Filosofi CANTING
Canting berasal dari bahasa Jawa canthing, sebuah alat yang dipakai untuk memindahkan cairan malam untuk membuat batik tulis. Alat ini terdiri dari nyamplung (tampungan cairan “malam” yang terbuat dari tembaga), cucuk (tempat keluarnya malam), dan gagang (tangkai canting yang biasanya terbuat dari bambu atau kayu). ‘Malam sendiri adalah cairan lilin yang diproduksi secara alami.
Umur alat untuk membatik ini memang sudah setua peradaban Mesir lama. Jejaknya ditemukan kali pertama pada pembungkus mumi, yang ternyata buatan abad ke-IV Sebelum Masehi. Namun, ruhnya untuk menyuguhkan pola-pola keindahan tak pernah mengenal kata berkesudahan, tak lekang di tiap ruang dan juga milenia.
Namun demikian, dibutuhkan harmoni embusan napas dan perasaan ketika menuangkan cairan malam dalam lembaran kain bakal pembungkus badan. Bukan saja kekuatan memegang gagang canting yang dibutuhkan, tapi juga kehalusan penjiwaan dan kesabaran dalam menerakan detail mili demi mili pewarnaan pola keindahan.
Tak heran jika batik sarat dengan muatan kejiwaan yang menjadi latar seni dan keindahan. Setali tiga uang dengan catatan etimologis, kata ini berasal dari paduan kata Jawa “amba” dan “nitik”. Amba bermakna menulis, dan nitik berarti titik. Dengan demikian, ia bisa dibilang akumulasi titik yang menyuguhkan pesona elok nan cantik yang multimakna.
Dalam matra sejarah, membatik tidak melulu dilatari alasan ekonomi, tapi juga media penyaluran emosi. Sebagai media ekspresi emosi, para pembatik –yang kebanyakan para ibu— menuangkan cairan lilin tidak saja dalam suasana bungah, tapi juga saat jengah dan resah dengan kehidupan yang kadang menyuguhkan masalah yang pelik menurut logika sederhana.
Saat marah membuncah, membatik menjadi media kompensasi yang dapat meredakannya, lantaran membatik selalu menuntut keluwesan, keprigelan, dan kesabaran. Seraya menunggu suami pulang, membatik pun menjadi aktivitas positif untuk mengisi waktu luang ketimbang ngerumpi membahas aib sesama di pelataran rumah orang.
Bahkan, saat Sri Susuhunan Pakubuwono III tak lagi memberikan cinta dan kehangatan, Ratu Beruk resah. Ia menenangkan diri di taman Bale Kambang, lantas menuangkan kegelisahannya dalam lembar kain. Dari situlah lahir motif batik truntum, yang berarti “timbul atau berkumpul”, semakna dengan mekarnya kembali cinta raja kepada Ratu Beruk.
Memang, membatik identik dengan menulis. Sama-sama menggunakan alat penuang —tinta dan malam: pena dan canting. Sama-sama mewarnai lembaran —kertas dan kain— yang polos tanpa corak, sebagaimana fitrah anak Adam. Keduanya mengekspresikan suasana hati dan kenyataan sekitar. Sebagaimana pena dalam meretas kata, dari situlah canting mengurai makna. Dari filosofi itu pulalah canting menjadi komunitas untuk saling berdiskusi dan saling berbagi.
Canting (dari bahasa Jawa, canthing, IPA:tʃanʈiŋ) adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan yang khas digunakan untuk membuat batik tulis, kerajinan khas Indonesia. Canting tradisional untuk membatik adalah alat kecil yang terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya.
- Nyamplung: tempat tampungan cairan malam, terbuat dari tembaga.
- Cucuk: tergabung dengan nyamplung, adalah tempat keluarnya cairan malam panas saat menulis batik.
- Gagang: pegangan canting, umumnya terbuat dari bambu atau kayu.
Ukuran canting dapat bermacam-macam sesuai besar kecilnya lukisan batik yang akan dibuat. Saat digunakan, pengrajin memegang canting seperti menggunakan pena, mengisi nyamplung dengan malam cair dari wajan tempat memanaskan malam tersebut. Pengrajin kemudian meniup cairan malam panas dalam nyamplung untuk menurunkan suhunya sedikit, kemudian melukiskan malam yang keluar dari cucuk tersebut di atas gambar motif batik yang sebelumnya telah dilukis dengan pensil.
Jenis Canting
Pada umumnya, canting terdiri dari dua macam kombinasi elemen yaitu tembaga untuk mata canting dan kayu/bamboo yang lentur dan ringan untuk gagangnya.
bagian canting
Seperti rapido atau drawing pen, canting juga memiliki beberapa jenis yang terbagi berdasarkan kebutuhan dalam membatik. Pada posting ini, saya ingin membahas tentang beberapa jenis canting yang biasa digunakan untuk membatik.CANTING MENURUT FUNGSINYA
Canting Reng(Reng-rengan)
reng adalah pola pertama yang dibuat dalam pengerjaan batik. reng rengan juga dapat diartikan sebagai kerangka utama.
orang yang membuat reng disebut ngerengreng.
biasanya canting reng digunakan untuk membuat pola awal. batikan awal hasil mencontoh pola desebut polan. canting reng bercucuk tunggal.
Canting Isen
canting isen adalah canting yang digunakan untuk mengisi bidang batik, maupun mengisi pola utama (polan).
canting isen biasanya bercucuk kecil baik tunggal maupun rangkap.
Canting Blok
canting blok adalah canting yang biasanya digunakan untuk ngeblok atau nembok. biasanya memiliki diameter cucuk yang lebar sehingga malam yang keluar banyak dan dapat mempercepat proses pengeblokan malam.
ps. baik canting isen maupun canting reng biasanya terdiri dari jenis maupun menggunakan canting yang sama. semuanya tergantung kepada pembatik dan pola awal yang akan dibentuk batik.
CANTING MENURUT UKURAN CUCUK
Canting Cucuk Besar
canting cucuk besar memiliki diameter cucuk ujung yang besar sekitar 0.8-1 mm. canting ini biasanya digunakan untuk ngeblok.
Canting Cucuk Sedang
canting cucuk sedang memiliki diameter cucuk ujung yang besarnya sekitar 0.5-0.7 mm. canting ini biasanya digunakan untuk molani maupun isen.
Canting Cucuk Kecil
canting cucuk skecil memiliki diameter cucuk ujung yang besarnya sekitar 0.4-0.2 mm. canting ini biasanya digunakan untuk isen karena bentuknya yang kecil. namun terkadang canting cucuk kecil juga digunakan untuk membuat pola pada jenis batik yang memiliki tingkat kerumitan yang tinggi.
CANTING MENURUT BANYAKNYA CUCUK
canting cecek / canting blok / canting ukuran besar & canting loronCanting Cecekan
canting cecekan bercucuk satu, biasanya memiliki ujung cucuk yang kecil. canting ini digunakan untuk membuat cecek (titik). selain untuk membuat cecek, canting ini juga digunakan untuk membuat garis-garis yang kecil.
Canting Loron
canting loron berasal dari bahasa jawa loro yang artinya dua. canting ini memiliki mata cucuk dua yang bentuknya berjajar atas dan bawah. canting ini digunakan untuk membuat garis rangkap. di beberapa daerah, canting loron digunakan untuk membuat pinggiran (pola di ujung kain)
Canting Telon
telon berasal dari bahasa jawa telu yang artinya tiga. canting ini memiliki susunan bentuk mata cucuk segitiga sama sisi. canting ini biasanya digunakan untuk membuat isen.
Canting Prapatan
apabila dianalogikan, prapat - papat - empat. prapat juga berasal dari bahasa jawa. canting ini memiliki empat mata cucuk yang membentuk bujursangkar. canting ini biasanya digunakan sebagai isen.
Canting Liman
liman untuk lima, canting ini bercucuk lima. canting ini memiliki bentung bujur sangkar dengan satu titik di tengah. biasa digunakan sebagai isen juga.
Canting Byok
canting byok adalah canting yang memiliki ujung cucuk berjumlah tujuh atau lebih dari tujuh. biasanya mempunyai bentuk lingkaran kecil yang terdiri dari titik-titik. canting byok biasanya memiliki jumlah cucuk yang ganjil.
Canting Galaran / Canting Renteng
galaran berasal dari kata galar yang artinya tempat tidur dari bambu yang bentuknya membujur. canting galaran biasanya memiliki ujung cucuk berjumlah genap, membujur dari atas ke bawah. canting galaran biasa disebut dengan nama canting renteng.
ternyata filosofi batik dalam banget min...
BalasHapusbangga jadi anak bangsa yg punya berjuta keragaman seni dan budaya