Wisata Legenda
Ki Ageng Beluk (Legenda kampung belukan(asap))
Ki Ageng Beluk (Legenda kampung belukan(asap))
Ki Ageng Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat beliau adalah seorang resi/pandhita yang memiliki hubungan dekat dengan Ki Ageng Henis yang merupakan sahabat dari Sunan Kalijaga.
Ia menganut agama Hindu yang kemudian dengan pendekatan yang arief diislamkan oleh ki ageng henis.
Makam Ki Ageng Henis (tengah). Sebelah kanan adalah makam Nyai Ageng Pati, istri dari Ki Penjawi yang merupakan putra dari Ki Ageng Henis. Yang kiri adalah makam Nyai Ageng Pandanaran.
Ia menganut agama Hindu yang kemudian dengan pendekatan yang arief diislamkan oleh ki ageng henis.
JEJAK SEJARAH Ki Ageng Henis (Makam) Klik Disini
Ki Ageng Henis,seorang adipati kerajaan Pajang masa pemerintahan Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya .Ki Ageng Henis anak Ki Ageng Sela keturunan Brawijaya V raja kerajaan Majapahit dan Ki Ageng Henis adalah ayah dari Ki Ageng Pemanahan dan cucu Ki Ageng Henis tak lain Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati ,sang pendiri kesultanan Mataram Islam.
Ki Ageng Henis terkenal sakti mandraguna dan ilmu kesaktiannya diturunkan pada sang anak Ki Ageng Pemanahan serta sang cucu Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati.
Desa Laweyan tempat awal bagi Ki Ageng Henis untuk mengembangkan serta menyebarkan agama Islam dan ketika itu masyarakat Laweyan beragama hindu jawa dan ki Ageng Beluk , seorang tokoh masyarakat Laweyan juga beragama hindu,namun pendekatan bersifat arif dan bijaksana yang dilakukan oleh Ki Ageng Henis mendorong ki Ageng Beluk masuk Islam kemudian ki Ageng Beluk menyerahkan bangunan pura hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis agar direnovasi menjadi Musola Laweyan pada masa itu .
Renovasi pura hindu milik ki Ageng Beluk tersebut bisa terjadi mengingat hubungan dekat antara ki henis dengan ki beluk demikian erat membuat pura hindu milik Ki Beluk dapat diubah dengan menjadi mushala seiring dengan rakyat yang mulai memeluk agama Islam mushala pun tahun 1763 diubah fungsinya menjadi sebuah masjid.
Tak berapa lama kemudian masjid yang dibangun Ki Henis tumbuh menjadi sebuah pesantren dengan pengikut cukup banyak,namun kehidupan pesantren dikawasan masjid Laweyan memiliki kebiasaan unik yakni menanak nasi tiada berhenti untuk makan para santri sehingga selalu keluar asap dari dapur pesantren dan wilayah ini disebut dan pada akhirnya daerah tersebut kampung belukan(asap).
Pemilik masjid ini adalah Kyai Ageng Henis (kakek dari Susuhunan Paku Buwono II). Seperti layaknya sebuah masjid, Masjid Laweyan berfungsi sebagai tempat untuk nikah, talak, rujuk, musyawarah, dan makam.
Bedug dan kentongan masjid Laweyan
Pada perkembangan selanjutnya masjid Laweyan yang kini berada didusun Pajang,Laweyan,Solo memiliki kontribusi besar dalam penyebaran agama Islam diwilayah Karesidenan Surakarta juga sebagai tempat untuk musyawarah dan menjadi satu dengan komplek makam keraton pajang,kartasura dan Kasunanan Surakarta.
Lokasi dan Alamat Masjid Laweyan Masjid Ki Ageng Henis Jl. Liris No1. Pajang Laweyan, Kampung Batik Laweyan Dusun Belukan RT 4 RW 4, Kelurahan Pajang Kecamatan Laweyan, Surakarta Jawa Tengah – Indonesia Koordinat Geografi : 7°34'19"S 110°47'36"E
Bentuk arsitek masjid yang mirip seperti Kelenteng Jawa, juga menjadi ciri khas Masjid Laweyan yang berbeda dengan bentuk arsitek masjid pada umumnya. Pengaruh Hindu-Jawa sangat melekat dalam arsitektur Masjid Laweyan. Tampak dari penataan ruang dan sisa ornamen yang masih dapat ditemukan di sekitar masjid hingga saat ini. Letak masjid berada di atas bahu jalan merupakan salah satu ciri dari pura Hindu.
Tak hanya fungsi, bentuk bangunannya pun mengalami perubahan sebelum fisiknya yang sekarang. Pura yang beralih menjadi masjid semula berbentuk rumah panggung bertingkat dari kayu. Pengaruh Hindu terlihat dari posisi masjid yang lebih tinggi dibandingkan bangunan di sekitarnya.
Saat ini, sejumlah ornamen Hindu memang tak lagi menghiasi masjid. Tetapi, ornamen Hindu seperti hiasan ukiran batu masih menghiasi makam kuna yang ada di kompleks masjid.
Tata ruang Masjid Laweyan merupakan tipologi masjid Jawa pada umumnya. Ruang dibagi menjadi tiga, yakni Ruang Induk (Utama) dan Serambi yang dibagi menjadi Serambi Kanan dan Serambi Kiri. Pengaruh Kerajaan Surakarta terlihat dari berubahnya bentuk masjid menyerupai bangunan Jawa yang terdiri atas pendapa atau bangunan utama dan serambi. Ada dua serambi, yakni kanan dan kiri. Serambi kanan menjadi tempat khusus putri atau keputren, sedangkan Serambi Kiri merupakan perluasan untuk tempat shalat jamaah.
Ciri Arsitektur Jawa ditemukan pula pada bentuk atap masjid, dalam arsitektur Jawa, bentuk atap menggunakan tajuk atau bersusun. Atap Masjid Laweyan terdiri atas dua bagian yang bersusun. Pada dinding masjid yang terbuat dari susunan batu bata dan semen. Penggunaan batu bata sebagai bahan dinding, baru digunakan masyarakat sekitar tahun 1800. Sebelum dibangun seperti sekarang, bahan-bahan bangunan masjid, sebagian menggunakan kayu.
Kompleks Masjid Laweyan menjadi satu dengan makam kerabat Keraton Pajang, Kartasura dan Kasunanan Surakarta. Pada makam terdapat pintu gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan oleh Sunan Paku Buwono X untuk ziarah ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1 tahun setelah kunjungan itu beliau wafat.
Kompleks makam Ki Ageng Henis
Beberapa orang yang dimakamkan di tempat itu di antaranya:
- Kyai Ageng Henis merupakan penasihat spiritual Kerajaan Pajang. Beliau merupakan keturunan Raja Majapahit dari silsilah Raja Brawijaya-Pangeran Lembu Peteng-Ki Ageng Getas Pandawa lalu Ki Ageng Selo. Sedangkan keturunan Ki Ageng Henis saat ini menjadi raja-raja di kraton Kasunanan dan Mataram.
- Susuhunan Paku Buwono II yang memindahkan Keraton Kartasura ke Desa Sala hingga menjadi Keraton Kasunanan Surakarta. Konon Paku Buwono II ingin dimakamkan dekat dengan Kyai Ageng Henis dan bertujuan untuk menjaga Keraton Kasunanan Surakarta dari serangan musuh.
- Permaisuri Paku Buwono V
- Pangeran Widjil I Kadilangu sebagai Pujangga Dalem Paku Buwono II - Paku Buwono III yang memprakarsai pindahnya Keraton dari Kartasura ke Surakarta.
- Nyai Ageng Pati
- Nyai Pandanaran
- Prabuwinoto anak bungsu dari Paku Buwono IX.
- Dalang Keraton Kasunanan Surakarta yang menurut legenda pernah diundang oleh Nyi Roro Kidul untuk mendalang di Laut Selatan.
- Kyai Ageng Proboyekso, yang menurut legenda merupakan Jin Laut Utara yang bersama pasukan jin ikut membantu menjaga keamanan Kerajaan Kasunanan Surakarta.
- Ki Ageng Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat beliau adalah seorang resi/pandhita yang memiliki hubungan dekat dengan Ki Ageng Henis yang merupakan sahabat dari Sunan Kalijaga.
Di makam ini terdapat tumbuhan langka pohon nagasari yang berusia lebih dari 500 tahun yang merupakan perwujudan penjagaan makam oleh naga yang paling unggul.
Selain itu pada gerbang makam terdapat simbolisme perlindungan dari Batari Durga. Keberadaan makam direnovasi oleh Paku Buwono X bersamaan dengan renovasi Keraton Kasunanan.
Sebuah bangunan semacam pendapa yang diangkat dari pindahan Keraton Kartasura.
Meski Masjid Laweyan merupakan peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta, saat ini pemeliharaannya justru lebih didominasi masyarakat sekitar yang rata-rata sebagai pengusaha batik. Ritual tradisi budaya keraton juga jarang digelar di Masjid Laweyan. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU