Walisongo
Tapak Jejak "WALISONGO" (Masjid Menara Kudus)
Tapak Jejak "WALISONGO" (Walisongo Periode Kedua)
Masjid Menara Kudus Tapak Jejak "WALISONGO"
Masjid Menara Kudus (disebut juga dengan Masjid Al Aqsa dan Masjid Al Manar) adalah sebuah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama. Masjid ini terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Mesjid ini berbentuk unik, karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu. Pada masa kini, masjid ini biasanya menjadi pusat keramaian pada festival dhandhangan yang diadakan warga Kudus untuk menyambut bulan Ramadan
Sejarah Berdirinya
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak lepas dari peran Sunan Kudus sebagai pendiri dan pemrakarsa. Sebagaimana para walisongo yang lainnya, Sunan Kudus memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di antaranya, beliau mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dengan mayoritas beragama Hindu dan Budha.
Pencampuran budaya Hindu dan Budha dalam dakwah yang dilakukan Sunan Kudus, salah satunya dapat kita lihat pada masjid Menara Kudus ini.
Masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini dapat diketahui dari inskripsi (prasasti) pada batu yang lebarnya 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab.
Arsitektur Masjid
Masjid Menara Kudus ini memiliki 5 buah pintu sebelah kanan, dan 5 buah pintu sebelah kiri. Jendelanya semuanya ada 4 buah. Pintu besar terdiri dari 5 buah, dan tiang besar di dalam masjid yang berasal dari kayu jati ada 8 buah. Namun masjid ini tidak sesuai aslinya, lebih besar dari semula karena pada tahun 1918-an telah direnovasi.
Di dalamnya terdapat kolam masjid, kolam yang merupakan "padasan" tersebut merupakan peninggalan kuna dan dijadikan sebagai tempat wudhu.
Di dalam masjid terdapat 2 buah bendera, yang terletak di kanan dan kiri tempat khatib membaca khutbah. Di serambi depan masjid terdapat sebuah pintu gapura, yang biasa disebut oleh penduduk sebagai "Lawang Kembar".
Di komplek Masjid juga terdapat pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan buah. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni ‘Delapan Jalan Kebenaran’ atau Asta Sanghika Marga.
Menara Kudus
Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M.
Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian:
(1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan.
Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit kecil)
Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug.
Pada bagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu.
Masjid Menara Kudus Tapak Jejak "WALISONGO"
Sejarah Berdirinya
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak lepas dari peran Sunan Kudus sebagai pendiri dan pemrakarsa. Sebagaimana para walisongo yang lainnya, Sunan Kudus memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di antaranya, beliau mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dengan mayoritas beragama Hindu dan Budha.
Pencampuran budaya Hindu dan Budha dalam dakwah yang dilakukan Sunan Kudus, salah satunya dapat kita lihat pada masjid Menara Kudus ini.
Masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini dapat diketahui dari inskripsi (prasasti) pada batu yang lebarnya 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab.
Arsitektur Masjid
Masjid Menara Kudus ini memiliki 5 buah pintu sebelah kanan, dan 5 buah pintu sebelah kiri. Jendelanya semuanya ada 4 buah. Pintu besar terdiri dari 5 buah, dan tiang besar di dalam masjid yang berasal dari kayu jati ada 8 buah. Namun masjid ini tidak sesuai aslinya, lebih besar dari semula karena pada tahun 1918-an telah direnovasi.
Di dalamnya terdapat kolam masjid, kolam yang merupakan "padasan" tersebut merupakan peninggalan kuna dan dijadikan sebagai tempat wudhu.
Di dalam masjid terdapat 2 buah bendera, yang terletak di kanan dan kiri tempat khatib membaca khutbah. Di serambi depan masjid terdapat sebuah pintu gapura, yang biasa disebut oleh penduduk sebagai "Lawang Kembar".
Di komplek Masjid juga terdapat pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan buah. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni ‘Delapan Jalan Kebenaran’ atau Asta Sanghika Marga.
Sementara dalam catatan sejarah tertulis bahwa Masjid Menara Kudus didirikan pada 956 H atau 1549 M. Catatan tahun pendirian Masjid Menara Kudus ini dapat dilihat dari inskripsi di atas mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab.
Sayang, tulisan pada inskripsi itu sekarang ini sudah sulit dibaca –karena banyak huruf yang rusak. Padahal, batu inskripsi itu konon dibawa oleh Sunan Kudus dari Yerusalem. Dari cerita batu inskripsi itu ditengarai bahwa penamaan kota Kudus diambil dari nama Al-Quds, sebuah nama lain dari Yerusalem.
Hal ini tidak lepas dari perjalanan kisah Sunan Kudus sewaktu pergi ke Timur Tengah. Itulah kisah yang hingga kini masih dipercaya kebenarannya. Apalagi, Masjid Menara Kudus dikenal pula bernama Masjid Al-Aqsa dan kisah di balik pendiriannya berkaitan erat dengan dengan kota para nabi di Timur Tengah, yaitu Bait Al-Maqdis atau Al-Quds di Yerusalem.
Ceritanya, dulu Sunan Kudus – Syekh Ja’far Shadiq – pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Saat itu, tengah merebak wabah penyakit kudis di Tanah Suci. Segala upaya pencegahan telah dilakukan, tapi sayangnya belum ada hasil. Hingga akhirnya penguasa Mekkah meminta Syekh Ja’far Shadiq turun tangan mencegah wabah penyakit tersebut. Singkat cerita, atas izin Allah, Syekh Ja’far Shadiq berhasil menghentikan merebaknya penyakit kudis itu.
Dari situlah, penguasa Mekkah bermaksud memberikan hadiah sebagai tanda terima kasih. Tetapi, Sunan Kudus menolak. Sebagai gantinya, Sunan Kudus meminta jika diizinkan berada di Palestina untuk diperbolehkan mengambil sebuah batu dari Bait Al-Maqdis. Penguasa Mekkah mengizinkan. Maka, ketika kemudian pulang ke Jawa, Sunan Kudus membawa batu itu dan dijadikan sebagai batu pertama pembangunan masjid yang diberi nama Masjid Al-Aqsa –yang didirikan pada 956 H atau 1549 M.
Itulah sekilas sejarah yang dipercaya oleh masyarakat Kudus, Jawa Tengah tentang kisah di balik pendirian Masjid Al-Aqsa yang kini dikenal dengan nama Masjid Menara Kudus. Dan di balik sejarah tahun pendirian masjid itu, kemudian ditetapkan sebagai tahun jadi kota Kudus.
Pendirian Masjid Menara Kudus secara jelas memperlihatkan simbol visual peralihan kepercayaan masyarakat (Kudus) dari Hindu-Buddha ke masyarakat Islam. Hal itu bisa dilihat dari bentuk menara masjid yang bisa dikatakan mirip dengan candi. Juga, beberapa bangunan gapura di sekitar menara. Bahkan, bentuk gapura itu terlihat mirip bangunan kulkul di Bali. Jadi, tidak salah jika simbol itu mengindikasikan kepiawaian Sunan Kudus dalam mengapresiasi bentuk-bentuk lambang Hindu-Buddha ke Islam.
Keberadaan Masjid Menara Kudus itu pun menjadi pusat penyebaran Islam oleh Sunan Kudus di kota Kudus. Sejak Sunan Kudus mendirikan masjid dan bertempat tinggal di daerah itu, jumlah kaum muslim mulai bertambah. Sunan Kudus secara perlahan berhasil mengubah kepercayaan masyarakat di Kudus untuk kemudian memeluk Islam. Tidak salah, jika daerah sekitar masjid kemudian diberi nama Kauman, yang berarti tempat tinggal kaum muslimin. Tetapi, dalam beberapa hal, Sunan Kudus tetap memilih toleran dan tidak memaksakan dalam berdakwah. Salah satunya adalah untuk menghormati “kepercayaan lama”, Sunan Kudus menyembelih sapi. Hal itu, karena bagi masyarakat Hindu, menyembelih sapi adalah tindakan terlarang, tidak boleh secara agama.
Menara Kudus
Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M.
Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian:
(1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan.
Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit kecil)
Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug.
Pada bagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu.
Makam Cungkup Petilasan Sunan Kudus Klik Disini
SUNAN KUDUS (RADEN JA'FAR SODIQ) (Walisongo Periode Kedua) Klik Disini
Assalamualaikum... Terima kasih kerna tuan bloger post cerita dari leluhur ku
BalasHapus