Tapak Jejak Walisongo "Pangeran Diponegoro"
GOA SELARONG "Pangeran DIPONEGORO"
Gua Selarong adalah gua bermuatan sejarah yang berlokasi di di Dukuh Kembangputihan, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta. Gua yang terbentuk di perbukitan batu padas ini digunakan sebagai markas gerilya Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830) melawan tentara Hindia Belanda. Pangeran Diponegoro pindah ke gua ini setelah rumahnya di Tegalrejo diserang dan dibakar habis oleh Belanda.
Gua Selarong sekarang merupakan objek wisata dengan dilengkapi area bumi perkemahan. Objek ini berlokasi sekitar 14 km arah selatan Kota Yogyakarta, di puncak bukit yang ditumbuhi banyak pohon. Di sekitar Gua Selarong juga sedang dikaji pengembangan objek agrowisata dengan klengkeng sebagai daya tarik utama.
Gua Selarong
Dukuh Kembangputihan, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta.
Gua Selarong pada masanya sekitar 1825 – 1830 merupakan markas gerilya Pangeran Diponegoro, letaknya sekitar 10 km selatan kota Yogyakarta terletak di puncak bukit dengan dikelilingi banyak pohon jambu biji dan sawo kecik walaupun sekarang sudah mulai berkurang.
Perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong
Pada tanggal 21 Juli 1825, pasukan Belanda pimpinan asisten Residen Chevallier mengepung Dalem Pangeran Diponegoro di Tegalrejo untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Akan Tetapi Pangeran Diponegoro berhasil meloloskan diri dan menuju ke Selarong. Di tempat tersebut secara diam-diam telah dipersiapkan untuk dijadikan markas besar. Selarong sendiri merupakan desa strategis yang terletak di kaki bukit kapur, berjarak sekitar enam pal (sekitar 9 Km) dari kota Yogyakarta. Setelah Peristiwa di Tegalrejo sampai ke Kraton, banyak kaum bangsawan yang meninggalkan istana dan bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Mereka adalah anak cucu dari Sultan Hamengkubuwono I, II dan III yang berjumlah tidak kurang dari 77 orang dan ditambah pengikutnya.
Dengan demikian pada akhir juli 1825. di Selarong telah berkumpul bangsawan-bangsawan yang nantinya menjadi panglima dalam pasukan Pangeran Diponegoron. Mereka adalah Pangeran Mangkubumi, Pangeran Adinegoro, Pangeran Panular, Adiwinoto Suryodipuro, Blitar, Kyai Mojo, Pangeran Ronggo, Ngabei Mangunharjo dan Pangeran Surenglogo.
Pangeran Diponegoro juga memerintahkan Joyomenggolo, Bahuyudo dan Honggowikromo untuk memobilisasi pendulduk desa sekitar Selarong dan bersiap melakukan perang. Di tempat ini juga disusun strategi dan langkah-langkah untuk memastikan sasaran yang akan djserang. Pada tanggal 31 Juli 1825 Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi menulis surat kepada masyarakat Kedu agar bersiap melakukan perang. Dalam surat itu beliau mengatakan bahwa sudah saatnya Kedu kembali ke wilayah Kasultanan Yogyakarta setelah dirampas oleh Belanda.
Di Selarong dibentuk beberapa batalyon yang dipimpin oleh Ing Ngabei Joyokusumo, Pangeran Prabu Wiromenggolo dan Sentot Prawirodirja dengan pakaian dan atribut yang berbeda. Sepanjang bulan Juli 1825 hampir seluruh pinggiran kota diduduki oleh pasukan Diponegoro. Markas besar Pangeran Diponegoro di Selarong dipimpin oleh lima serangkai yang terdiri dari Pangeran Diponegoro sebagai ketua markas, Pangeran Mangkubumi merupakan anggota tertua sebagai penasehat dan pengurus rumah tangga, Pangeran Angabei Jayakusuma sebagai panglima pengatur siasat dan penasehat di medan perang Alibasah Sentot Prawirodirjo yang sejsk kecil di didik di Istana dan setelah perang Diponegoro bergabung dengan Pangeran Diponergoro dan Kyai Maja sebagau penasehat rohani pasukan Pangeran Diponegoro.
Pada tanggal 7 Agustus 1825 Pasukan Diponegoro dengan kekuatan sekitar 6.000 orang menyerbu Negara Yogyakarta dan berhasil menguasainya. Meski demikian Pangeran Diponegoro tidak menduduki kota Yogyakarta dan Sri Sultan HB V berhasil diselamatkan dan diamankan di Benteng Vredeburg dengan pengawalan ketat dari Kraton.
Peristiwa 21 Juli 1825 di Yogyakarta sampai kepada Komisaris Jenderal van Der Capellen pada tanggal 24 Juli 1825. Selanjutnya diputuskan untuk mengangkat Lentan Jenderal H.M. De Kock sebagai komisaris pemerintah untuk Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang diberikan hak istimewa di bidang militer maupun sipil.
Berbagai upaya dilakukan oleh Jenderal De Kock antara lainmenulis surat kepada P. Diponegoro yang isinya mengajak P.Diponegoro untuk berdamai. Tetapi ajakan berunding tersebut ditolak secara tegas oleh Pangeran Diponegoro. Dengan penolakan tersebut maka Jenderal De Kock memerintahkan untuk menyerbu Selarong. Akan tetapi ketika pasukan Belanda tiba di Selarong, desa itu sepi karena pasukan Pangeran Diponegoro sudah berpencar di berbagai arah. Menurut babad, selanjutnya Pangeran Diponegoro mendirikan markas di Dekso yang berlangsung kurang lebih 10 bulan dari tanggal 4 November 1825 sampai dengan 4 Agustus 1826.
Selama bermarkas di Selarong pasukan Belanda telah melakukan penyerangan tiga kali Serangan pertama pada tanggal 25 Juli 1825 yang dipimpin oleh Kapten Bouwes. Serangan ini merupakan aksi perlawanan Pangeran Diponegoro di Logorok dekat Pisangan Yogyakarta, yang mengakibatkan 215 pasukan Belanda menyerah. Serangan kedua pada bulan September di bawah pimpinan Mayor Sellwinj dan Letnan Kolonel Achenbac dan serangan ketiga tanggal 4 November 1825. Setiap pasukan Belanda menyerang Selarong maka Pasukan Pangeran Diponegoro menghilang di goa-goa sekitar Selarong.
Gua Selarong sekarang merupakan objek wisata dengan dilengkapi area bumi perkemahan. Objek ini berlokasi sekitar 14 km arah selatan Kota Yogyakarta, di puncak bukit yang ditumbuhi banyak pohon. Di sekitar Gua Selarong juga sedang dikaji pengembangan objek agrowisata dengan klengkeng sebagai daya tarik utama.
Gua Selarong
Dukuh Kembangputihan, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta.
Gua Selarong pada masanya sekitar 1825 – 1830 merupakan markas gerilya Pangeran Diponegoro, letaknya sekitar 10 km selatan kota Yogyakarta terletak di puncak bukit dengan dikelilingi banyak pohon jambu biji dan sawo kecik walaupun sekarang sudah mulai berkurang.
Untuk sampai ke Goa Selarong kita harus meniti tangga dengan tingkat kemiringan cukup curam. Goa ini berbentuk sempit dengan lebar sekitar 3m dan tinggi hanya sekitar 2m, goa ini sebenarnya lebih mirip ‘cekungan batu (cadas)’ tanpa ada tembusan ke dalam batu seperti kebanyakan goa lainnya.
Untuk sampai ke Goa Selarong kita harus meniti tangga dengan tingkat kemiringan cukup curam.
Goa ini berbentuk sempit dengan lebar sekitar 3m dan tinggi hanya sekitar 2m, goa ini sebenarnya lebih mirip ‘cekungan batu (cadas)’ tanpa ada tembusan ke dalam batu seperti kebanyakan goa lainnya.
Pada tanggal 21 Juli 1825, pasukan Belanda pimpinan asisten Residen Chevallier mengepung Dalem Pangeran Diponegoro di Tegalrejo untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Akan Tetapi Pangeran Diponegoro berhasil meloloskan diri dan menuju ke Selarong. Di tempat tersebut secara diam-diam telah dipersiapkan untuk dijadikan markas besar. Selarong sendiri merupakan desa strategis yang terletak di kaki bukit kapur, berjarak sekitar enam pal (sekitar 9 Km) dari kota Yogyakarta. Setelah Peristiwa di Tegalrejo sampai ke Kraton, banyak kaum bangsawan yang meninggalkan istana dan bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Mereka adalah anak cucu dari Sultan Hamengkubuwono I, II dan III yang berjumlah tidak kurang dari 77 orang dan ditambah pengikutnya.
Dengan demikian pada akhir juli 1825. di Selarong telah berkumpul bangsawan-bangsawan yang nantinya menjadi panglima dalam pasukan Pangeran Diponegoron. Mereka adalah Pangeran Mangkubumi, Pangeran Adinegoro, Pangeran Panular, Adiwinoto Suryodipuro, Blitar, Kyai Mojo, Pangeran Ronggo, Ngabei Mangunharjo dan Pangeran Surenglogo.
Pangeran Diponegoro juga memerintahkan Joyomenggolo, Bahuyudo dan Honggowikromo untuk memobilisasi pendulduk desa sekitar Selarong dan bersiap melakukan perang. Di tempat ini juga disusun strategi dan langkah-langkah untuk memastikan sasaran yang akan djserang. Pada tanggal 31 Juli 1825 Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi menulis surat kepada masyarakat Kedu agar bersiap melakukan perang. Dalam surat itu beliau mengatakan bahwa sudah saatnya Kedu kembali ke wilayah Kasultanan Yogyakarta setelah dirampas oleh Belanda.
Di Selarong dibentuk beberapa batalyon yang dipimpin oleh Ing Ngabei Joyokusumo, Pangeran Prabu Wiromenggolo dan Sentot Prawirodirja dengan pakaian dan atribut yang berbeda. Sepanjang bulan Juli 1825 hampir seluruh pinggiran kota diduduki oleh pasukan Diponegoro. Markas besar Pangeran Diponegoro di Selarong dipimpin oleh lima serangkai yang terdiri dari Pangeran Diponegoro sebagai ketua markas, Pangeran Mangkubumi merupakan anggota tertua sebagai penasehat dan pengurus rumah tangga, Pangeran Angabei Jayakusuma sebagai panglima pengatur siasat dan penasehat di medan perang Alibasah Sentot Prawirodirjo yang sejsk kecil di didik di Istana dan setelah perang Diponegoro bergabung dengan Pangeran Diponergoro dan Kyai Maja sebagau penasehat rohani pasukan Pangeran Diponegoro.
Pada tanggal 7 Agustus 1825 Pasukan Diponegoro dengan kekuatan sekitar 6.000 orang menyerbu Negara Yogyakarta dan berhasil menguasainya. Meski demikian Pangeran Diponegoro tidak menduduki kota Yogyakarta dan Sri Sultan HB V berhasil diselamatkan dan diamankan di Benteng Vredeburg dengan pengawalan ketat dari Kraton.
Peristiwa 21 Juli 1825 di Yogyakarta sampai kepada Komisaris Jenderal van Der Capellen pada tanggal 24 Juli 1825. Selanjutnya diputuskan untuk mengangkat Lentan Jenderal H.M. De Kock sebagai komisaris pemerintah untuk Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang diberikan hak istimewa di bidang militer maupun sipil.
Berbagai upaya dilakukan oleh Jenderal De Kock antara lainmenulis surat kepada P. Diponegoro yang isinya mengajak P.Diponegoro untuk berdamai. Tetapi ajakan berunding tersebut ditolak secara tegas oleh Pangeran Diponegoro. Dengan penolakan tersebut maka Jenderal De Kock memerintahkan untuk menyerbu Selarong. Akan tetapi ketika pasukan Belanda tiba di Selarong, desa itu sepi karena pasukan Pangeran Diponegoro sudah berpencar di berbagai arah. Menurut babad, selanjutnya Pangeran Diponegoro mendirikan markas di Dekso yang berlangsung kurang lebih 10 bulan dari tanggal 4 November 1825 sampai dengan 4 Agustus 1826.
Selama bermarkas di Selarong pasukan Belanda telah melakukan penyerangan tiga kali Serangan pertama pada tanggal 25 Juli 1825 yang dipimpin oleh Kapten Bouwes. Serangan ini merupakan aksi perlawanan Pangeran Diponegoro di Logorok dekat Pisangan Yogyakarta, yang mengakibatkan 215 pasukan Belanda menyerah. Serangan kedua pada bulan September di bawah pimpinan Mayor Sellwinj dan Letnan Kolonel Achenbac dan serangan ketiga tanggal 4 November 1825. Setiap pasukan Belanda menyerang Selarong maka Pasukan Pangeran Diponegoro menghilang di goa-goa sekitar Selarong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU