Tapak Jejak Waliyulloh PARA PENDAHULU WALI SONGO
Syekh Quro atau Syekh Qurotul Ain Pulobata "PARA PENDAHULU WALI SONGO"
PARA PENDAHULU WALI SONGO
Tetapi tahukah kalian bahwa sebenarnya Wali Songo adalah sebuah majelis da’wah yang di prakarsai oleh Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).
Majelis da’wah ini beranggotakan 9 Mubaligh, yang dalam keberlangsungan organisasinya tetap mempertahankan jumlah anggota yang tetap 9.
Seperti yang dikutip dalam buku Khoul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Ahmad Dahlan;
“…majelis da’wah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya”
Namun, jauh sebelum Wali Songo berkiprah dengan majelis da’wahnya di Indonesia khususnya pulau Jawa dan sekitarnya, peran para Alawiyyin, telah terlebih dahulu berjasa menyebarkan Islam di bumi pertiwi ini.
Sebutan “Alawiyyin” adalah diperuntukkan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah langsung (Keturunan/Nasab) dengan Nabi Muhammad saw. Kebanyakan dari mereka berasal dari Persia (Iraq) dan Hadramaut, Yaman Selatan
Berikut ini adalah 5 tokoh Alawiyyin yang merupakan pendahulu para Wali Songo.
Mereka itu adalah:
1. Sayyid Ali Al-Muktabar.
2. Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini.
3. Syekh Datuk Kahfi.
4. Syekh Quro.
5. Syekh Khaliqul Idrus.
<<<<<<--***-->>>>>
Syekh Quro "PARA PENDAHULU WALI SONGO"
Syekh Quro atau Syekh Qurotul Ain Pulobata adalah pendiri Pesantren pertama di Jawa Barat, yaitu Pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang pada tahun 1428M.
Nama asli Syekh Quro ialah Syekh Hasanuddin, ada pula yang menyebutnya dengan Syekh Mursahadatillah.
Syekh Hasanuddin adalah putra seorang ulama besar Perguruan Islam di Champa (Vietnam Selatan) yang bernama Syekh Yusuf Shiddiq as-Samarqond.
Adapun nasab Syekh Quro adalah; Hasanuddin bin Yusuf Shiddiq bin Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini bin Ahmadsyah Jalaluddin bin Amir ‘Abdullah Khonnuddin bin ‘Abdul Malikal Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi' Qosam bin Alwi Ats-Tsani bin Muhammad Shohibus Saumiah bin Alawi (Alwi) Awwal bin Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uroidhi bin Ja’far Ash-Shoddiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain As-Sabith bin Sayyidina Ali bin Abi Tholib + Sayyidah Fathimah Az-Zahro binti Nabi Muhammad saw.
Syekh Hasanuddin adalah:
Pada Tahun 1409 M, Kaisar Cheng Tu dari Dinasti Ming di Cina memerintahkan Laksamana Haji Muhammad Ma Cheng Ho atau Sam Po Kong alias Sampo Po Bo untuk menjalin hubungan perdagangan dan persahabatan dengan kesultanan Islam di Nusantara.
Dalam Armada Angkatan Laut Tiongkok itu turut serta Syekh Hasanuddin dengan tujuan untuk mengajar agama Islam di Kesultanan Malaka (Malaysia sekarang).
Dari sana, Syekh Hasanuddin melanjutkan perjalanan ke pulau Jawa, tepatnya di Cirebon. Setibanya disana, ia langsung mengadakan hubungan persahabatan dengan Ki Gedeng Tapa, sebagai Syahbandar Muara Jati, Cirebon. Melalui pelabuhan Muara Jati, ia terus melanjutkan da’wah ke daerah lainnya seperti Martasinga, Pasambangan, dan Jayapura.
Pada tahun 1428 M, Syekh Hasanuddin lalu mendirikan Pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang. Sejak itulah ia lebih dikenal dengan panggilan Syekh Quro.
Syekh Quro juga turut memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam kedalam keluarga Raden Pamanah Rasa (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji Prabu Jaya Dewata – Prabu Siliwangi III, raja dari Kerajaan Pajajaran). Apalagi istri ke-3 Prabu Siliwangi III yang bernama Nha/Nyai Subang Larang, putri Ki Gedeng Tapa, adalah santriwati pesantren Syekh Quro.
Bila sementara ini, sebagian masyarakat menganggap bahwa Prabu Siliwangi III beragama Hindu, pada kenyataannya ia menjadi Muslim saat menikah dengan Nyai Subang Larang.
Fakta menunjukkan:
Makam Cungkup Petilasan Syekh Quro
Makam Syekh Quro terdapat di Dusun Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Lokasi makam penyebar agama Islam tertua, yang konon lebih dulu dibandingkan Walisongo tersebut, berada sekitar 30 kilometer ke wilayah timur laut dari pusat kota Lumbung Padi di Jawa Barat itu.
Dalam sebuah dokumen surat masuk ke kantor Desa Pulokalapa tertanggal 5 November 1992, ditemukan surat keterangan bernomor P-062/KB/PMPJA/ XII/11/1992 yang dikirim Keluarga Besar Putra Mahkota Pangeran Jayakarta Adiningrat XII. Surat tersebut ditujukan kepada kepala desa, berisi mempertegas keberadaan makam Syekh Quro yang terdapat di wilayah Dusun Pulobata Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemah Abang bukan sekedar petilasan Syekh Quro tetapi merupakan tempat pemakaman Syekh Quro.
Masjid Jamie Syeh Quro - Karawang
Kampung Pulo Bata, Desa Pulo Kelapa, Kecamatan Lemah Abang
Kabupaten Karawang 41383, Provinsi Jawa Barat Titik Koordinat : 6°15'4.73"S 107°28'54.34"E
Masjid Jamie Sheikh Quro atau Syeh Quro berada di dalam komplek makam Sheikh Quro di kampung Pulo Bata, Desa Pulo Kelapa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Lokasinya berada sekitar 23 kilometer dari pusat kota Karawang ke arah utara. komplek makam yang senantiasa ramai peziarah dari berbagai pelosok tanah air.
Ukuran masjid nya memang tidak terlalu besar, namun menjadi istimewa karena lokasinya yang berada di dalam komplek salah satu makam ulama besar tanah Jawa. Ditinjau dari sudut arsitektural maupun sejarah-pun masjid ini biasa biasa saja. Dalam sejarahnya peran Sheikh Quro tak bisa lepas dari keberadaan Masjid Agung Karawang yang pada awalnya merupakan mushola kecil yang dibangun oleh beliau sebagai tempat mengajarkan Al-Qur’an di tengah pesantren yang dibangunnya.
Mushola kecil tersebut yang dikemudian hari menjadi titik pangkal penyebaran Islam di Karawang dan sekitarnya. Kisah tutur menyebutkan bahwa salah satu murid Sheikh Quro (versi lain menyebut sebagai putrinya) bernama putri Subang Larang atau Nyi Subang Karancang dipersunting oleh Raden Pamanah Rasa yang tak lain adalah putera Mahkota Pajajaran yang dikemudian hari naik tahta bergelar Sri Baduga atau Prabu Siliwangi, Kakek dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dari Ibunya yang bernama putri Rara Santang, putri tertua Prabu Siliwangi.
Diantara warung warung. sisi depan komplek Makam Sheikh Quro ini dipenuhi oleh warung warung para pedagang. tidak saja di areal parkir hingga menutupi pagar makam seperti foto di atas tapi juga hingga ke dalam komplek makam.
Namun, bangunan masjid Jamie Syeh Quro di Pulo Bata ini memang sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan Masjid agung Karawang. Meski ukurannya tak terlalu besar namun masjid ini berfungsi sebagai masjid Jami’ yang digunakan untuk sholat Jum’at bagi para peziarah, pedagang, pengurus komplek makam dan warga sekitar.
Bangunan utamanya berbentuk segi empat dengan atap tumpang bersusun tiga. Bangunan utamanya di cat hijau dengan atap genteng merah bata. Lantai nya menggunakan keramik lantai warna putih. ada tiga pintu akses masing masing pintu selatan menghadap ke gerbang utama, pintu utara menghadap ke salah satu makam di komplek tersebut sedangkan pintu timur mengarah ke Makam Sheikh Quro.
Komplek makam Sheikh Quro sendiri memang berada cukup jauh dari pusat kota Karawang menjadikan masjid ini sebagai tempat yang cocok untuk menyepi dari keramaian. Tak ada bising kendaraan dan kesibukan yang akan mengganggu. Ditambah lagi lingkungannya yang asri dengan pepohonan rindang sedikit mengurangi panasnya cuaca Karawang.
Tak usah khawatir dengan akomodasi dan konsumsi. Di komplek ini tersedia penginapan sederhana bagi yang ingin menginap dan para pedagang segala macam keperluan bertebaran dari halaman parkir hingga ke dalam komplek makam. Selain berdekatan dengan Makam Sheikh Quro, Masjid ini juga tak terlalu jauh dari Masjid Agung Darul Ghoumun Pulo Masigit di komplek keramat Pulo Masigit Makam Sheikh Darugen/Bentong***
Nama asli Syekh Quro ialah Syekh Hasanuddin, ada pula yang menyebutnya dengan Syekh Mursahadatillah.
Syekh Hasanuddin adalah putra seorang ulama besar Perguruan Islam di Champa (Vietnam Selatan) yang bernama Syekh Yusuf Shiddiq as-Samarqond.
Adapun nasab Syekh Quro adalah; Hasanuddin bin Yusuf Shiddiq bin Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini bin Ahmadsyah Jalaluddin bin Amir ‘Abdullah Khonnuddin bin ‘Abdul Malikal Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi' Qosam bin Alwi Ats-Tsani bin Muhammad Shohibus Saumiah bin Alawi (Alwi) Awwal bin Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uroidhi bin Ja’far Ash-Shoddiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain As-Sabith bin Sayyidina Ali bin Abi Tholib + Sayyidah Fathimah Az-Zahro binti Nabi Muhammad saw.
Syekh Hasanuddin adalah:
- Saudara sepupu dari Syekh Ali Rohmatullah (Sunan Ampel) dan Syekh Ali Murtadho. Karena ayahnya, Syekh Yusuf Shiddiq adalah adik kandung dari Syekh Maulana Ibrohim as-Samarqond (Asmoroqondi), ayah dari Syekh Ali Rohmatullah dan Syekh Ali Murtadho.
- Juga saudara sepupu dari Syekh Maulana Malik Ibrohim (Sunan Gresik) dan Syekh Maulana Ishaq (Ayah Sunan Giri). Karena ayahnya, Syekh Yusuf Shiddiq adalah adik kandung Syekh Barokat Zainal Alam as-Samarqond, ayah dari Syekh Maulana Malik Ibrohim dan Syekh Maulana Ishaq.
Pada Tahun 1409 M, Kaisar Cheng Tu dari Dinasti Ming di Cina memerintahkan Laksamana Haji Muhammad Ma Cheng Ho atau Sam Po Kong alias Sampo Po Bo untuk menjalin hubungan perdagangan dan persahabatan dengan kesultanan Islam di Nusantara.
Dalam Armada Angkatan Laut Tiongkok itu turut serta Syekh Hasanuddin dengan tujuan untuk mengajar agama Islam di Kesultanan Malaka (Malaysia sekarang).
Dari sana, Syekh Hasanuddin melanjutkan perjalanan ke pulau Jawa, tepatnya di Cirebon. Setibanya disana, ia langsung mengadakan hubungan persahabatan dengan Ki Gedeng Tapa, sebagai Syahbandar Muara Jati, Cirebon. Melalui pelabuhan Muara Jati, ia terus melanjutkan da’wah ke daerah lainnya seperti Martasinga, Pasambangan, dan Jayapura.
Pada tahun 1428 M, Syekh Hasanuddin lalu mendirikan Pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang. Sejak itulah ia lebih dikenal dengan panggilan Syekh Quro.
Syekh Quro juga turut memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam kedalam keluarga Raden Pamanah Rasa (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji Prabu Jaya Dewata – Prabu Siliwangi III, raja dari Kerajaan Pajajaran). Apalagi istri ke-3 Prabu Siliwangi III yang bernama Nha/Nyai Subang Larang, putri Ki Gedeng Tapa, adalah santriwati pesantren Syekh Quro.
Bila sementara ini, sebagian masyarakat menganggap bahwa Prabu Siliwangi III beragama Hindu, pada kenyataannya ia menjadi Muslim saat menikah dengan Nyai Subang Larang.
Fakta menunjukkan:
- Perhatikan gelar yang disandangnya, “Sri Baduga Maharaja Ratu HAJI Prabu Jaya Dewata”.
- Jadi sebelum dinobatkan menjadi raja Kerajaan Pajajaran, Raden Pamanah Rasa telah memeluk Islam, dan menunaikan ibadah Haji. Setelah itu barulah ia menikahi Nyai Subang Larang.
- Di Majalengka, terdapat petilasan Prabu Siliwangi III, yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan Makam Prabu Haji Munding Wangi (nama lain Prabu Siliwangi III), yang letaknya didalam Hutan Siliwangi.
- Jadi, di hutan tersebut adalah tempat Prabu Siliwangi III ber-halwat.
- Disamping itu, sebagai guru agama Nyai Subang Larang, pastilah Syekh Quro akan berkeberatan bila santrinya menikah beda agama.
- Begitu juga dengan Nyai Subang Larang sendiri, yang merupakan santriwati yang tekun dan teladan di Pesantren Quro. Ia pasti lebih bahagia, bila suaminya seiman juga.
Dalam menyampaikan ajaran Islam, Syekh Quro melakukannya melalui pendekatan yang disebut Dakwah Bil Hikmah, sebagaimana firman ALLAH dalam Al-Qur’an Surat XVI An Nahl ayat 125, yang artinya : “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan dengan pelajaran yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan mereka dengan cara yang terbaik”.
Makam Syekh Quro terdapat di Dusun Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Lokasi makam penyebar agama Islam tertua, yang konon lebih dulu dibandingkan Walisongo tersebut, berada sekitar 30 kilometer ke wilayah timur laut dari pusat kota Lumbung Padi di Jawa Barat itu.
Masjid Jamie Syeh Quro - Karawang
Kampung Pulo Bata, Desa Pulo Kelapa, Kecamatan Lemah Abang
Kabupaten Karawang 41383, Provinsi Jawa Barat Titik Koordinat : 6°15'4.73"S 107°28'54.34"E
Ukuran masjid nya memang tidak terlalu besar, namun menjadi istimewa karena lokasinya yang berada di dalam komplek salah satu makam ulama besar tanah Jawa. Ditinjau dari sudut arsitektural maupun sejarah-pun masjid ini biasa biasa saja. Dalam sejarahnya peran Sheikh Quro tak bisa lepas dari keberadaan Masjid Agung Karawang yang pada awalnya merupakan mushola kecil yang dibangun oleh beliau sebagai tempat mengajarkan Al-Qur’an di tengah pesantren yang dibangunnya.
Gerbang. Ada dua gerbang utama di komplek makam ini. salah satunya adalah gerbang menuju ke masjid seperti foto di atas. di kiri kanan gerbang ini penuh dengan jejeran warung warung pedagang.
Diantara warung warung. sisi depan komplek Makam Sheikh Quro ini dipenuhi oleh warung warung para pedagang. tidak saja di areal parkir hingga menutupi pagar makam seperti foto di atas tapi juga hingga ke dalam komplek makam.
Namun, bangunan masjid Jamie Syeh Quro di Pulo Bata ini memang sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan Masjid agung Karawang. Meski ukurannya tak terlalu besar namun masjid ini berfungsi sebagai masjid Jami’ yang digunakan untuk sholat Jum’at bagi para peziarah, pedagang, pengurus komplek makam dan warga sekitar.
Atap Limas bersusun tiga. seperti kebanyakan masjid masjid Indonesia lainnya, masjid Jamie Sheikh Quro ini juga menggunakan atap limas bersusun tiga.
Sunda Arabian. Nama Masjid yang sedikit terpengaruh oleh dialek Setempat.
Pintu dan jendelanya dibuat dari kayu dengan rancangan sederhana. Kusen pintu dan jendelanya di beri lubang angin sebagai ventilasi dibagian atasnya. Interior masjidnya sepi dari ornamen, termasuk mimbar sederhananya. Pasokan air berlimpah di masjid ini, meski jangan kaget bila sedang berkumur karena memang air wudhu yang mengucur dari keran di masjid ini rasanya asin seperti air laut.Komplek makam Sheikh Quro sendiri memang berada cukup jauh dari pusat kota Karawang menjadikan masjid ini sebagai tempat yang cocok untuk menyepi dari keramaian. Tak ada bising kendaraan dan kesibukan yang akan mengganggu. Ditambah lagi lingkungannya yang asri dengan pepohonan rindang sedikit mengurangi panasnya cuaca Karawang.
Tak usah khawatir dengan akomodasi dan konsumsi. Di komplek ini tersedia penginapan sederhana bagi yang ingin menginap dan para pedagang segala macam keperluan bertebaran dari halaman parkir hingga ke dalam komplek makam. Selain berdekatan dengan Makam Sheikh Quro, Masjid ini juga tak terlalu jauh dari Masjid Agung Darul Ghoumun Pulo Masigit di komplek keramat Pulo Masigit Makam Sheikh Darugen/Bentong***
<<<<<--***-->>>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU