Primbon
Mengenal Sengkalan, Simbol, dan Perhitungan Waktu Orang Jawa
Mengenal Sengkalan, Simbol, dan Perhitungan Waktu Orang Jawa
Orang Jawa dikenal mempunyai kebiasaan menggunakan berbagai simbol dalam berbagai hal.
Simbol-simbol tersebut biasanya digunakan untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting. Dunia simbol orang jawa bukan hanya berupa benda-benda dua atau tiga dimensi, tetapi juga simbol-simbol kata.
Simbol-simbol tersebut secara umum digunakan untuk menggambarkan perhitungan waktu, mengenai kapan sebuah peristiwa terjadi. Simbol yang masuk dalam kategori ini disebut Sengkalan (Javanese Chronogram).
Sengkalan mempunyai dua jenis, yaitu :
Selain itu sistem penanggalan orang jawa yang menggunakan perhitungan waktu berdasarkan matahari (tahun saka dan tahun masehi), biasanya disebut Suryasengkala dan bulan (tahun hijriyah dan tahun jawa), yang disebut Candrasengkala. Karena sengkalan ini digunakan untuk menuliskan tahun terjadinya sebuah peristiwa, maka sengkalan menggunakan kata-kata dan objek visual untuk menggantikan angka-angka dari 0-9.
Untuk menuliskan sebuah sengkalan, syarat yang harus dipenuhi adalah kata-kata atau gambar harus mempunyai watak wilangan (sifat bilangan). Secara terperinci, bisa dilihat di bawah ini (Sri Suwito, Yuwono, Sengkalan dan Logika Pemikiran Orang Jawa – Jurnal Kejawen: UNY – Yogyakarta 2011):
Watak satu : benda benda yang jumlahnya hanya satu, benda-benda berbentuk bulat, atau manusia.
Watak dua : benda yang jumlahnya dua (tangan, telinga, dll)
Watak tiga : api, atau benda yang mengandung api
Watak empat : air, dan kata-kata yang mengandung arti gawe (membuat)
Watak lima : raksasa, panah, angin
Watak enam : rasa/perasaan, kata-kata yang mengandung arti obah (bergerak), kayu, binatang berkaki enam (serangga)
Watak tujuh : pendeta, gunung, kuda, dan kendaraan
Watak delapan : brahmana, gajah, dan binatang melata (reptil)
Watak sembilan : dewa dan benda-benda berlobang
Watak nol : kata-kata yang mengandung arti tidak ada, langit, angkasa, dan kata-kata yang mempunyai arti tinggi
Watak bilangan itu merupakan salah satu syarat. Syarat yang lain adalah harus memenuhi unsur estetika penulisan sastra jawa, yang ditandai dengan Guru Dasanama (sinonimi), Guru Sastra atau Guru Lagu (persamaan kata), Guru Warga (persamaan golongan), Guru Wanda (persamaan suku kata), Guru Sarana (persamaan fungsi), Guru Karya (persamaan sifat kerjanya), Guru Darwa (persamaan sifat suatu barang), dan Guru Jarwa (persamaan makna).
Itulah beberapa syarat untuk membuat sebuah sengkalan lamba, sementara untuk sengkalan memet harus mempunyai ketrampilan estetika untuk bisa mewujudkan sebuah angka tahun dalam sebuah obyek dua dimensi atau tiga dimensi. Ketika sebuah sengkalan telah selesai, sengkalan itu harus disusun dari belakang ketika dialihkan menjadi angka dari kata-kata. Contoh: sebuah sengkalan berbunyi “Sirna ilang kertaning bumi” maka jika dialihkan menjadi angka menjadi sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4, bumi = 1: maka dibaca 1400 saka atau 1478 masehi.
Berikut beberapa contoh sengkalan lamba di Kraton Yogyakarta:
Beberapa contoh sengkalan memet di Kraton Yogyakarta:
Itulah sekilas mengenai sengkalan, baik suryasengkala maupun candrasengkala, sengkalan memet ataupun sengkalan lamba. Mengenai perhitungan waktu, orang jawa mempunyai perhitungan astronomi yang cukup kompleks, bahkan bila dibandingkan dengan metode perhitungan waktu Bangsa Maya yang terkenal. Mengenai perhitungan waktu orang jawa bisa dibaca pada artikel selanjutnya, meliputi legenda asal mula perhitungan waktu orang jawa dan penggunaannya.
gambar: tembi.org
Orang Jawa dikenal mempunyai kebiasaan menggunakan berbagai simbol dalam berbagai hal.
Simbol-simbol tersebut biasanya digunakan untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting. Dunia simbol orang jawa bukan hanya berupa benda-benda dua atau tiga dimensi, tetapi juga simbol-simbol kata.
Simbol-simbol tersebut secara umum digunakan untuk menggambarkan perhitungan waktu, mengenai kapan sebuah peristiwa terjadi. Simbol yang masuk dalam kategori ini disebut Sengkalan (Javanese Chronogram).
Sengkalan mempunyai dua jenis, yaitu :
- Sengkalan Memet dan
- Sengkalan Lamba.
- Sengkalan Memet adalah jenis sengkalan yang berupa gambar, ornamen, atau ukiran. Secara umum berupa benda dua dimensi atau tiga dimensi.
- Sementara Sengkalan Lamba merupakan sengkalan yang berupa kata-kata atau kalimat.
Selain itu sistem penanggalan orang jawa yang menggunakan perhitungan waktu berdasarkan matahari (tahun saka dan tahun masehi), biasanya disebut Suryasengkala dan bulan (tahun hijriyah dan tahun jawa), yang disebut Candrasengkala. Karena sengkalan ini digunakan untuk menuliskan tahun terjadinya sebuah peristiwa, maka sengkalan menggunakan kata-kata dan objek visual untuk menggantikan angka-angka dari 0-9.
Untuk menuliskan sebuah sengkalan, syarat yang harus dipenuhi adalah kata-kata atau gambar harus mempunyai watak wilangan (sifat bilangan). Secara terperinci, bisa dilihat di bawah ini (Sri Suwito, Yuwono, Sengkalan dan Logika Pemikiran Orang Jawa – Jurnal Kejawen: UNY – Yogyakarta 2011):
Watak satu : benda benda yang jumlahnya hanya satu, benda-benda berbentuk bulat, atau manusia.
Watak dua : benda yang jumlahnya dua (tangan, telinga, dll)
Watak tiga : api, atau benda yang mengandung api
Watak empat : air, dan kata-kata yang mengandung arti gawe (membuat)
Watak lima : raksasa, panah, angin
Watak enam : rasa/perasaan, kata-kata yang mengandung arti obah (bergerak), kayu, binatang berkaki enam (serangga)
Watak tujuh : pendeta, gunung, kuda, dan kendaraan
Watak delapan : brahmana, gajah, dan binatang melata (reptil)
Watak sembilan : dewa dan benda-benda berlobang
Watak nol : kata-kata yang mengandung arti tidak ada, langit, angkasa, dan kata-kata yang mempunyai arti tinggi
Watak bilangan itu merupakan salah satu syarat. Syarat yang lain adalah harus memenuhi unsur estetika penulisan sastra jawa, yang ditandai dengan Guru Dasanama (sinonimi), Guru Sastra atau Guru Lagu (persamaan kata), Guru Warga (persamaan golongan), Guru Wanda (persamaan suku kata), Guru Sarana (persamaan fungsi), Guru Karya (persamaan sifat kerjanya), Guru Darwa (persamaan sifat suatu barang), dan Guru Jarwa (persamaan makna).
Itulah beberapa syarat untuk membuat sebuah sengkalan lamba, sementara untuk sengkalan memet harus mempunyai ketrampilan estetika untuk bisa mewujudkan sebuah angka tahun dalam sebuah obyek dua dimensi atau tiga dimensi. Ketika sebuah sengkalan telah selesai, sengkalan itu harus disusun dari belakang ketika dialihkan menjadi angka dari kata-kata. Contoh: sebuah sengkalan berbunyi “Sirna ilang kertaning bumi” maka jika dialihkan menjadi angka menjadi sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4, bumi = 1: maka dibaca 1400 saka atau 1478 masehi.
Berikut beberapa contoh sengkalan lamba di Kraton Yogyakarta:
- Paksa Pujangga Hangayong Jagad (1682 jawa, berdirinya Kraton Yogyakarta)
- Nir Panca Padhita Rat (1750 jawa, Sultan HB IV wafat)
- Tunggal Catur Pandhita Iku (1741 jawa, dinobatkannya Sultan HB IV)
- dll..
Beberapa contoh sengkalan memet di Kraton Yogyakarta:
- Dwi Naga Rasa Tunggal (1682 jawa, berdirinya Kraton Yogyakarta, bisa dilihat di atas renteng kelir baturana kagungan dalem regol Kemagangan dan regol Gadhung Mlathi berupa dua ekor naga dengan ekor saling melilit).
- Dwi Naga Rasa Wani (1682 jawa, berupa dua ekor naga berwarna merah yang berada di regol Kemagangan)
- Esthi Sara Esthi Aji (1858 jawa, berbentuk dua ekor kepala gajah yang terdapat anak panah di belalainya, terdapat di Regol Danapratapa, merupakan penanda tahun dipugarnya Kori Danapratapa oleh Sultan HB VIII)
- dll...
Itulah sekilas mengenai sengkalan, baik suryasengkala maupun candrasengkala, sengkalan memet ataupun sengkalan lamba. Mengenai perhitungan waktu, orang jawa mempunyai perhitungan astronomi yang cukup kompleks, bahkan bila dibandingkan dengan metode perhitungan waktu Bangsa Maya yang terkenal. Mengenai perhitungan waktu orang jawa bisa dibaca pada artikel selanjutnya, meliputi legenda asal mula perhitungan waktu orang jawa dan penggunaannya.
gambar: tembi.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU