WANITA GERILYAWAN INDONESIA
NYI AGENG SERANG "WANITA GERILYAWAN INDONESIA "
WANITA GERILYAWAN INDONESIA
Ribuan, bahkan jutaan pahlawan telah gugur demi kemerdekaan bangsa ini.
Diantara mereka yang syahid, terdapat beberapa wanita yang ikhlas bergerilya bersama kaum lelaki. Mereka ikut, turun langsung berjuang melawan para penjajah asing yang akan menguasai ibu pertiwi.
Dari sekian banyak wanita pejuang kemerdekaan Indonesia, ada 4 orang yang masyur di blantika sejarah bangsa ini.
Mereka itu adalah:
1. CUT NYA’ DHIEN.
2. CUT NYA’ MEUTIA.
3. NYI AGENG SERANG.
4. MARTHA CHRISTINA TIAHAHU.
Disaat kini kaum wanita sibuk untuk menunjukkan dedikasinya bagi bangsa tercinta ini. Maka ke-4 wanita ini dahulu justru; masuk-keluar hutan, naik-turun gunung, mengangkat senjata bergerilya dengan ikhlas merelakan nyawanya, demi mewujudkan kiprah wanita merdeka saat ini.
Ribuan, bahkan jutaan pahlawan telah gugur demi kemerdekaan bangsa ini.
Diantara mereka yang syahid, terdapat beberapa wanita yang ikhlas bergerilya bersama kaum lelaki. Mereka ikut, turun langsung berjuang melawan para penjajah asing yang akan menguasai ibu pertiwi.
Dari sekian banyak wanita pejuang kemerdekaan Indonesia, ada 4 orang yang masyur di blantika sejarah bangsa ini.
Mereka itu adalah:
1. CUT NYA’ DHIEN.
2. CUT NYA’ MEUTIA.
3. NYI AGENG SERANG.
4. MARTHA CHRISTINA TIAHAHU.
Disaat kini kaum wanita sibuk untuk menunjukkan dedikasinya bagi bangsa tercinta ini. Maka ke-4 wanita ini dahulu justru; masuk-keluar hutan, naik-turun gunung, mengangkat senjata bergerilya dengan ikhlas merelakan nyawanya, demi mewujudkan kiprah wanita merdeka saat ini.
NYI AGENG SERANG "WANITA GERILYAWAN INDONESIA "
Di masa Kesultanan Mataram Islam berkuasa di Jawa Tengah dan sekitarnya, tersebutlah sebuah Kadipaten yang kelak masyur sebagai tempat lahir seorang Srikandi Yogyakarta yang gagah berani. Kadipaten ini bernama Serang, dengan adipatinya yang bernama Kanjeng Pangeran Adipati Notoprojo.
Sebagai seorang pemimpin yang dekat dengan rakyatnya, Notoprojo lebih senang memakai gelar Panembahan ketimbang sebutan Pangeran maupun Adipati. Ia juga adalah Panglima perang Sultan Hamengku Buwono I, yang bergelar Panembahan Serang.
Wilayah kekuasaannya saat itu meliputi; Grobogan sampai dengan Semarang bagian selatan.
Notoprojo kemudian menikah dengan seorang wanita ’trah’ Sunan Amangkurat III. Dari pernikahan tersebut, ia dikaruniai 2 orang anak. Yang sulung lelaki, bernama Notoprojo Anom, sementara si bungsu adalah wanita bernama Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi.
Anaknya yang wanita inilah kelak menjadi Srikandi Yogyakarta yang dikenal dengan nama Nyi Ageng Serang.
<<<<<-*->>>>>
MASA MUDA
Nyi Ageng Serang lahir pada tahun 1752, di Serang, Purwodadi, Jawa Tengah, dengan nama kecil Kustiyah. Ia masih keturunan ke-9 dari Sunan Kalijaga
Sejak kecil, Kustiyah sudah tekun berlatih ilmu keprajuritan dan agama. Ia sering ikut ayahnya berperang melawan Belanda.
Menginjak dewasa, ia menikah dengan Raden Mas Kusumowijoyo.
Setelah ayahandanya wafat akibat ulah Kompeni, Kustiyah lalu menggantikan kedudukan sang ayah sebagai junjungan di Serang dengan gelar Nyi Ageng Serang.
<<<<<-*->>>>>
GERILYA
Dengan menggunakan taktik perang gerilya, Kustiyah dan suaminya, secara diam-diam sering melakukan serangan terhadap Belanda. Sehingga oleh pengikutnya ia dijuluki ”Jayeng Sekar”, sebuah sebutan penghormatan bagi wanita yang memiliki sifat-sifat pendekar. Pasukannya sendiri diberi nama Laskar Gula Kelapa wilayah Jawa Tengah daerah timur laut.
Sayangnya, suaminya, Raden Mas Kusumowijoyo, harus gugur di medan laga.
Saat Perang Diponegoro meletus pada tahun 1825, Kustiyah bersama menantunya, Raden Mas Papak, dan Pasukan Notoprojan ikut bertempur.
Walau usianya saat itu sudah 73 tahun dan harus ditandu, tetapi Kustiyah tetap teguh memimpin langsung pasukannya menyusuri Sungai Progo dan mendirikan markas di Bukit Traju Mas (Bukit Menoreh).
Oleh Pangeran Diponegoro, Kustiyah diangkat menjadi Ahli Siasat Perang.
Sampai Pangeran Diponegoro akhirnya tertangkap Belanda, ia tetap bersikeras melakukan perang gerilya melawan Belanda.
<<<<<-*->>>>>
AKHIR HAYAT
3 tahun Kustiyah ikut bertempur membantu Pangeran Diponegoro, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri. Perjuangannya kemudian diteruskan oleh menantunya, Raden Mas Papak.
Pada tahun 1828, tepatnya 2 tahun sebelum Perang Diponegoro usai, dan di usianya yang ke 76 tahun, Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi alias Nyi Ageng Serang akhirnya berpulang ke Rahmatullah.
Jasadnya kemudian dimakamkan di Bukit Menoreh, sesuai permintaannya sebelum wafat.
Salah satu keturunan ke-5 dari Nyi Ageng Serang, yang juga menjadi Pahlawan Nasional Indonesia, adalah, Ki Hajar Dewantoro.
<<<<<-*->>>>>
Makam Nyi Ageng Serang Yogyakarta
Beliau dimakamkan di perbukitan menoreh sebagai permintaan beliau sebelum wafatnya. Komplek pemakaman tersebut terletak di dusun Beku, desa Banjarharjo, Kalibawang, Kulon Progo sekitar 30 km dari kota Yogyakarta.
Pada saat kita masuk komplek makam yang pertama kita jumpai adalah Nyi Ageng Serang monumen yang berisikan keterangan mengenai Nyi Ageng Serang sebagai Pahlawan Nasional. Ditempat ini juga merupakan makam beberapa keluarga Nyi Ageng Serang dan juga beberapa prajurit yang berjuang bersama sama dengan beliau.
Makam Nyi Ageng Serang berada ditengah tengah makam yang berupa bangunan joglo. Bangunan berbentuk joglo tersebut berjumlah dua, yang satu merupakan makam dari Nyi Ageng serang, putrinya, serta abdi dalem Nyi Ageng Serang sedangkan bangunan kedua merupakan makam dari Suami Nyi Ageng Serang yakni R.M. Kusuma Wijaya, ibu dan juga para keluarga Nyi Ageng Serang yang lainnya.
Masyarakat dimana Nyi Ageng Serang dimakamkan sering menggelar acara pementasan seni untuk mengenang kepahlawan beliau yang digelar setiap bulan sura (muharram). Kesenian tersebut antara lain Tarian Dolalak, Kuda Lumping, Shalawatan dan beberapa kesenian yang lain. Selain mengenang kepahlawanan Nyi Ageng Serang hal tersebut dilakukan sebagai sarana untuk melestarikanNyi Ageng Serang budaya lokal. Disamping itu juga ada pameran produk makanan yang dihasilkan desa tersebut.
Tempat ini ramai pada masa masa liburan, hari kemerdekaan, hari Pahlawan dan juga hari hari besar Islam serta hari hari tertentu bagi yang melakukan ritual Ziarah yakni pada hari selasa Kliwon atau jumat Kliwon. Pada saat berziarah ketempat ini perlu diperhatikan beberapa hal yakni dialrang membawa senjata tajam, minuman beralkhohol atau yang menyebabkan mabuk. Serta bagi peziarah wanita yang sedang haid serta masa nifas dilarang memasuki makam tersebut. Dan bagi siapa saja yang emmasuki makam tersebut harus melepas alas kaki saat memasuki pintu komplek makam.
How to get there :
Dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi dari Yogyakarta yang mempunyai rute arah Kenteng kemudian menuju arah Sendang sono. Tempat ini searah dengan Sendangsono, yakni sesampainya di pertigaan Piton belok kiri hingga sejauh kurang lebih 4 km
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU