Laman

Senin, 10 Februari 2014

Makam Cungkup Petilasan SUNAN BONANG "Sayyid Ibrahim Al-Huseini" Exclusive

Walisongo 

Tapak Jejak"WALISONGO" (Walisongo Periode Pertama)

Tapak Jejak"WALISONGO" (Walisongo Periode ketiga)

Makam Cungkup Petilasan SUNAN BONANG
(Raden Maulana Makdum Ibrahim) "Sayyid Ibrahim Al-Huseini"
Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465,dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim.Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila.Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang.Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.

Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M,dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang.Namun,yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. 

Lokasi makam Sunan Bonang ada dua karena konon,saat beliau meninggal,kabar wafatnya beliau sampai pada seoran g muridnya yang berasal dari Madura.Sang murid sangat mengagumi beliau sampai ingin membawa jenazah beliau ke Madura.Namun,murid tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain kafan dan pakaian-pakaian beliau.Saat melewati Tuban,ada seorang murid Sunan Bonang yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah Sunan Bonang.Mereka memperebutkannya.

SUNAN BONANG,WALI YANG MEMBUJANG DENGAN EMPAT MAKAM
Mereka yang melacak jejak Sunan Bonang setidaknya akan mendapatkan tiga lokasi pemakaman,yang jika para juru kuncinya ditanggapi terlalu serius,tentu akan menjadi bingung-karena tiada cara untuk membuktikan kesahihannya.

Kerancuan ini disebabkan antara lain karena sejak awal tidak terbedakan,mana yang makam dan mana yang petilasan:tempat para wali pernah tinggal,mengajar,atau sekadar lewat saja.Meski begitu,petilasan boleh dianggap tak kalah penting dengan makam, karena makam sebetulnya hanyalah tempat para beliau dikubur, sedangkan petilasan justru merupakan atmosfer lingkungan hidup seorang wali ratusan tahun silam.

Apabila petilasan yang menjadi ukuran,maka jumlah lokasi yang terhubungkan dengan Sunan Bonang menjadi empat.

Kisah empat lokasi Petilasan/Cungkup
  • Makam Cungkup Petilasan SUNAN BONANG"Sayyid Ibrahim Al-Huseini"di TUBAN-Jawa Timur
Makam Sunan Bonang


Suasana Dalam Makam Sunan Bonang
Lokasi pertama,dan yang paling populer,adalah makam di belakang Mesjid Agung Tuban. 
Makam Sunan Bonang terletak di Kabupaten Tuban,Jawa Timur,sekitar 200 meter dari alun-alun kota.
Alun-alun depan Makam / Masjid Sunan Bonang
Barang siapa berkunjung ke sana akan melihat suatu kontras,antara Mesjid Agung Tuban yang arsitekturnya megah dan berwarna-warni itu,dengan astana masjid Sunan Bonang di
belakangnya yang sederhana. 
Masjid Sunan Bonang Sangat Disayangkan Wujud Aslinya sudah Direnovasi 
Masjid di dalam kompleks makam
Di dekat astana mesjid yang mungil itulah terletak makam Sunan Bonang.Untuk mencapai tempat itu kita harus menyusuri gang sempit di samping mesjid besar,bagaikan perlambang atas keterpinggiran alam mistik dalam kehidupan pragmatik masa kini.
Sayang Banyak Piring Keramik Asli yang Hilang
piring''kaligrafi di dinding Gapura

Keistimewaan
Para peziarah yag datang ke makam Sunan Bonang umumnya melakukan doa tahlil maupun membaca surat Yasin.Akan tetapi, selain untuk berdoa,mengunjungi makam ini peziarah juga dapat menyaksikan jejak penyebaran agama Islam khususnya yang dilakukan oleh Sunan Bonang.

Masjid yang menyambut pengunjung ketika memasuki gapura,misalnya,merupakan masjid tua yang menjadi pusat penyebaran agama yang dilakukan oleh Sunan Bonang.Di pelataran masjid ini,terdapat salah satu peninggalan Sunan Bonang,yaitu tempat wudhu yang terbuat dari batu.Hingga kini,batu tersebut terawat dengan baik dan dipagari.

Sebagaimana makam Walisongo lainnya,di komplek makam ini pengunjung dilarang mengambil gambar.Seorang juru kunci akan setia mendampingi rombongan yang masuk ke dalam cungkup dan akan memperingatkan pengunjung yang coba-coba mengambil gambar makam Sunan Bonang.
  • Makam Cungkup Petilasan SUNAN BONANG"Sayyid Ibrahim Al-Huseini" di Lasem-Jawa Tengah
Makam dan Pasujudan Sunan Bonang
Lokasi kedua adalah petilasan di sebuah bukit di pantai utara Jawa, antara Rembang dan Lasem,tempat yang dikenal sebagai mBonang,dan dari sanalah memang ternisbahkan nama sang sunan.Di kaki bukit itu konon juga terdapat makam Sunan Bonang,tanpa cungkup dan tanpa nisan,hanya tertandai oleh tanaman bunga melati. 


Namun atraksi utama justru di atas bukit,tempat terdapatnya batu yang digunakan
sebagai alas untuk shalat-di batu itu terdapat jejak kaki Sunan Bonang,konon kesaktiannya membuat batu itu melesak.
Batu/Selo Pasujudan SUNAN BONANG
di berada di desa Bonang,Kecamatan Lasem,dengan jarak 17 kilometer dari kota Rembang ke timur jurusan Surabaya. 

Selain mengunjungi makam,ketika anda sampai lokasi objek wisata,anda bisa mengunjungi tempat pasujudannya yang berada di sebuah bangunan mushalla dengan kamar berisi batu besar yang di gunakan oleh Sunan Bonang sebagai sajadah,tempat bershalawat(bertapa)atas perintah Nabi Haidir. 
Batu itulah yang akhirnya dikenal dengan nama pasujudan(tempat sujud kepada Allah SWT)Sunan Bonang,karena ada bekas anggota badan Sunan Bonang.

Untuk bisa sampai ke lokasi pasujudan,pengunjung harus menaiki tangga dengan waktu tempuh sekitar 10 menit karena berada di atas perbukitan yang berada tak jauh dari Jalan Surabaya-Rembang.
Setelah mengunjun gi tempat pasujudan,tak jauh dari lokasi terdapat Makam Putri Campa,yaitu makam Dewi Indrawati(Ibu Raden Patah Sultan Demak)yang menjadi mubalighah di Bonang sampai akhir hayatnya.

Kesan sebagai makam mungkin bisa dibayangkan bangunannya tidak ada yang spesial,tetapi khusus Makam Putri Campa ini mempunyai alas tiang berupa umpak dari tulang ikan paus.

Pasujudan Sunan Bonang
Situs Pasujudtan ini berdampingan dengan makam Putri Cempo(Cempa,Campa)dan ini terjelaskan oleh cerita tutur bahwa Sunan Bonang adalah putra Sunan Ngampel Denta yang berasal dari Cempa tersebut-seperti teruraikan dalam Intisari bulan lalu.Sunan Bonang telah memindahkan
makam putri Darawati atau Andarawati yang merupakan maktuanya tersebut dari makam lama di Citra Wulan(bertarikh Jawa 1370 alias 1448 Masehi,mungkin maksudnya di wilayah ibukota Majapahit)ke
Karang Kemuning,Bonang,tak dijelaskan kenapa.Namun keterangan ini muncul sebagai catatan kaki atas cerita tentang perampasan barang-barang berharga Demak ketika direbut Mataram,dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa:Peralihan dari Majapahit ke Mataram(1974) karya Graaf dan Pigeaud.
Di bawah ini adalah foto-foto yang diambil dari lokasi Pasujudan Sunan Bonang 
Pintu Gerbang Pasujudan Sunan Bonang
Di bawah ini adalah foto yang diambil dari lokasi Ndalem/Makam Sunan Bonang.

Makam Sunan Bonang terkesan sangat sederhana,karena tidak ada batu nisan yang menunjukkan makam tersebut merupakan seorang wali.
Makam Putri Campa
Sejarah Putri Cempo/Campa di Desa Bonang
Setengah riwayat menyebutkan bahwa Putri Campa nama aslinya Dewi kasyifah putri S.Ibrahim Asmarakandi.Ketika masih kecil Putri Campa pergi menutut ilmu hingga sampai di negeri Campa. 

Seorang ahli sejarah meyebutkan bahwa Campa terletak di Kamboja(Indocina),tetapi yang lain menyebutkan bahwa Campa terletak di Aceh. 
Di Negara Campa tersebut Kasyifah diambil anak angkat oleh seorang Tionghoa(Cina).Setelah diambil sebagai anak angkat,nama Kasyifah diganti dengan nama Indrawati.Setengah riwayat juga meyebutkan bahwa Kasyifah juga bernama Asiyah. 

Oleh orang Cina tersebut Indrawati dihadiahkan kepada Raja Majapahit Prabu Brawijaya ke V,dengan suatu permintaan agar bangsa Cina diperbolehkan untuk tetap tinggal di tanah Jawa dan dijaga keselamatanya. 

Prabu Brawijaya sangat terkesan dan tertarik akan kecantikan Dewi Indrawati,beliau menerima hadiah tersebut dengan senang hati,serta meluluskan permintaan Cina tersebut.Dari hasil perkawinan Prabu Brawijaya dengan Dewi Indrawati lahirlah R.Sultan Patah yang nantinya akan bergelar sebagai Sultan Kerajaan Islam Demak Bintoro. 

Setelah Raden Patah ditetapkan oleh para Wali Tanah Jawa dalam musyawarahnya di Ngampel sebagai Sultan Kerajaan Demak yang berkuasa sekitar tahun 1500-1518 M.Saat itu Dewi Indrawati berkeinginan untuk menengok putranya yang dikabarkan telah menjadi Raja Kerajaan Islam Demak Bintoro.Kedatangan Dewi Indrawati,di Demak sedang berlangsung Musyawarah Para Wali untuk membahas perkembangan agama Islam di tanah Jawa.Atas permintaan R.Ibrahim Sunan Bonang,serta persetujuan R.Patah beserta Ibunya Dewi Indrawati diajak ke Bonang Lasem untuk mengajar dan dan memimpin para Muslimat di Bonang.Akhirnya Putri Campa/Dewi Indrawati ibu Raden Patah menjadi muballighah hingga akhir hayatnya.Beliau wafat dan dimakamkan di dekat Pasujudan Kanjeng Sunan Bonang di desa Bonang Lasem. 

Setelah mengunjungi tempat pasujudan dan makam Putri Campa,pengunjung bisa menuju lokasi Makam Sunan Bonang yang berjarak dari lokasi petisalannya sekitar 300 meter dengan menyusuri jalan menuju perkampungan warga.
Makam Sunan Bonang terkesan sangat sederhana,karena tidak ada batu nisan yang menunjukkan makam tersebut merupakan seorang wali.
Makam Sunan Bonang terkesan sangat sederhana,karena tidak ada batu nisan yang menunjukkan makam tersebut merupakan seorang wali.Pengunjung hanya bisa melihat sebuah pohon yang tumbuh yang dilindungi pagar.
Sedangkan di luar pagar terdapat tulisan Makam Sunan Bonang(R.Maulana Makdum Ibrahim).
Perdebatan Makam Sunan Bonang memang masih terjadi,karena ada yang mengatakan makam beliau ada di Tuban serta ada yang meyakini berada di Madura(wallahu a’lam bissowab). 

Keyakinan penduduk sekitar tentang Makam Sunan Bonang karena sejumlah barang-barang yang biasa digunakan semasa hidup masih ada di daerah tersebut. 

Jika pengunjung ingin melihat keramaian di lokasi objek,dapat berkunjung pada setiap bulan Selo(Dulkangidah)Hari Rabu Pahing sebagai acara haul Sunan Bonang. 
Di bawah ini adalah foto-foto yang diambil dari lokasi Pasujudan Sunan Bonang 
dan Makam Putri Cempo.

RIWAYAT BENDE BECAK-SUNAN BONANG
Bende Becak yang terdapat di desa Bonang,yang pada setiap tanggal 10 Besar/Dzulhijjah diadakan upacara penyuciannya.Menurut dongeng kuno bahwa Bende Becak itu asalnya nama orang penabuh bendenya Prabu Brawijaya.Entah apa masalahnya akhirya ia kena sabda Kanjeng Sunan Bonang menjandi bende,dinamakan Bende Becak. 

Setelah menjadi bende ia menjadi pusakanya Kanjeng Sunan Bonang dan para wali lainnya.Adapun kegunaanya sewaktu-waktu ada keperluan penting bende tersebut dapat berbuyi tanpa ditabuh.Pada zaman kewalian bende itu berguna untuk mengumpulkan para wali,karena adanya sesuatu keperluan atau sebagai tanda(pemberitahuan)akan adanya sesuatu peperangan/musibah. 
Karena kekeramatan dari seorang wali,setiap peninggalan ataupun bekasnya akan mengandung hikmah yang besar.Sampai saat ini pusaka peninggalan Kanjeng Sunan Bonanag masih tersimpan dan terpelihara dengan baik di rumah kediaman Bapak Juru Kunci Pesarean Sunan Bonang.
Sedangkan Acara Penjamasan Pusaka Sunan Bonang berupa“bende”yang di beri nama“Bende Becak”pada setiap tanggal 10 Dzulhijah(Hari Raya Idul Adha)pukul 09.00 WIB diadakan upacara penjamasan di rumah juru kunci Desa Bonang,Kecamatan Lasem.Bende Becak berukuran garis tengah 10 centimeter.Bende ini berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan para wali atau sebagai tanda pemberitahuan akan terjadinya sesuatu peperangan/musibah. 

Pada upacara ini dibagi-bagikan ketan kuning dengan enti/selai(dari kelapa manis)serta memperebutkan air bekas penjamasan Bende Becak yang konon dapat memberikan berkah.Dan untuk lebih dulu mendapatkan barang tersebut,pengunjung berusaha lebih dahulu datang karena ada pula yang menginap.

Makam Cungkup Petilasan SUNAN BONANG 
"Sayyid Ibrahim Al-Huseini"diPulau Bawean

Lokasi ketiga adalah makam Sunan Bonang di Tambak Kramat,Pulau Bawean. 
Ketika kami melacak ke pulau terpencil antara Jawa dan Kalimantan tersebut,terdapat dua makam Sunan Bonang di tepi pantai- dan tiada cara untuk memastikan mana yang lebih masuk akal,meski untuk sekadar"dikira"sebagai makam Sunan Bonang. 
Berkas:Bawean relief.png
Makam Sunan Bonang di kampung Tegal Gubuk(Barat Tambak Bawean)
Danau Kastoba 
Kastoba,terdapat sebuah desa pesisir yang bernama Tambak.Desa ini terletak di wilayah administrasi Kecamatan Tambak,dan merupakan pusat kota kecamatan.Desa ini memiliki lima buah dusun,yaitu Tambak Kramat,Tambak Barat,Tambak Tengah,Tambak Timur,dan Tambak Gunung. 


TItik pusat desa berada pada Dusun Tambak Tengah.Lebih dari 50%wilayah Desa Tambak adalah pesisir,dan sisanya merupakan perbukitan.Desa Tambak Kramat,Tambak Barat,Tambak Tengah,dan Tambak Timur merupakan pedusunan pesisir yang berbatasan langsung dengan laut,sehingga hampir keseluruhan warganya berprofesi sebagai nelayan.Sedangkan,wilayah Dusun Tambak Gunung berada di daerah perbukitan yang tanahnya cocok untuk kegiatan bercocok tanam,sehingga mayoritas warganya bekerja sebagai petani. 


Salah satu makam memang tampak lebih terurus,karena dibuatkan"rumah"dan diberi
kelambu-sedang makam satunya masih harus bersaing pengakuan dengan spekulasi lain bahwa itu sebenarnya makam seorang pelaut dari Sulawesi yang kapalnya karam di sekitar Bawean.


Dengan begitu,sudah terdapat tiga situs yang disebut sebagai makam Sunan Bonang.Tentang makam di Bawean terdapat legenda yang bisa diikuti dari Islamisasi di Jawa:Walisongo,Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad(2000)karya Ridin Sofwan,Wasit,dan

Mundiri. 


Konon setelah Sunan Bonang wafat di Bawean,murid-muridnya di Tuban menghendaki agar Sunan Bonang dimakamkan di Tuban,tetapi para santri di Bawean berpendapat sebaiknya dimakamkan di Bawean saja,mengingat lamanya perjalanan menyeberangi laut.Syahdan,para

penjaga jenazah di Bawean telah disirep(ditidurkan dengan mantra) oleh mereka yang datang Bawean telah disirep(ditidurkan dengan mantra)oleh mereka yang datangmalam hari dari Tuban.


Dikisahkan betapa kuburan dibongkar{versi lain,dalam Misteri Syekh Siti Jenar:Peranan Walisongo dalam Mengislamkan Tanah Jawa(2004) karya Hasanu Simon,jenazah masih di tengah ruangan dan jenazah dibawa berlayar ke Tuban malam itu juga,untuk dimakamkan di dekat astana mesjid Sunan Bonang.Meskipun begitu,menurut para santri Bawean,yang berhasil dibawa ke Tuban sebetulnya hanyalah salah satu kain kafan;sebaliknya menurut para santri Tuban,yang terkubur di Bawean juga hanyalah salah satu kain kafan.




Makam Cungkup Petilasan SUNAN BONANG "Sayyid Ibrahim Al-Huseini"di TUBAN - Singkal Jawa Timur


Lokasi keempat adalah sebuah tempat bernama Singkal di tepi Sungai Brantas di Kediri.
Konon dari tempat itu,seperti dituturkan dalam Babad Kadhiri,Sunan Bonang melancarkan dakwah tetapi gagal mengislamkan Kediri.Ketika laskar Belanda-Jawa pada 1678 menyerang

pasukan Trunajaya di daerah itu,mereka menemukan mesjid yang digunakan sebagai gudang mesiu,seperti dilaporkan Antonio Hurdt.
Menurut Graaf dan Pigeaud,"Adanya mesjid yang cukup penting di Singkal pada abad ke-17 menyebabkan legenda yang mengisahkan tempat itu sebagai pusat propaganda agama Islam pada permulaan abad ke-16 menjadi agak lebih dapat dipercaya."Tentang Babad Kadhiri itu
sendiri,yang disebutkan telah dibicarakan G.W.J.Drewes,dianggap Graaf dan Pigeaud sebagai"kurang penting bagi sejarawan, yang mencari peristiwa-peristiwa yang serba pasti."


Meskipun Hasanu Simon meragukan Sunan Bonang pernah pergi ke Bawean, berdasarkan faktor usia dan kesulitan perjalanan masa lalu, tersebutnya Sunan Bonang di berbagai tempat ini membenarkan penemuan Graaf dan Pigeaud."Menurut cerita, Wali Lanang di Malaka memberikan tugas-tugas berbeda tetapi senada kepada kedua muridnya: Santri Bonang pada umumnya harus menyebarkan (dan memang, kenyataannya kelak Sunan Bonang banyak menjelajahi daerah-daerah), tetapi Raden Paku harus menetap di Giri (dan tentang dia tidak diberitakan perjalanan-perjalanan jauh)."Kedua sejarawan ini juga sama sekali

tidak menghubungkan Sunan Bonang dengan Bawean.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU