Laman

Selasa, 21 Januari 2014

Sangkuni Sang Patih yang tangkas, pandai bicara, buruk hati, dengki dan licik



Sangkuni Sang Patih yang tangkas, pandai bicara, buruk hati, dengki dan licik

Sangkuni Sang Patih yang tangkas, pandai bicara, buruk hati, dengki dan licik
Konon Sangkuni merupakan reinkarnasi dari Dwapara, yaitu seorang dewa yang bertugas menciptakan kekacauan di muka bumi.
Sangkuni, atau yang dalam ejaan Sanskerta disebut Shakuni (: शकुनि ; śakuni) atau Saubala adalah seorang tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan paman para Korawa dari pihak ibu. Sangkuni terkenal sebagai tokoh licik yang selalu menghasut para Korawa agar memusuhi Pandawa. Antara lain, ia berhasil merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan para Pandawa melalui sebuah permainan dadu.
Dalam pewayangan Jawa, Sangkuni sering dieja dengan nama Sengkuni. ketika para Korawa berkuasa di Kerajaan Hastina, ia diangkat sebagai patih. Dalam pewayangan Sunda, ia juga dikenal dengan nama Sangkuning.
Sengkuni - Versi Surakarta
Sengkuni-Solo

ARYA SENGKUNI yang waktu mudanya bernama Trigantalpati adalah putra kedua Prabu Gandara, raja negara Gandaradesa dengan permaisuri Dewi Gandini.

Arya Sengkuni mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama 
  1. Dewi Gandari, A
  2. rya Surabasata dan 
  3. Arya Gajaksa.

Arya Sengkuni menikah dengan Dewi Sukesti, putri Prabu Keswara raja negara Plasajenar.
Dari perkawinan tersebut ia memperoleh tiga orang putra bernama ; 
  1. Arya Antisura/Arya Surakesti, 
  2. Arya Surabasa dan 
  3. Dewi Antiwati yang kemudian diperistri Arya Udawa, patih negara Dwarawati. 
  • Arya Sengkuni mempunyai sifat perwatakan ; tangkas, pandai bicara, buruk hati, dengki dan licik. 
  • Arya Sengkuni bukan saja ahli dalam siasat dan tata pemerintahan serta ketatanegaraan, tetapi juga mahir dalam olah keprajuritan.
  • Arya Sengkuni mempunyai pusaka berwujud Cis (=Tombak pendek untuk memerintah gajah) yang mempunyai khasiat dapat menimbulkan air bila ditancapkan ke tanah.
  • Dalam perang Bharatayuda, Arya Sengkuni diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa setelah gugurnya Prabu Salya, raja negara Mandaraka. 
  • Arya Sengkuni mati dengan sangat menyedihkan di tangan Bima.
  • Tubuhnya dikuliti dan kulitnya diberikan kepada Dewi Kunti untuk melunasi sumpahnya.
  • Mayat Sakuni kemudian dihancurkan dengan gada Rujakpolo.
PATIH HARYA SAKUNI
Patih Harya Sakuni putra raja negara Palasajenar. Ia kelak akan menggantikan sebagai raja. Sewaktu mudanya bernama Harya Suman.
Berkas:Sangkuni-kl.jpg
Pada waktu negara Madura diperintah Prabu Kuntiboja, baginda mengadakan perlombaan memilih calon suami bagi Dewi Kunti. Dengan diikuti adiknya perempuan, Dewi Gendari, hendak ikut serta di dalam perlombaan, tetapi terlambat datangnya. Di jalan ia berjumpa dengan Raden Pandu yang telah menang di dalam perlombaan itu. Harya Sakuni hendak merebut Dewi Kunti dan terjadilah perang. Sakuni kalah dan menyerahkan adiknya, Gendari, sebagai penebus kekalahannya itu.

Setibanya di Astina, Dewi Gendari dikawinkan dengan Raden Destarastra. Setelah Destarastra menjadi raja Astina, Harya Sakuni diangkat menjadi Patih.

Harya Sakuni pandai berbicara, tetapi ia tidak jujur. Kepandaiannya selalu digunakannya untuk bertipu daya. Tetapi karena kepandaiannya itu, ia berguna juga bagi negara Astina. Adat kelakuan yang demikian menyebabkan terjadinya di dalam bahasa Jawa perumpamaan Seperti Sakuni bagi seseorang yang banyak akalnya.

Karena pandainya menggunakan bahasa dan berputar lidah, kata-kata Sakuni selalu dalam maksudnya dan bisa menjerat lawannya. Katakatanya enak untuk didengar dan mereka yang mendengarnya tertarik seperti kena guna pengasih saja.

Mengingat asal-usulnya, seorang orang yang mulia dan berhak menjadi raja negara Palasajenar, tetapi sesudah ia mengikuti saudara perempuannya yang kemudian diperistri Prabu Destarastra, raja negara Astina yang mempunyai seratus orang anak, maka ia pun memberatkan Astina.

Di negara Astina, Sakuni mempunyai sahabat karib, ialah Pandita Durna yang bersamaan tabiat dengan dia. Kedua tokoh itu memimpin Astina di dalam keadaan dan persoalan yang sulit-sulit. Di dalam pewayangan mereka umumnya dianggap tokoh-tokoh tak baik, padahal mereka bukan orang-orang sembarangan dan hanya oleh karena mereka berpihak pada Astina, dianggaplah mereka sebagai tokoh-tokoh tak baik.

Dalam perang Baratayuda, Sakuhi mati dirobek-robek mulutnya oleh Wrekodara. Sakuni bermata kedondongan, berhidung mungkal gerang, berbentuk batu asahan yang sudah aus, bergigi gusen, berjenggot. Kedua tangannya berlainan bentuk, yang satu tangan raksasa dan yang lainnya menunjuk, seperti tangan dagelan. Bergelang, berpontoh, dan berkeroncong. Kepala berketu udeng. Bersunting kembang kluwih. Berkalung ulur-ulur. Berkain rapekan tentara, bercelana cindai.

Dalam cerita Sakuni mengidap sakit napas. Digambar tampak bahu
tangan belakang agak naik, menandakan, bahwa orangnya mempunyai sakit napas.

Matinya Sakuni melambangkan, bahwa orang pandai bicara yang tak jujur sepantasnya kalau dirobek-robek mulutnya.

Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982




Asal-Usul Versi Mahabharata
Menurut versi Mahabharata, Sangkuni berasal dari Kerajaan Gandhara. Ayahnya bernama Suwala. Pada suatu hari adik perempuannya yang bernama Gandari dilamar untuk dijadikan sebagai istri Dretarastra, seorang pangeran dari Hastinapura yang menderita tunanetra. Sangkuni marah atas keputusan ayahnya yang menerima lamaran tersebut. Menurutnya, Gandari seharusnya menjadi istri Pandu, adik Dretarastra. Namun karena semuanya sudah terjadi, ia pun mengikuti Gandari yang selanjutnya menetap di istana Hastinapura.

Gandari memutuskan untuk selalu menutup kedua matanya menggunakan selembar kain karena ia sangat setia kepada suaminya yang buta. Dari perkawinan mereka lahir seratus orang Korawa, yang sejak kecil diasuh oleh Sangkuni.

Di bawah asuhan Sangkuni, para Korawa tumbuh menjadi anak-anak yang selalu diliputi rasa kebencian terhadap para Pandawa, yaitu putra-putra Pandu. Setiap hari Sangkuni selalu mengobarkan rasa permusuhan di hati para Korawa, terutama yang tertua, yaitu Duryodana.

Konon Sangkuni merupakan reinkarnasi dari Dwapara, yaitu seorang dewa yang bertugas menciptakan kekacauan di muka bumi.

Asal-Usul Versi Pewayangan
Dalam pewayangan, terutama di Jawa, Sengkuni bukan kakak dari Dewi Gendari, melainkan adiknya. Sementara itu Gandara versi pewayangan bukan nama sebuah kerajaan, melainkan nama kakak tertua mereka. Sengkuni sendiri dikisahkan memiliki nama asli Harya Suman.

Pada mulanya raja Kerajaan Plasajenar bernama Suwala. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Gandara. Pada suatu hari Gandara ditemani kedua adiknya, yaitu Gendari dan Suman, berangkat menuju Kerajaan Mandura untuk mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Kunti, putri negeri tersebut.

Di tengah jalan, rombongan Gandara berpapasan dengan Pandu yang sedang dalam perjalanan pulang menuju Kerajaan Hastina setelah memenangkan sayembara Kunti. Pertempuran pun terjadi. Gandara akhirnya tewas di tangan Pandu. Pandu kemudian membawa serta Gendari dan Suman menuju Hastina.
Sesampainya di Hastina, Gendari diminta oleh kakak Pandu yang bernama Drestarastra untuk dijadikan istri. Gendari sangat marah karena ia sebenarnya ingin menjadi istri Pandu. Suman pun berjanji akan selalu membantu kakaknya itu melampiaskan sakit hatinya. Ia bertekad akan menciptakan permusuhan di antara para Kurawa, anak-anak Drestarastra, melawan para Pandawa, anak-anak Pandu.

Asal-Usul Nama Sangkuni
Menurut versi pewayangan Jawa, pada mulanya Harya Suman berwajah tampan. Ia mulai menggunakan nama Sengkuni semenjak wujudnya berubah menjadi buruk akibat dihajar oleh Patih Gandamana.
Gandamana adalah pangeran dari Kerajaan Pancala yang memilih mengabdi sebagai patih di Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Pandu. Suman yang sangat berambisi merebut jabatan patih menggunakan cara-cara licik untuk menyingkirkan Gandamana.

Pada suatu hari Suman berhasil mengadu domba antara Pandu dengan muridnya yang berwujud raja raksasa bernama Prabu Tremboko. Maka terciptalah ketegangan di antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya.

Suman kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu yang saat itu sedang labil segera memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru. Tiba-tiba Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman pun dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek.

Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sengkuni, berasal dari kata saka dan uni, yang bermakna "dari ucapan". Artinya, ia menderita cacad buruk rupa adalah karena hasil ucapannya sendiri.

Peristiwa Minyak Tala
Versi pewayangan selanjutnya mengisahkan, setelah Pandu meninggal dunia, pusakanya yang bernama Minyak Tala dititipkan kepada Drestarastra supaya kelak diserahkan kepada para Pandawa jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala sendiri merupakan pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah menumpas musuh kahyangan bernama Nagapaya.

Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara para Pandawa melawan para Kurawa yang ternyata juga menginginkan Minyak Tala. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya yang berupa cupu sejauh-jauhnya. Pandawa dan Kurawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya.

Namun, Sengkuni dengan licik lebih dahulu menyenggol tangan Drestarastra ketika hendak melemparkan benda tersebut. Akibatnya, sebagian Minyak Tala pun tumpah. Sengkuni segera membuka semua pakaiannya dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan minyak tersebut.
Sementara itu, cupu beserta sisa Minyak Tala jatuh tercebur ke dalam sebuah sumur tua. Para Pandawa dan Kurawa tidak mampu mengambilnya. Tiba-tiba muncul seorang pendeta dekil bernama Durna yang berhasil mengambil cupu tersebut dengan mudah. Tertarik melihat kesaktiannya, para Kurawa dan Pandawa pun berguru kepada pendeta tersebut.

Sengkuni yang telah bermandikan Minyak Tala sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya kebal terhadap segala jenis senjata. Meskipun ilmu bela dirinya rendah, namun tidak ada satu pun senjata yang mampu menembus kulitnya.


Usaha-Usaha untuk Menyingkirkan Pandawa
Baik dalam versi Mahabharata maupun versi pewayanagan, Sengkuni merupakan penasihat utama Duryudana, pemimpin para Kurawa. Berbagai jenis tipu muslihat dan kelicikan ia jalankan demi menyingkirkan para Pandawa.

Dalam Mahabharata bagian pertama atau Adiparwa, Sangkuni menciptakan kebakaran di Gedung Jatugreha, tempat para Pandawa bermalam di dekat Hutan Waranawata. Namun para Pandawa dan ibu mereka, yaitu Kunti berhasil meloloskan diri dari kematian. Dalam pewayangan, peristiwa ini terkenal dengan nama Bale Sigala-Gala.

Usaha Sengkuni yang paling sukses adalah merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan para Pandawa melalui permainan dadu melawan pihak Kurawa. Kisah ini terdapat dalam Mahabharata bagian kedua, atau Sabhaparwa.

Peristiwa tersebut disebabkan oleh rasa iri hati Duryudana atas keberhasilan para Pandawa membangun Indraprastha yang jauh lebih indah daripada Hastinapura. Atas saran Sengkuni, ia pun mengundang para Pandawa untuk bermain dadu di Hastinapura. Dalam permainan itu Sengkuni bertindak sebagai pelempar dadu Kurawa. Dengan menggunakan ilmu sihirnya, ia berhasil mengalahkan para Pandawa. Sedikit demi sedikit harta benda, istana Indraprastha, bahkan kemerdekaan para Pandawa dan istri mereka, Dewi Drupadi jatuh ke tangan Duryudana.

Mendengar Drupadi dipermalukan di depan umum, Dewi Gendari ibu para Kurawa muncul membatalkan semuanya. Para Pandawa pun pulang dan mendapatkan kemerdekaan mereka kembali. Karena kecewa, Duryudana mendesak ayahnya, Drestarastra, supaya mengizinkannya untuk menantang Pandawa sekali lagi. Drestarastra yang lemah tidak kuasa menolak keinginan anak yang sangat dimanjakannya itu.
Maka, permainan dadu yang kedua pun terjadi kembali. Untuk kedua kalinya, pihak Pandawa kalah di tangan Sengkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup selama 12 tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di suatu negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya.

Kematian di Kurukshetra
Setelah masa hukuman selama 13 tahun berakhir, para Pandawa kembali untuk mengambil kembali negeri mereka dari tangan Kurawa. Namun pihak Kurawa menolak mengembalikan Kerajaan Indraprastha dengan alasan penyamaran para Pandawa di Kerajaan Wirata telah terbongkar. Berbagai usaha damai diperjuangkan pihak Pandawa namun semuanya mengalami kegagalan. Perang pun menjadi pilihan selanjutnya.

Pertempuran besar di Kurukshetra antara pihak Pandawa melawan Kurawa dengan sekutu masing-masing akhirnya meletus. Perang yang juga terkenal dengan sebutan Baratayuda ini berlangsung selama 18 hari, di mana Sengkuni tewas pada hari terakhir.

Menurut versi Mahabharata bagian kedelapan atau Salyaparwa, Sengkuni tewas di tangan Sadewa, yaitu Pandawa nomor lima. Pertempuran habis-habisan antara keduanya terjadi pada hari ke-18. Sengkuni mengerahkan ilmu sihirnya sehingga tercipta banjir besar yang menyapu daratan Kurukshetra, tempat perang berlangsung.

Dengan penuh perjuangan, Sadewa akhirnya berhasil memenggal kepala Sengkuni. Riwayat tokoh licik itu pun berakhir.

Kisah versi asli di atas sedikit berbeda dengan Kakawin Bharatayuddha yang ditulis pada zaman Kerajaan Kadiri tahun 1157. Menurut naskah berbahasa Jawa Kuna ini, Sengkuni bukan mati di tangan Seadewa, melainkan di tangan Bima, Pandawa nomor dua. Sengkuni dikisahkan mati remuk oleh pukulan gada Bima. Tidak hanya itu, Bima kemudian memotong-motong tubuh Sengkuni menjadi beberapa bagian.
Kisah tersebut dikembangkan lagi dalam pewayangan Jawa. Pada hari terakhir Baratayuda, Sengkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yang kebal karena pengaruh Minyak Tala bahkan sempat membuat Bima menjadi pusing karena tidak bisa mengalahkan Sengkuni.

Penasihat Pandawa selain Kresna, yaitu Semar muncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan Sengkuni berada di bagian dubur, karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena pengaruh Minyak Tala. Bima pun maju kembali. Sengkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima.

Ilmu kebal Sengkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sengkuni tanpa ampun. Meskipun demikian, Sengkuni hanya sekarat tetapi tidak mati.

Pada sore harinya Bima berhasil mengalahkan Duryudana, raja para Kurawa. Dalam keadaan sekarat, Duryudana menyatakan bahwa dirinya bersedia mati jika ditemani pasangan hidupnya, yaitu istrinya yang bernama Dewi Banowati. Atas nasihat Kresna, Bima pun mengambil Sengkuni yang masih sekarat untuk diserahkan kepada Duryudana. Duryudana yang sudah kehilangan penglihatannya akibat luka parah segera menggigit leher Sangkuni yang dikiranya Banowati.

Akibat gigitan itu, Sengkuni pun tewas seketika, begitu pula dengan Duryudana. Ini membuktikan bahwa pasangan sejati Duryudana sesungguhnya bukan istrinya, melainkan pamannya yaitu Sengkuni yang senantiasa berjuang dengan berbagai cara untuk membahagiakan para Korawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU