu segera diterbitkan oleh Dr. J.L.A Brandes dengan huruf Bali di bawah judul Nagarakretagama, Lofdicht van Prapanca op koning Rajasanagara, Hayam Wuruk van Majapahit, uitgegeven naar het eenige daarvan bekende handschrift aangetroffen in de puri te Tjakranegara op Lombok, VBG LIV, 1902. Naskah aslinya disimpan di Leiden sampai pertengahan tahun 1971 (ketika diserahkan oleh Ratu Juliana kepada Presiden Soeharto dalam kunjungan resminya ke Indonesia), dan saat ini disimpan di Jakarta.
Nagarakretagama memberitakan pelbagai perkara yang sangat diperlukan dalam rangka penulisan sejarah tentang Majapahit dalam abad ke empat belas, diantaranya tentang kehidupan sosial-politik, keagamaan, kebudayaan, adat-istiadat dan kesusasteraan.
KITAB NEGARAKERTAGAMA JADI MEMORI DUNIA
Koleksi dokumen sejarah kerajaan Majapahit milik bangsa Indonesia, kitab Negarakertagama, telah diakui sebagai Memori Dunia oleh UNESCO. Kitab sastra yang ditulis Empu Prapanca di sekitar tahun 1350-1389 itu menceritakan perjalanan sejarah Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk). Kitab yang ditulis di atas daun lontar tersebut terdaftar dalam The Memory of the World Regional Register for Asia/Pacific.
”Tentu saja pengakuan ini sangat membanggakan karena Indonesia memiliki peninggalan sejarah yang diakui internasional,” kata Dady P Rachmananta, Kepala Perpustakaan Nasional, di Jakarta, Jumat (23/4). Naskah Negarakertagama saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta.
UNESCO memberikan pengakuan pada dokumen-dokumen sejarah dari berbagai negara dalam program Memori Dunia dengan tujuan memelihara dan menyebarluaskan arsip-arsip serta koleksi berharga yang tersimpan di perpustakaan dari seluruh dunia.
Dady mengatakan, manuskrip Negarakertagama ini dulunya pernah dibawa VOC ke Belanda. Beruntung pada masa pemerintahan Soeharto tahun 1974, setelah melalui lobi-lobi intensif, manuskrip ini bisa dibawa kembali ke Indonesia.
Suyanto, Kepala Pusat Pengembangan Koleksi Perpustakaan Nasional, mengatakan, penghargaan ini memberikan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia atas kejayaan masa lalu. Karena itu, manuskrip kuno yang dimiliki bangsa ini perlu dijaga dan dimanfaatkan untuk pembelajaran masa depan.
TERJEMAHAN KITAB NEGARA KERTAGAMA
Bagian SATU
Hong wilaheng awignam astu namas sidam!
Sembah puji dari hamba yang hina ini ke bawah telapak kaki sang pelindung jagat.
Raja yang senantiasa tenang tenggelam dalam samadi, raja segala raja, pelindung orang miskin, mengatur segala isi negara. Sang dewa-raja, lebih diagungkan dari yang segala manusia, dewa yang tampak di atas tanah. Merata, serta mengatasi segala rakyatnya, nirguna bagi kaum Wisnawa, Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, hartawan bagi Jambala, Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta berahi. Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia.
Demikianlah pujian pujangga sebelum menggubah sejarah raja, kepada Sri Nata Rajasa Nagara, raja Wilwatikta yang sedang memegang tampuk tahta. Bagai titisan Dewa-Batara beliau menyapu duka rakyat semua. Tunduk setia segenap bumi Jawa bahkan seluruh nusantara.
Pada tahun 1256 Saka, beliau lahir untuk jadi pemimpin dunia.
Selama dalam kandungan di Kahuripan telah tampak tanda keluhuran.
Bumi gonjang-ganjing, asap mengepul-ngepul, hujan abu, guruh halilintar menyambar-nyambar. Gunung Kelud gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari negara.
Itulah tanda bahwa Sanghyang Siwa sedang menjelma bagai raja besar. Terbukti, selama bertakhta seluruh tanah Jawa tunduk menadah perintahnya. Wipra, satria, waisya, sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian. Durjana berhenti berbuat jahat takut akan keberanian
BAGIAN KEDUA
Sri Nata. Sang Sri Padukapatni yang ternama adalah nenek SriPaduka.
Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya. Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda. Tahun 1272 kembali beliau ke Budaloka. Ketika Sri Padukapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung. Kembali gembira bersembah bakti semenjak Sri Paduka mendaki takhta.
Girang ibunda Tri Buwana Wijaya Tungga Dewi mengemban takhta bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendraputra. Beliau bersembah bakti kepada ibunda Sri Padukapatni.
Setia mengikuti ajaran Budha, menyekar yang telah mangkat.
Ayahanda Sri Paduka Prabu ialah Prabu Kerta Wardana. Keduanya teguh beriman Buda demi perdamaian praja. Paduka Prabu Kerta Wardana bersemayam di Singasari. Bagai Ratnasambawa menambah kesejahteraan bersama. Teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan negara. Mahir mengemudikan perdata bijak dalam segala kerja.
Putri Rajadewi Maharajasa, ternama rupawan. Bertakhta di Daha, cantik tak bertara, bersandar enam guna. Adalah bibi Sri Paduka, adik maharani di Jiwana. Rani Daha dan rani Jiwana bagai bidadari kembar. Laki sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker.
Rupawan bagai titisan Upendra, mashur bagai sarjana. Setara raja Singasari, sama teguh di dalam agama. Sangat mashurlah nama beliau di seluruh tanah Jawa.
Adinda Sri Paduka Prabu di Wilwatikta : Putri jelita bersemayam di Lasem.
Putri jelita Daha cantik ternama. Indudewi putri Wijayarajasa. Dan lagi putri bungsu Kerta Wardana. Bertakhta di Pajang, cantik tidak bertara. Putri Sri Baginda Jiwana yang mashur.
Terkenal sebagai adinda Sri Paduka. Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana
Negarakertagama adalah Maha karya sastra dari mpu Prapanca tahun 1365 Masehi.
Sejarah Majapahit mulai digali pada akhir abad sembilan belas berkat usaha Dr. J.L.A Brandes yang menerbitkan serta menerjemahkan Serta Pararaton dalam VBG XLIX, 1896 dan pada permulaan abad dua puluh berkat usaha Prof. H. Kern dalam menerjemahkan Negarakertagama dalam BKI 58 sampai 69 yang kemudian dikumpulkan dalam H. Kern V.G VII dan VIII, 1917.
Teks dan terjemahan Negarakertagama diterbitkan kembali (dengan sekedar tambahan catatan dan perbaikan) oleh Prof. N.J Krom pada tahun 1919 di bawah judul Het Oudjavaansche Iofdicht Nagarakretagama van Prapanca (1365 AD). Pada tahun 1953 diusahakan terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia oleh Prof. Dr. Slametmulyana dengan judul Nagarakretagama, diperbaharui ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1960, terjemahannya dalam bahasa Inggris oleh Dr. Th. Pigeaud dalam seri Java in the 14th century, A Cultural Study.
Naskah Nagarakretagama diketemukan di Puri Cakranegara di Pulau Lombok pada tahun 1894, seberkas dengan beberapa kakawin lainnya. Naskah itu segera diterbitkan oleh Dr. J.L.A Brandes dengan huruf Bali di bawah judul Nagarakretagama, Lofdicht van Prapanca op koning Rajasanagara, Hayam Wuruk van Majapahit, uitgegeven naar het eenige daarvan bekende handschrift aangetroffen in de puri te Tjakranegara op Lombok, VBG LIV, 1902. Naskah aslinya disimpan di Leiden sampai pertengahan tahun 1971 (ketika diserahkan oleh Ratu Juliana kepada Presiden Soeharto dalam kunjungan resminya ke Indonesia), dan saat ini disimpan di Jakarta.
Nagarakretagama memberitakan pelbagai perkara yang sangat diperlukan dalam rangka penulisan sejarah tentang Majapahit dalam abad ke empat belas, diantaranya tentang kehidupan sosial-politik, keagamaan, kebudayaan, adat-istiadat dan kesusasteraan.
KITAB NEGARAKERTAGAMA JADI MEMORI DUNIA
Koleksi dokumen sejarah kerajaan Majapahit milik bangsa Indonesia, kitab Negarakertagama, telah diakui sebagai Memori Dunia oleh UNESCO. Kitab sastra yang ditulis Empu Prapanca di sekitar tahun 1350-1389 itu menceritakan perjalanan sejarah Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk). Kitab yang ditulis di atas daun lontar tersebut terdaftar dalam The Memory of the World Regional Register for Asia/Pacific.
UNESCO memberikan pengakuan pada dokumen-dokumen sejarah dari berbagai negara dalam program Memori Dunia dengan tujuan memelihara dan menyebarluaskan arsip-arsip serta koleksi berharga yang tersimpan di perpustakaan dari seluruh dunia.
Dady mengatakan, manuskrip Negarakertagama ini dulunya pernah dibawa VOC ke Belanda. Beruntung pada masa pemerintahan Soeharto tahun 1974, setelah melalui lobi-lobi intensif, manuskrip ini bisa dibawa kembali ke Indonesia.
Suyanto, Kepala Pusat Pengembangan Koleksi Perpustakaan Nasional, mengatakan, penghargaan ini memberikan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia atas kejayaan masa lalu. Karena itu, manuskrip kuno yang dimiliki bangsa ini perlu dijaga dan dimanfaatkan untuk pembelajaran masa depan.
Bagian SATU
Hong wilaheng awignam astu namas sidam!
Sembah puji dari hamba yang hina ini ke bawah telapak kaki sang pelindung jagat.
Raja yang senantiasa tenang tenggelam dalam samadi, raja segala raja, pelindung orang miskin, mengatur segala isi negara. Sang dewa-raja, lebih diagungkan dari yang segala manusia, dewa yang tampak di atas tanah. Merata, serta mengatasi segala rakyatnya, nirguna bagi kaum Wisnawa, Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, hartawan bagi Jambala, Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta berahi. Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia.
Demikianlah pujian pujangga sebelum menggubah sejarah raja, kepada Sri Nata Rajasa Nagara, raja Wilwatikta yang sedang memegang tampuk tahta. Bagai titisan Dewa-Batara beliau menyapu duka rakyat semua. Tunduk setia segenap bumi Jawa bahkan seluruh nusantara.
Pada tahun 1256 Saka, beliau lahir untuk jadi pemimpin dunia.
Selama dalam kandungan di Kahuripan telah tampak tanda keluhuran.
Bumi gonjang-ganjing, asap mengepul-ngepul, hujan abu, guruh halilintar menyambar-nyambar. Gunung Kelud gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari negara.
Itulah tanda bahwa Sanghyang Siwa sedang menjelma bagai raja besar. Terbukti, selama bertakhta seluruh tanah Jawa tunduk menadah perintahnya. Wipra, satria, waisya, sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian. Durjana berhenti berbuat jahat takut akan keberanian
Sri Nata. Sang Sri Padukapatni yang ternama adalah nenek SriPaduka.
Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya. Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda. Tahun 1272 kembali beliau ke Budaloka. Ketika Sri Padukapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung. Kembali gembira bersembah bakti semenjak Sri Paduka mendaki takhta.
Girang ibunda Tri Buwana Wijaya Tungga Dewi mengemban takhta bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendraputra. Beliau bersembah bakti kepada ibunda Sri Padukapatni.
Setia mengikuti ajaran Budha, menyekar yang telah mangkat.
Ayahanda Sri Paduka Prabu ialah Prabu Kerta Wardana. Keduanya teguh beriman Buda demi perdamaian praja. Paduka Prabu Kerta Wardana bersemayam di Singasari. Bagai Ratnasambawa menambah kesejahteraan bersama. Teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan negara. Mahir mengemudikan perdata bijak dalam segala kerja.
Putri Rajadewi Maharajasa, ternama rupawan. Bertakhta di Daha, cantik tak bertara, bersandar enam guna. Adalah bibi Sri Paduka, adik maharani di Jiwana. Rani Daha dan rani Jiwana bagai bidadari kembar. Laki sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker.
Rupawan bagai titisan Upendra, mashur bagai sarjana. Setara raja Singasari, sama teguh di dalam agama. Sangat mashurlah nama beliau di seluruh tanah Jawa.
Adinda Sri Paduka Prabu di Wilwatikta : Putri jelita bersemayam di Lasem.
Putri jelita Daha cantik ternama. Indudewi putri Wijayarajasa. Dan lagi putri bungsu Kerta Wardana. Bertakhta di Pajang, cantik tidak bertara. Putri Sri Baginda Jiwana yang mashur.
Terkenal sebagai adinda Sri Paduka. Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana
BAGIAN KETIGA
Laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun. Bergelar Rajasa Wardana sangat bagus lagi putus dalam daya raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala. Sri Singa Wardana, rupawan, bagus, muda, sopan dan perwira bergelar raja Paguhan, beliaulah suami rani Pajang. Mulia pernikahannya laksana Sanatkumara dan dewi Ida. Bakti kepada raja, cinta sesama, membuat puas rakyat.
Bre Lasem menurunkan putri jelita Nagarawardani Bersemayam sebagai permaisuri Pangeran Wirabumi. Rani Pajang menurunkan Bre Mataram Sri Wikrama Wardana bagaikan
titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra. Putri bungsu rani Pajang memerintah daerah Pawanuhan berjuluk Surawardani masih muda indah laksana lukisan.
Para raja pulau Jawa masing-masing mempunyai negara. Dan Wilwatikta tempat mereka bersama menghamba Srinata. Melambung kidung merdu pujian Sang Prabu, beliau membunuh musuh-musuh. Bak matahari menghembus kabut, menghimpun negara di dalam kuasa.
Girang janma utama bagai bunga kalpika, musnah durjana bagai kumuda. Dari semua desa di wilayah negara pajak mengalir bagai air. Raja menghapus duka si murba sebagai Satamanyu
menghujani bumi. Menghukum penjahat bagai dewa Yama, menimbun harta bagaikan Waruna.
Para telik masuk menembus segala tempat laksana Hyang Batara Bayu. Menjaga pura sebagai dewi Pretiwi, rupanya bagus seperti bulan. Seolah-olah Sang Hyang Kama menjelma, tertarik oleh keindahan pura. Semua para putri dan isteri sibiran dahi Sri Ratih.
Namun sang permaisuri, keturunan Wijayarajasa, tetap paling cantik paling jelita bagaikan Susumna memang pantas jadi imbangan Sri Paduka. Berputralah beliau putri mahkota Kusuma Wardani, sangat cantik rupawan jelita mata, lengkung lampai, bersemayam di Kabalan.
Sang menantu Sri Wikrama Wardana memegang hakim perdata seluruh negara. Sebagai dewa-dewi mereka bertemu tangan, menggirangkan pandang.
Tersebut keajaiban kota: tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura. Pintu barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Pohon brahmastana berkaki bodi berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam. Di situlah tempat tunggu para tanda terus menerus meronda jaga paseban.
Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh terukir. Di sebelah timur : panggung luhur, lantainya berlapis batu putih-putih mengkilat. Di bagian utara, di selatan pekan rumah berjejal jauh memanjang sangat indah. Di selatan jalan perempat: balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra.
Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap padang watangan.
Yang meluas ke empat arah, bagian utara paseban pujangga dan Mahamantri Agung.
Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buda yang bertugas membahas upacara. pada
masa grehana bulan Palguna demi keselamatan seluruh dunia.
Di sebelah timur pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil Siwa. Di selatan tempat tinggal wipra utama tinggi bertingkat menghadap panggung korban. Bertegak di halaman sebelah barat, di utara tempat Buda bersusun tiga. Puncaknya penuh berukir, berhamburan bunga waktu raja turun berkorban.
BAGIAN KEEMPAT
Di dalam, sebelah selatan Manguntur tersekat dengan pintu, itulah paseban. Rumah bagus berjajar mengapit jalan ke barat, disela tanjung berbunga lebat. Agak jauh di sebelah barat daya: panggung tempat berkeliaran para perwira. Tepat di tengah-tengah halaman bertegak mandapa penuh burung ramai berkicau.
Di dalam di selatan ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura yang kedua.
Dibuat bertingkat tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri.
Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela. Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar tutur.
Inilah para penghadap : pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang, Nyu Gading Jenggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama. Waisangka kapanewon Sinelir, para perwira Jayengprang, Jayagung dan utusan Pareyok Kayu Apu, orang Gajahan dan banyak lagi.
Begini keindahan lapangan watangan luas bagaikan tak berbatas. Mahamantri Agung, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret paling muka. Bayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua. Di sebelah utara pintu istana di selatan satria dan
pujangga. Di bagian barat : beberapa balai memanjang sampai mercudesa.
Penuh sesak pegawai dan pembantu serta para perwira penjaga.
Di bagian selatan agak jauh: beberapa ruang, mandapa dan balai. Tempat tinggal abdi Sri Baginda Paguhan bertugas menghadap. Masuk pintu kedua, terbentang halaman istana
berseri-seri.
BAGIAN KELIMA
Rata dan luas dengan rumah indah berisi kursi-kursi berhias. Di sebelah timur menjulang rumah tinggi berhias lambang kerajaan itulah balai tempat terima tatamu Srinata di Wilwatikta.
Inilah pembesar yang sering menghadap di balai witana : Wredamentri, tanda Mahamantri Agung, pasangguhan dengan pengiring Sang Panca Wilwatikta : mapatih, demung, kanuruhan, rangga. Tumenggung lima priyayi agung yang akrab dengan istana. Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan. Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh.
Jika datang berkumpul di kepatihan seluruh negara lima Mahamantri Agung utama yang mengawal urusan negara.
Satria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap berdiri di bawah lindungan asoka di
sisi witana. Begitu juga dua darmadyaksa dan tujuh pembantunya. Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan. Itulah penghadap balai witana, tempat takhta yang
terhias serba bergas.
Pantangan masuk ke dalam istana timur agak jauh dan pintu pertama. Ke Istana Selatan, tempat Singa Wardana, permaisuri, putra dan putrinya. Ke Istana Utara. tempat Kerta Wardana. Ketiganya bagai kahyangan. Semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat
berwarna-warni Cakinya dari batu merah pating berunjul, bergambar aneka lukisan.
Genting atapnya bersemarak serba meresapkan pandang menarik perhatian. Bunga tanjung kesara, campaka dan lain-lainnya terpencar di halaman. Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng.
BAGIAN KEENAM
Timur tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja. Selatan Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka. Barat tempat para arya Mahamantri Agung dan sanak-kadang adiraja. Di timur tersekat lapangan menjulang istana ajaib. Raja Wengker dan rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci.
Berdekatan dengan istana raja Matahun dan rani Lasem. Tak jauh di sebelah selatan raja Wilwatikta. Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi tinggi. Disitu menetap patih Daha, adinda Sri Paduka di Wengker. Batara Narpati, termashur sebagai tulang punggung
praja. Cinta taat kepada raja. Perwira, sangat tangkas dan bijak.
Di timur laut rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada. Mahamantri Agung wira, bijaksana, setia bakti kepada negara. Fasih bicara, teguh tangkas, tenang, tegas, cerdik
lagi jujur. Tangan kanan maharaja sebagai penggerak roda negara.
Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus. Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Buda. Terlangkahi rumah para Mahamantri Agung, para arya dan satria.
Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura.
Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang. Menandingi bulan dan matahari, indah tanpa upama. Negara-negara di nusantara dengan Daha bagai pemuka.
Tunduk menengadah, berlindung di bawah kuasa Wilwatikta.
Kemudian akan diperinci demi pulau negara bawahan. Paling dulu Melayu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya. Pun ikut juga disebut Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, Negara Perlak dan Padang Lawas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus. Itulah terutama negara-negara Melayu yang telah tunduk.
Negara-negara di pulau Tanjungnegara : Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Ungga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut. Kadandangan, Landak, Samadang dan Tirem tak
terlupakan. Sedu, Barune, Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei. Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
Di Hujung Medini, Pahang yang disebut paling dahulu. Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah
Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah.Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo Sang Hyang Api, Bima. Seram, Hutan Kendali sekaligus Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah. Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya.
Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk. Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk. Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar. Lagi pula Wanda(n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
BAGIAN KETUJUH
Berikutnya inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan Siam dengan Ayodyapura, begitu pun Darmanagari Marutma. Rajapura begitu juga Singasagari Campa, Kamboja dan Yawana ialah negara sahabat.
Pulau Madura tidak dipandang negara asing. Karena sejak dahulu menjadi satu dengan Jawa.
Konon dahulu Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.
Semenjak nusantara menadah perintah Sri Paduka, tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti. Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan.
Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti. Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di nusantara. Dilarang mengabaikan urusan negara dan mengejar untung. Seyogyanya, jika mengemban perintah kemana juga, harus menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat.
Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata dalam perjalanan mengemban perintah Sri Baginda, dilarang menginjak tanah sebelah barat pulau Jawa. Karena penghuninya bukan penganut ajaran Buda. Tanah sebelah timur Jawa terutama Gurun dan Bali, boleh dijelajah tanpa ada yang dikecualikan.
Bahkan menurut kabaran begawan Empu Barada, serta raja pendeta Kuturan telah bersumpah teguh. Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja, dikirim ke timur ke barat,
di mana mereka sempat melakukan persajian seperti perintah Sri Nata. Resap terpandang mata jika mereka sedang mengajar.
Semua negara yang tunduk setia menganut perintah. Dijaga dan dilindungi Sri Nata dari pulau Jawa. Tapi yang membangkang, melanggar perintah dibinasakan pimpinan angkatan laut yang telah mashur lagi berjasa. Telah tegak teguh kuasa Sri Nata di Jawa dan wilayah nusantara.
Di Sri Palatikta tempat beliau bersemayam, menggerakkan roda dunia. Tersebar luas nama beliau, semua penduduk puas, girang dan lega. Wipra pujangga dan semua penguasa ikut menumpang menjadi mashur. Sungguh besar kuasa dan jasa beliau, raja agung dan
raja utama. Lepas dari segala duka mengenyam hidup penuh segala kenikmatan. Terpilih semua gadis manis di seluruh wilayah Jenggala Kediri. Berkumpul di istana bersama yang terampas dari negara tetangga.
Segenap tanah Jawa bagaikan satu kota di bawah kuasa Sri Paduka. Ribuan orang berkunjung laksana bilangan tentara yang mengepung pura. Semua pulau laksana daerah pedusunan tempat menimbun bahan makanan. Gunung dan rimba hutan penaka taman hiburan terlintas
tak berbahaya. Tiap bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling. Desa Sima di sebelah selatan Jalagiri, di sebelah timur pura. Ramai tak ada hentinya selama pertemuan dan upacara prasetyan. Girang melancong mengunjungi Wewe Pikatan setempat dengan candi lima.
Atau pergilah beliau bersembah bakti ke hadapan Hyang Acalapati. Biasanya terus menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai. Di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan lingga hingga desa Bangin. Jika sampai di Jenggala, singgah di Surabaya, terus menuju Buwun.
BAGIAN KEDELAPAN
Pada tahun 1275 Saka, Sang Prabu menuju Pajang membawa banyak pengiring.
Tahun 1276 ke Lasem, melintasi pantai samudra. Tahun 1279, ke laut selatan menembus hutan.
Lega menikmati pemandangan alam indah Lodaya, Tetu dan Sideman.
Tahun 1281 di Badrapada bulan tambah. Sri Nata pesiar keliling seluruh negara menuju kota
Lumajang. Naik kereta diiring semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi Mahamantri Agung, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta.
Juga yang menyamar, Empu Prapanca, girang turut mengiring paduka Maharaja. Tak tersangkal girang sang kawi, putra pujangga, juga pencinta kakawin. Dipilih Sri Paduka sebagai pembesar kebudaan mengganti sang ayah. Semua pendeta Buda ramai membicarakan tingkah lakunya dulu. Tingkah sang kawi waktu muda menghadap raja berkata, berdamping, tak lain. Maksudnya mengambil hati, agar disuruh ikut beliau ke mana juga. Namun belum mampu menikmati alam, membinanya, mengolah dan menggubah.
Karya kakawin, begitu warna desa sepanjang marga terkarang berturut. Mula-mula melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk-rebah. Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Daluwang, Bebala di dekat Kanci. Ratnapangkaja serta Kuti, Haji, Pangkaja memanjang
bersambung-sambungan. Mandala Panjrak, Pongglang serta Jingan. Kuwu, Hanyar letaknya di tepi jalan.
Habis berkunjung pada candi pasareyan Pancasara, menginap di Kapulungan. Selanjutnya sang kawi bermalam di Waru, di Hering, tidak jauh dari pantai. Yang mengikuti ketetapan hukum jadi milik kepala asrama Saraya. Tetapi masih tetap dalam tangan lain, rindu termenung-menung menunggu.
Seberangkat Sri Nata dari Kapulungan, berdesak abdi berarak.
BAGIAN KESEMBILAN
Sepanjang jalan penuh kereta, penumpangnya duduk berimpit-impit. Pedati di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki. Berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan kuda. Tak terhingga jumlah kereta, tapi berbeda-beda tanda cirinya. Meleret berkelompok- kelompok, karena tiap mentri lain lambangnya.
Rakrian sang Mahamantri Agung Patih Amangkubumi penata kerajaan. Keretanya beberapa ratus berkelompok dengan aneka tanda. Segala kereta Sri Nata Pajang semua bergambar
matahari. Semua kereta Sri Nata Lasem bergambar cemerlang banteng putih. Kendaraan Sri Nata paha bergambar Dahakusuma mas mengkilat. Kereta Sri Nata Jiwana berhias bergas menarik perhatian. Kereta Sri Nata Wilwatikta tak ternilai, bergambar buah mala. Beratap kain geringsing, berhias lukisan mas, bersinar meran indah.
Semua pegawai, parameswari raja dan juga rani Sri Sudewi. Ringkasnya para wanita berkereta merah berjalan paling muka. Kereta Sri Nata berhias mas dan ratna manikam paling belakang.
Jempana-jempana lainnya bercadar beledu, meluap gemerlap.
Rapat rampak prajurit pengiring Jenggala Kediri, Panglarang, Sedah Bayangkari gemruduk berbondong-bondong naik gajah dan kuda. Pagi-pagi telah tiba di pancuran Mungkur, Sri Nata
ingin rehat. Sang rakawi menyidat jalan, menuju Sawungan mengunjungi kerabat.
BAGIAN KESEPULUH
Larut matahari berangkat lagi tepat waktu Sri Paduka lalu. ke arah timur menuju Watu Kiken, lalu berhenti di Matanjung. Dukuh sepi kebudaan dekat tepi jalan, pohonnya jarang-jarang.
Berbeda-beda namanya Gelanggang, Badung, tidak jauh dari Barungbung. Tak terlupakan Ermanik, dukuh teguh-taat kepada Yanatraya. Puas sang darmadyaksa mencicipi aneka jamuan makan dan minum.
Sampai di Kulur, Batang di Gangan Asem perjalanan Sri Baginda. Hari mulai teduh, surya terbenam, telah gelap pukul tujuh malam Sri Paduka memberi perintah memasang tenda di
tengah-tengah sawah. Sudah siap habis makan, cepat-cepat mulai membagi-bagi tempat.
Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam. Dari Baya melalui Katang, Kedung Dawa, Rame, menujuLampes, Times. Serta biara pendeta di Pogara mengikut jalan pasirlemak-lembut. Menuju daerah Beringin Tiga di Dadap, kereta masih terus lari.
Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah.
Tanahnya anugerah Sri Paduka kepada Gajah Mada, teratur rapi.
Di situlah Sri Paduka menempati pasanggrahan yang tehias sangat bergas. Sementara mengunjungi mata air, dengan ramah melakukan mandi bakti.
Sampai di desa Kasogatan, Sri Paduka dijamu makan minum. Pelbagai penduduk Gapuk, Sada, Wisisaya, Isanabajra, Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar, We, Petang.
BAGIAN KESEBELAS
Yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap. Begitu pula desa Tunggilis, Pabayeman ikut berkumpul. Termasuk Ratnapangkaja di Carcan, berupa desa perdikan.
Itulah empat belas desa Kasogatan yang berakuwu. Sejak dahulu delapan saja yang menghasilkan bahan makanan.
Fajar menyingsing, berangkat lagi Sri Paduka melalui Lo Pandak, Ranu Kuning, Balerah, Bare-bare,Dawohan, Kapayeman, Telpak, Baremi, Sapang serta Kasaduran. Kereta berjalan cepat-cepat menuju Pawijungan. Menuruni lurah, melintasi sawah, lari menuju Jaladipa, Talapika, Padali, Arnon dan Panggulan. Langsung ke Payaman, Tepasana ke arah kota Rembang.
Sampai di Kemirahan yang letaknya di pantai lautan.
Di Dampar dan Patunjungan Sri Paduka bercengkerama menyisir tepi lautan.
Ke jurusan timur turut pasisir datar, lembut-limbur dilintasi kereta. Berhenti beliau di tepi danau penuh teratai, tunjung sedang berbunga. Asyik memandang udang berenang dalam air tenang memperlihatkan dasarnya. Terlangkahi keindahan air telaga yang lambai-melambai
dengan lautan.
Danau ditinggalkan menuju Wedi dan Guntur tersembunyi di tepi jalan. Kasogatan Bajraka termasuk wilayah Taladwaja sejak dulu kala. Seperti juga Patunjungan, akibat perang belum kembali ke asrama. Terlintas tempat tersebut, ke timur mengikut hutan sepanjang tepi lautan.
Berhenti di Palumbon berburu sebentar, berangkat setelah surya larut. Menyeberangi sungai Rabutlawang yang kebetulan airnya sedang surut. Menuruni lurah Balater menuju pantai lautan lalu bermalam lagi.
BAGIAN KEDUABELAS
Pada waktu fajar menyingsing, menuju Kunir Basini, di Sadeng bermalam.
Malam berganti malam, Sri Paduka pesiar menikmati alam Sarampuan.
Sepeninggal- nya beliau menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai. Heran memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti hujan. Tapi sang rakawi tidak ikut berkunjung di Bacok, pergi menyidat jalan. Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, terus menuju Tumbu dan Habet. Galagah, Tampaling, beristirahat di Renes seraya menanti Sri Paduka. Segera berjumpa lagi dalam perjalanan ke Jayakreta-Wanagriya .
Melalui Doni Bontong. Puruhan, Bacek, Pakisaji, Padangan terus ke Secang. Terlintas Jati Gumelar, Silabango. Ke utara ke Dewa Rame dan Dukun. Lalu berangkat lagi ke Pakembangan. Di situ bermalam, segera berangkat.
Sampailah beliau ke ujung lurah Daya. Yang segera dituruni sampai jurang. Dari pantai ke utara sepanjang jalan. Sangat sempit sukar amat dijalani. Lumutnya licin akibat kena hujan.
Banyak kereta rusak sebab berlanggar.
Terlalu lancar lari kereta melintas Palayangan. Dan Bangkong dua desa tanpa cerita terus menuju Sarana, Mereka yang merasa lelah ingin berehat. Lainnya bergegas berebucalan menuju Surabasa. Terpalang matahari terbenam berhenti di padang lalang.
Senja pun turun, sapi lelah dilepas dari pasangan. Perjalanan membelok ke utara melintas Turayan. Beramai-ramai lekas-lekas ingin mencapai Patukangan, Panjang.
Namun dikisahkan kelakuan para mentri dan abdi. Beramai-ramai Sri Paduka telah sampai di desa Patukangan. Di tepi laut lebar tenang rata terbentang di barat Talakrep Sebelah utara pakuwuan pesanggrahan Sri Baginda.
Semua Mahamantri Agung mancanagara hadir di pakuwuan. Juga jaksa Pasungguhan Sang Wangsadiraja ikut menghadap. Para Upapati yang tanpa cela, para pembesar agama.
Panji Siwa dan Panji Buda faham hukum dan putus sastera.
Sang adipati Suradikara memimpin upacara sambutan. Diikuti segenap penduduk daerah wilayah Patukangan. Menyampaikan persembahan, girang bergilir dianugerahi kain.
Girang rakyat girang raja, pakuwuan berlimpah kegirangan.
Untuk pemandangan ada rumah dari ujung memanjang ke lautan. Aneka bentuknya, rakit halamannya, dari jauh bagai pulau. Jalannya jembatan goyah kelihatan bergoyang ditempuh
ombak. Itulah buatan sang arya bagai persiapan menyambut raja.
Untuk mengurangi sumuk akibat teriknya matahari Sri Paduka mendekati permaisuri seperti dewa-dewi. Para putri laksana apsari turun dari kahyangan. Hilangnya keganjilan berganti pandang penuh heran cengang. Berbagai-bagai permainan diadakan demi kesukaan. Berbuat segala apa yang membuat gembira penduduk. Menari topeng. bergumul, bergulat, membuat orang kagum.
Sungguh beliau dewa menjelma sedang mengedari dunia. Selama kunjungan di desa Patukangan Para Mahamantri Agung dari Bali dan Madura. Dari Balumbung,
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU