Laman

Minggu, 19 Januari 2014

KERATON KOTA GEDE (BANTUL JOGJAKARTA)

KERATON KOTA GEDE

Kotagede,Warisan Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

KERATON KOTAGEDE,WARISAN SEJARAH KERAJAAN MATARAM KUNO
kotagede
Kota Gede terletak kira-kira 6 kilometer arah tenggara pusat kota Yogyakarta.
Kotagede ini adalah sebuah kota lama dari abad ke 16 yang pernah menjadi ibu kota Kerajaan Mataram Islam,yang didirikan oleh Ki Gede Pemanahan.Sekarang tinggal sedikit barang peninggalan dan bangunan penting Mataram Islam yang masih tersisa di kota tua ini. 

Beberapa di antaranya adalah makam kerabat Panembahan Senopati,dinding dan fondasi salah satu pendapa(ruang depan kerajaan),dan Sendang Selirang(sendang kakung dan sendang putri)sebuah kolam tempat mandi keluarga kerajaan.
KERATON KOTA GEDE
Kota Gede merupakan tempat pertama kali kota Kerajaan Mataram Islam berdiri.Hanya saja keraton sebagai tempat tinggal raja di Kota Gede ini sekarang dapat dikatakan sudah tidak berbekas,kecuali toponim Daton(Kedaton)atau Dalem yang menunjukkan bahwa tempat tersebut pernah digunakan sebagai tempat berdirinya kedaton'keraton'atau dalem'rumah/istana kediaman raja'. 

Peninggalan-peninggalan yang masih tersisa di antaranya Masjid Agung,Kompleks Makam,Kompleks Makam Hasta Rengga,Sendang Seliran,Pasar Kota Gede(Pasar Legi),Benteng Cepuri,Batu Gatheng,Batu Gilang,Benteng Bokong Semar,dan tempayan batu(Batu Gentong)serta toponim-toponim. 

Menurut De Haen,seorang Belanda yang pernah berkunjung ke Mataram Kota Gede pada tanggal 30 Juni 1623 Mataram Kota Gede merupakan kota yang luas dan penduduknya banyak.Di samping itu,kerajaan ini memiliki jaringan jalan yang indah,lebar dan berbagai pasar serta lumbung padi.Tinggi tembok kota sekitar 24-30 kaki,lebar 4 kaki,dan di luarnya mengalir parit(jagang).

Pada masanya Kota Gede diduga juga dilengkapi dengan taman mengingat ada nama abdi dalem yang bernama Juru Taman.Panembahan Seda Krapyak pun diceritakan pernah membangun taman di Danalaya.Danalaya ini terletak di sebelah selatan kota Kota Gede.Pada masa pemerintahan Panembahan Seda Krapyak ini pula dibangun Prabayeksa dan lumbung padi di Gading. 

Di samping itu,beliau juga memerintahkan untuk membuat krapyak(tempat perburuan binatang)di Beringan.Pada tempat itu pula beliau kelak menderita sakit dan wafat.Oleh karenanya beliau mendapat gelar anumerta Panembahan Seda Krapyak(nama mudanya Pangeran Jolang).

Keraton Kota Gede juga dilengkapi dengan Masjid,Pasar,Benteng,Alun-alun,Jagang(parit keliling benteng),Jaringan Jalan,Taman,Krapyak,Pintu Gerbang Pabean,dan Pemakaman.

Tanggal Berdirinya Mataram

Tidak ada angka tahun yang pasti yang dapat menandai tanggal berdirinya Keraton Mataram.Menurut cerita tutur Keraton Mataram didirikan pada tahun 1577.Menurut De Graaf yang mengambil sumber berita dari Babad Tanah Djawi,Keraton Plered jatuh tepat satu abad setelah Keraton Mataram berdiri.Sedangkan Keraton Plered itu sendiri jatuh pada tangal 29 Juni 1677.Dari perhitungan tersebut disimpulkan bahwa Keraton Mataram didirikan pada tahun 1578.
Masjid Agung Kota Gede

Bangunan masjid ini terletak di sebelah barat alun-alun di dalam satu kompleks halaman.Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Panembahan Senapati(1583-1601).Untuk masuk ke kompleks masjid ada gerbang padureksa di sisi timur,selatan,dan utara.Semua pintu gerbang tersebut dilengkapi dengan daun pintu yang terbuat dari bahan kayu.Secara administratif Masjid Agung Kotagede berada di wilayah Desa Jagalan,Kecamatan Banguntapan,Kabupaten Bantul,DIY.Pada masanya masjid ini berfungsi sebagai masjid negara Mataram.
AKULTURASI BUDAYA DALAM SENI DAN ARSITEKTUR 
MASJID AGUNG MATARAM KOTA GEDE
Serambi Masjid Agung Mataram Kota Gede, Lampu utama di bagian dalam masjid

Bedhug(besar)dan Kentongan(kecil)yang ditabuh dan dipukul saat tiba waktu shalat

Masjid Besar Mataram Kota Gede merupakan salah satu benda cagar budaya Yogyakarta yang menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Mataram Islam dan saksi pecahnya Keraton Yogyakarta dan Surakarta.Bangunan ini didirikan 1579 oleh Ki Ageng Pemanahan,di area yang dulunya dikenal sebagai hutan mentaok. 

Wilayah ini merupakan hadiah Kanjeng Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanah karena berhasil membunuh Arya Penangsang. 
Dulunya Ki Ageng Pemanahan.Dan keluarganya menempati area hutan ini dan membangun rumah disana.Setelah kurang lebih sepuluh tahun,anak Ki Ageng Pemanahan yang bernama Panembahan Senopati akhirnya mendirikan Kerajaan Mataram Islam di Kota Gede.Letak kerajaan tersebut berada di Kampung Dalem yang jaraknya sekitar 300 meter dari kediamanan Ki Ageng Pemanahan. 

Ketika Kerajaan Mataram Islam dipimpin oleh Sinuwun Prabu Hanyokrowati sebagai raja kedua(1601-1612),Masjid Besar Kota Gede dibangun sebagai tempat persembahyangan raja Mataram dan keluarga.Sejak didirikan masjid ini,ada akulturasi budaya Islam.para Raja Mataram Islam menyebarkan agama Islam di masjid tersebut.

Pasar Kota Gede
Pasar Legi yang sekarang masih berdiri dan hidup dengan segala dinamikanya,diduga kuat dulunya merupakan pasar kota kerajaan Mataram Kotagede.Seperti lazimnya pasar-pasar kerajaan Jawa Islam,berdiri di sebelah utara toponim Alun-alun.Aktivitas pasar yang paling ramai jatuh pada hari pasaran Jawa yang jatuh pada hari Legi.Oleh karena itu pula Pasar Kota Gede sering dikenal juga dengan nama Pasar Legi.
Pasar Kotagede: Alamat:Jl.Mondorakan Kota Gede,Yogyakarta 55172
Benteng Keraton Mataram Kotagede
Jalur Benteng
Bokong Semar Kotagede
Jalur Benteng Bokong Semar
Sisa-sisa struktur benteng Keraton Mataram Kotagede masih dapat dilihat di beberapa bagian(benteng keliling kota Mataram). 

Sisa struktur benteng yang relatif kelihatan tersebut terdapat di Dusun Dalem dan Kedaton. 

Dusun ini terletak kira-kira di bagian tengah yang dahulu dikelilingi tembok keliling yang sering disebut cepuri. 

Tembok keliling(cepuri)ini tidak simetris,pada susut tenggara kelihatan melengkung sehingga membentuk sudut tumpul. 

Penduduk menamakan sudut benteng ini Bokong Semar.

Sedang sisa benteng yang terletak di antara Kompleks Makam Hasta Rengga dan Kompleks Makam Kota Gede-Masjid Agung(benteng keliling keraton)oleh penduduk dikenal dengan nama Benteng Raden Ronggo. 
Benteng ini tampak jebol dari atas ke bawah dengan lebar lubang kira-kira selebar bahu orang dewasa.Menurut cerita lisan,benteng tersebut jebol karena ditabrak oleh Raden Ronggo(salah satu putra Senapati).Benteng-benteng Mataram ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1592-1593 Masehi.
Sebelum kita memasuki 
Makam Leluhur Dinasti Mataram Islam
kita melongok ke Makam Hastarengga Kotagede
Makam Hastarengga Kotagede Seluas Setengah Hektar
Nama Hastarengga terdiri atas dua kata,yakni hasta dan rengga.Hasta berarti delapan dan rengga berarti membuat atau membangun.Maksudnya,kompleks makam tersebut dibangun atau dibuat oleh Sultan Hamengku Buwana ke delapan.

Kotagede sebagai salah satu bekas pusat kota Mataram Islam memiliki banyak situs atau benda cagar budaya.Salah satunya adalah Makam Hastarengga,yang terletak di Kampung Kotagede,Kelurahan Purbayan,Kecamatan Kotagede,Kota Yogyakarta,DIY.Lokasi makam ini berada di sisi selatan dari kompleks Makam Raja-raja Mataram dan Masjid Agung Mataram Kotagede.Kompleks Makam Hastarengga juga berdekatan dengan situs Sela Gilang dan Watu Gatheng.

Lokasi makam tersebut dapat dijangkau melalui Pojok Beteng Wetan ke timur,setelah sampai di pertigaan pertama ambil arah ke selatan(Jl.Sisingamangaraja)setelah sampai di pertigaan Karangkajen(Pasar Tela)ikuti jalan ke selatan,setelah sampai di pertigaan pertama ambil arah ke kiri(timur).Ikuti jalan tersebut hingga mentok,kemudian ambil arah ke kiri(utara),pertigaan pertama ambil arah ke kanan(arah Tegalgendhu).Ikuti jalan tersebut hingga Pasar Kotagede.Jalan menuju Makam Hastarengga berada di sisi barat pasar.Ikuti jalan tersebut ke arah selatan.Jarak makam itu dengan Pasar Kotagede sekitar 700 meter.

Kompleks Makam Hastarengga dibangun oleh Sultan Hamengku Buwana VIII(1877-1921),dengan luas kurang lebih 5.000 meter persegi.Keseluruhan kompleks makam dilindungi oleh pagar tembok keliling setinggi 2,5 m.Gapura atau pintu masuk makam berada di sisi timur berhadapan langsung dengan jalan kampung.Corak gapura bergaya padureksa.Gapura tersebut berjumlah dua buah,yakni satu di bagian paling luar dan gapura kedua berada di dalam kompleks makam.Pada kanan dan kiri gapura kedua atau gapura bagian dalam terdapat dua buah ruangan yang disebut Bale Pengapit.

Bale Pengapit yang seluas sekitar 3 m x 3 m merupakan bangunan ruangan terbuka dengan atap yang disangga 4 pilar utama dan pilar-pilar lain sebagai penyangga emperan atau atap tepi.Bale Pengapit sisi utara difungsikan sebagai tempat untuk menyemayamkan sementara jenazah(untuk disholatkan/disembayangkan)sebelum dimakamkan di liang lahat.Sementara Bale Pengapit sisi selatan digunakan sebagai tempat jaga para abdi dalem jurukunci atau juru pelihara makam,yang dalam konteks kebudayaan Jawa sering disebut sebagai tempat untuk caos‘memberikan,mempersembahkan.’
Gapura kedua dari kompleks Makam Hastarengga
Nama Hastarengga terdiri atas dua kata,yakni hasta dan rengga.Hasta berarti delapan dan rengga berarti membuat atau membangun.Maksudnya,kompleks makam tersebut dibangun atau dibuat oleh Sultan Hamengku Buwana ke delapan.

Pada bagian atas gapura sisi dalam terdapat relief huruf Jawa dan berbahasa Jawa yang merupakan sengkalan(penulisan angka tahun),yang menurut Suwandi,ahli Jawa,berbunyi Rampungipun ing dinten Jumuwah Legi kaping 28 Desember 1934(selesainya pada hari Jumat Legi,ke/tanggal 28 Desember 1934).Pada sisi atas dari tulisan ini juga terdapat relief yang menggambarkan seekor burung sedang bertengger di dahan pohon manggis,yang berbuah satu,berdaun empat,dan berbunga satu.Kemungkinan besar relief ini juga merupakan sengkalan yang dikenal sebagai sengkalan memet.

Pada bagian atas gapura paling luar juga terdapat relief berhuruf Jawa dan berbahasa Jawa yang berbunyi,Rampungipun Jumuwah Legi 29 Siyam Wawu 1865(selesainya Jumat Legi 20 Siyam Wawu 1865).Selain relief berhuruf Jawa pada gapura terluar ini juga terdapat relief ganesha,yakni manusia berkepala gajah dalam posisi duduk bersila.Belalai ganesha ini membawa tiga buah nanas.Kemungkinan besar relief ganesha ini juga merupakan sengkalan memet.
Deretan nisan dari anak cucu trah Sultan Hamengku Buwana VII-VIII di Hastarengga,Kotagede

Hastarengga memiliki kapasitas 1.027 kapling nisan.Sedangkan jenazah yang dimakamkan di tempat ini merupakan anak-cucu dari Sultan Hamengku Buwana VII-hingga anak cucu sultan-sultan berikutnya.
nah kita kembali ke Makam Leluhur Dinasti Mataram Islam
Makam Leluhur Dinasti Mataram Islam

Setelah melewati Pasar Kotagede,sekitaran 100 m kita akan menemukan pintu masuk menuju kompleks makam para pendiri kerajaan Mataram Islam. 

Di depan sudah menyambut dua pohon beringin tua di sekitaran area parkir kendaraan yang konon ditanam oleh Sunan Kalijaga. Lebih masuk lagi kaita kaan menemukan gapura paduraksa mirip Candi Hindu yang mengarahkan kita menuju Masjid Kotagede dan kompleks makam.

Area masjid dibagi menjadi tiga yaitu: 
area masjid itu sendiri,area sendang dan area makam 
Di bagian belakang,terletak makam raja-raja Mataram yang jumlahnya mencapai 627.Makam ini terdiri dari keluarga Mataram,Hamengku Buwono I dan II,serta Pakulaman I hingga IV. 

Berkas:Kota Gede Jogjakarta.jpg
Pengunjung diharuskan memakai pakain adat jawa saat memasuki area makam

Sampai sekarang masih banyak pengunjung yang mendatangi Masjid Agung Mataram Kota Gede, 

Situs Makam Raja-raja Dinasti Mataram Islam serta Masjid Besar Mataram terletak hanya beberapa ratus meter di sebelah selatan Pasar Kotagede sekarang.Di kanan jalan,akan kita jumpai pohon beringin besar pada sebuah halaman yang cukup luas untuk ukuran Kotagede.Inilah pintu gerbang utama memasuki kedua situs itu.Di sisi kiri dan kanan halaman ini terdapat sepasang bangsal terbuka yang dipergunakan para peziarah untuk beristirahat.Bangsal sebelah selatan dipayungi oleh pohon beringin besar dan rindang,yang disebut Waringin Sepuh. 
Pintu Masuk kawasan Makam Raja-Raja Mataram

Konon,pohon yang sangat tua ini ditanam oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang sudah ada sejak tempat ini dibangun hampir 5 abad yang lalu.Sebagian orang percaya,daun-daunnya yang berguguran ke tanah memiliki tuah tertentu.Mereka mencari 2 helai daun yang jatuh dalam kondisi terbuka dan tertutup,lalu membawanya dalam perjalanan sebagai bekal keselamatan.
Di sebelah barat sana,berdiri gapura besar yang disebut Gapura Padureksa. 
Pada kiri kanan jalan menuju gapura,berjajar sejumlah rumah tradisional yang yang disebut Dondhongan.Ini adalah tempat tinggal keluarga Dondhong,para abdi dalem yang bertugas membersihkan halaman makam dan masjid,sekaligus sebagai juru do’a kepada arwah para leluhur yang disemayamkan di makam para raja,yang lazim disebutMakam Senopaten.
Gapura Padureksa merupakan pintu gerbang masuk halaman masjid yang ada di sebelah timur. 
Hiasan kala yang terdapat pada bagian atas gapura serta hiasan-hiasan pada tembok di sekitarnya,mengingatkan kita pada ornamen dekoratif yang banyak dijumpai pada bangunan bergaya Hindu.Gapura ini dilengkapi dengan tembok pembatas atau kelir yang juga terbuat dari batu bata.Dibalik kelir inilah terdapat halaman besar dimana Masjid Besar Mataram berada.

Masjid Besar Mataram adalah salah satu bagian penting Keraton Mataram yang masih berdiri hingga saat ini.Babad Momana menyebutkan bahwa masjid ini selesai dibangun pada tahun 1589 Masehi.Bangunannya berbentuk tajug dengan atap bertumpang tiga.Dinding ruang utama masjid ini diperkirakan masih asli karena terdiri dari susunan balok-balok batu kapur tanpa semen.Kolam-kolam yang ada di sekitar serambi masjid yang dahulu dipergunakan oleh para jamaah untuk menyucikan diri sebelum memasuki masjid.

Selain Gapura Padureksa di sisi timur,masih terdapat 2 buah gapura sejenis yang terdapat di sisi utara dan selatan.Gapura yang berada di sisi selatan,menghubungkan halaman Masjid dengan kompleks Makam Senopaten.Pada halaman pertama yang kita jumpai,berdiri sebuah bangunan yang disebut Bangsal Duda.Bangunan ini dibangun pada tahun 1644 oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma,cucu Panembahan Senopati,yang bertahta di Kerajaan Mataram antara tahun 1613 hingga 1645.Bangsal ini adalah salah satu tempat yang digunakan sebagai tempat jaga para abdi dalem Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang secara bergilir melakukan tugas jaga di seputar makam.
Di sebelah barat Bangsal Duda terdapat pintu gerbang yang disebut Regol Sri Manganti,lengkap dengan kelir atau tembok pembatasnya.Dibalik Regol Sri Manganti inilah akan dijumpai halaman utama sebelum memasuki Makam Senopaten. 
Pengapit Kidul(kiri)-Gerbang masuk makan raja Mataram(tengah)-Pengapit Ler(kanan)
Di sini terdapat beberapa bangunan yang dipergunakan sebagai tempat jaga para abdi dalem yang bertugas di Makam Senopaten,sekaligus menjadi tempat bagi para peziarah untuk beristirahat dan mempersiapkan diri sebelum memasuki kompleks makam.

2 bangunan yang berada di sebelah barat disebut Bangsal Pengapit.Bangsal sebelah utara dikhususkan bagi peziarah putri,sedangkan yang selatan dikhususkan bagi peziarah putra. Di komplek itu terdapat Bangsal Pengapit Ler yang diperuntukkan bagi kaum hawa,dan terdapat Bangsal Pengapit Kidul untuk kaum Adam. 

Untuk masuk ke area makam,ada hari-hari tertentu pengunjung dapat masuk ke area makam yaitu hari Minggu,Senin,Kamis mulai pukul 10.00,dan hari Jumat mulai pukul 13.00. 
namun ada persyaratan khusus bagi pengunjung yang akan memasuki area makam.Bagi pengunjung laki-laki diharuskan memakai pakaian adat jawa dan bagi perempuan diharuskan memakai kemben(pakaian dengan bahu terbuka dari jariki-kain jawa).Selain itu,tidak diperbolehkan memakai alas kaki. yang dapat disewa di depan area makam dengan membayar uang sewa 15ribu per paket.
Di dalam makam terdapat sejumlah makam yang kesemuanya adalah raja atau kerabat dekatnya. 
Mereka yang disemayamkan di makam ini diantaranya: 

  • Panembahan Senopati, 
  • Ki Ageng Pemanahan, 
  • Panembahan Sedo ing Krapak, 
  • Kanjeng Ratu Kalinyamat, 
  • Kanjeng Ratu Retno Dumilah, 
  • Nyai Ageng Nis, 
  • Nyai Ageng Mataram, 
  • Nyai Ageng Juru Mertani,serta sejumlah tokoh lainnya. 
Pada bangunan Prabayeksa dalam kompleks makam terdapat sebuah makam yang unik,karena separuh bagian berada di sisi dalam dan separuh bagian lainnya di sisi luar. 

Ini adalah makam Ki Ageng Mangir Wonoboyo.Konon,ini dimaksudkan sebagai lambang statusnya,sebagai menantu sekaligus musuh Panembahan Senopati.Di makam ini juga disemayamkan Sri Sultan Hamengku Buwono II,satu-satunya raja Kasultanan Yogyakarta yang tidak dimakamkan di Imogiri,serta makam saudaranya,Pangeran Adipati Pakualam I.


Peziarah yang mengunjungi makam atau ingin bertirakat juga disyaratkan untuk mandi atau berendam di kolam yang terletak di sebelah selatan makam.Kolam ini disebut Sendhang Selirang.Ada 2 buah sendhang,Sendhang Kakung berada di sebelah utara dan Sendhang Putri di sebelah selatan.Mata air Sendhang Kakung konon berada tepat di bawah makam.Sementara Sendhang Putri memiliki sumber mata air yang berasal dari bawah pohon beringin yang terletak di jalan masuk kompleks makam.

Sendang Saliran 
Menurut Buku Riwayat Pasareyan Mataram III yang ditulis oleh R.Ng.Martohastono(almarhum),yakni seorang juru kunci Kotagede Mataram,Sendang Saliran konon dibuat oleh Ki Ageng Mataram dan Panembahan Senapati.Sendang ini dinamakan saliran karena konon memng dibuat/dikerjakan sendiri oleh Ki Ageng Mataram dan Panembahan Senapati.Menurut buku tersebut Sendang Saliran dibuat pada tahun 1284.Pada masa dulu di dalam sendang itu dipelihara kura-kura dan ikan lele.Kura-kura tersebut dinamai Kiai Duda.Sendang Saliran terdiri atas dua tempat yang masing-masing diperuntukkan bagi pengunjung laki-laki dan perempuan.
gapura menuju dua sendhang
Sendang Saliran(untuk laki-laki)
Patung Kiai Duda-Sendang Saliran

Selain kedua kolam tersebut,di sebelah barat tembok makam juga terdapat sebuah sumber air bernama Sumber Kemuning.Konon,sumber air ini berasal dari cis atau senjata yang ditusukkan ke tanah oleh Kanjeng Sunan Kalijaga.
Berjalan jalan sambil menelusuri sejarah Kotagede akan menambah wawasan kita terhadap sejarah masa lalu kotagede yang pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Mataram Jawa.Budaya dan sejarah patut dilestarikan karena merupakan asal muasal dari peradaban masyarakat Jawa saat ini.Mengenal kota Yogyakarta tidak akan utuh tanpa berkunjung ke kotagede,pusat kerajaan Mataram masa lalu.
EXOTISME KERATON KOTA GEDE

3 komentar:

  1. Nice Info... seperti mendapatkan air minum yang sejuk ditengah gurun tandus....

    BalasHapus
  2. Mantep gan, makasih informasine. Pas pengin sowan

    BalasHapus
  3. Mantep gan, makasih informasine. Pas pengin sowan

    BalasHapus

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU