SIKLUS HIDUP MANUSIA JAWA KETIKA MASA TUA
UPACARA TUMBUK AGENG
Upacara tumbuk ageng merupakan salah satu upacara dari serangkaian siklus hidup manusia Jawa yang diselenggarakan pada masa tua, yaitu ketika seseorang berumur 8 windu (64 tahun). Bila pada usia 64 tahun tidak memungkinkan, maka upacara tumbuk ageng ini dapat dilakukan pada saat seseorang berumur 10 windu (80 tahun).
Kata tumbuk ageng berasal dari dua kata, yakni kata 'tumbuk' dan kata 'ageng'. Tumbuk berarti bertepatan atau berbarengan, dan 'ageng' berarti besar, agung. Jadi upacara tumbuk ageng merupakan suatu upacara yang dilakukan tepat pada saat seseorang berusia 8 x 8 tahun (64 tahun). Pada saat usia 64 tahun ini, hari wetonnya tepat sama dengan hari (weton) pada saat ia sebagai bayi lahir ke dunia.
Upacara tumbuk ageng ini dapat diselenggarakan secara climen (kecil-kecilan), prasaja (sederhana), atau rowa (besar-besaran, meriah). Perbedaan penyelenggaraan itu terletak pada perlengkapannya dan jenis serta jumlah sesaji ketika melaksanakan kenduri. Semakin banyak jumlah sesaji dan perlengkapan yang dibutuhkan, maka akan semakin banyak biaya yang dibutuhkan.
Sesaji/ubo rame
Kenduri biasanya diselenggarakan sehari sebelum dilakukan upacara tumbuk ageng. Ketika seseorang menyelenggarakan upacara tumbuk ageng secara climen, maka sesaji yang dipersiapkan adalah sebagai berikut:
nasi tumpeng,
lauk pauk,
pisang raja,
minuman,
ayam sajodo,
seperangkat pakaian.
Bila upacara tumbuk ageng dilaksanakan secara rowa, maka sesaji yang dibutuhkan berupa:
Nasi tumpeng berjumlah 64 atau 80
Kelan jangan (sayur) bermacam-macam
Lauk-pauk
Jenang, bermacam-macam
Minuman, bermacam-macam
Buah-buahan, bermacam-macam
Rujak
Telor ayam
Biji-bijian (beras, kedelai, kacang, dan lain-lain)
Bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, dan lain-lain)
Makanan ringan, bermacam-macam
Pakaian (kain, bahan pakaian) sesukanya
Tanaman
Hewan peliharaan
Perhiasan pakaian
Barang-barang lainnya, sesukanya.
Tatacara Upacara Tumbuk Ageng
Upacara tumbuk ageng diselenggarakan bertepatan dengan hari lahirnya. Acara yang akan dilakukan untuk memperingati upacara tumbuk ageng adalah:
ANGON PUTU
Upacara angon putu merupakan salah satu dari serangkaian upacara tumbuk ageng. Upacara angon putu diselenggarakan pada pagi hari. Keturunannya (anak, cucu, cicit) diajak berjalan-jalan ke pasar lalu jajan sepuas-puasnya. Bila dirasa sudah cukup, maka anak, cucu, cicit digiring atau diajak bersama-sama untuk pulang. Masa sekarang, pasar diartikan sebagai bukan pasar yang sesungguhnya, tetapi bisa diganti dengan pasar buatan. Jadi orangtua yang memiliki halaman yang cukup luas, membuat pasar-pasaran atau pasar buatan di mana di halaman tersebut terdapat berbagai macam makanan yang seolah-olah dijual. Berbagai jenis makanan tersebut lalu (seolah-olah) diambil oleh anak keturunannya.
CONGKOGAN
Pada sore harinya sekitar pukul 15.00-16.00 dilakukan upacara congkogan. Penyelenggaraan upacara congkogan adalah sebagai berikut:
Orangtua yang dicongkogi berdiri di tengah halaman dikelilingi anak, cucu, cicit.
Anak-anaknya nyongkog (menyangga) berdirinya orangtua dengan menggunakan tebu wulung. Anak yang mencongkog berjumlah paling sedikit empat orang. Empat orang anak tersebut masing-masing nyongkog di depan, belakang, samping kiri, dan samping kanan.
Bila berdirinya orangtua dirasa sudah cukup mapan/kuat, maka para penyongkog yang merupakan anak-anaknya tersebut mundur untuk menuju tempat di depan orangtua sehingga antara anak dan orangtua berdiri berhadap-hadapan.
Pada saat berhadapan ini orangtua memberikan berkahnya kepada anak-anaknya. Pemberian berkah ini bisa dalam bentuk yang bermacam-macam, seperti pemberian nasehat, pemberian semangat hidup, atau bahkan berupa suatu anggukan kecil kepada anak-anaknya.
Bila acara pemberian berkah orangtua kepada anak-anaknya sudah selesai, maka upacara dianggap selesai.
Bila anak-anaknya sudah meninggal, bisa digantikan oleh cucu yang sudah menginjak dewasa.
Makna dari upacara congkogan ini adalah suatu perumpamaan bahwa orang yang sudah tua (berumur 64 tahun) biasanya sudah tidak dapat hidup mandiri karena fisiknya sudah mulai melemah, ingatan dan panca indranya juga berkurang kekuatan fungsinya. Maka kehidupan selanjutnya orangtua itu perlu kasengkuyung (dibantu) anak cucunya. Tebu wulung yang digunakan dalam upacara congkogan merupakan lambang bahwa kehidupannya selalu dengan kemantapan hati dan pasrah kepada Pangeran sebagai Penguasa Jagad Raya.
ANDRAWINAN
Upacara andrawinan merupakan upacara terakhir dalam rangkaian upacara tumbuk ageng. Dalam upacara andrawinan ini dilakukan serangkaian adat upacara pangkas tumpeng, nyebar udhik-udhik, paring wasiat, sungkeman, dhahar kembul, dan lain-lain.
Upacara pangkas tumpeng : sang kakek/nenek memotong tumpeng.
Upacara nyebar udhik-udhik : Uang logam ditaruh di dalam bokor yang berisi beras kuning dan bunga, serta umbi-umbian. Segenggam demi segenggam diambil oleh sang kakek/nenk dan disebar di arena upacara. Anak cucu berebut mengambilnya.
Upacara paring wasiat : Sang kakek/nenek memberikan harta pusaka (harta kekayaan) kepada anak cucu.
Upacara sungkeman : Sang kakek/nenk disungkemi (dihormati) oleh anak cucu.
Upacara dhahar kembul : berpesta atau makan bersama.
Wayangan sebagai penutup : Cerita wayang kulit yang dipentaskan mengambil tema kebijaksaan. Bila pementasan wayang kulit ditiadakan, acara penutup bisa diisi dengan sebuah cerita riwayat hidup sang kakek/nenek.
Dengan berakhirnya acara penutup, baik berupa wayangan ataupun cerita riwayat hidup sang kakek/nenek, maka berakhirlah upacara tumbuk ageng.
naskah dari berbagai sumber oleh A. Melati Listyorini
dari museum http://www.tembi.org/tembi/tua.htm
UPACARA TUMBUK AGENG
Upacara tumbuk ageng merupakan salah satu upacara dari serangkaian siklus hidup manusia Jawa yang diselenggarakan pada masa tua, yaitu ketika seseorang berumur 8 windu (64 tahun). Bila pada usia 64 tahun tidak memungkinkan, maka upacara tumbuk ageng ini dapat dilakukan pada saat seseorang berumur 10 windu (80 tahun).
Kata tumbuk ageng berasal dari dua kata, yakni kata 'tumbuk' dan kata 'ageng'. Tumbuk berarti bertepatan atau berbarengan, dan 'ageng' berarti besar, agung. Jadi upacara tumbuk ageng merupakan suatu upacara yang dilakukan tepat pada saat seseorang berusia 8 x 8 tahun (64 tahun). Pada saat usia 64 tahun ini, hari wetonnya tepat sama dengan hari (weton) pada saat ia sebagai bayi lahir ke dunia.
Upacara tumbuk ageng ini dapat diselenggarakan secara climen (kecil-kecilan), prasaja (sederhana), atau rowa (besar-besaran, meriah). Perbedaan penyelenggaraan itu terletak pada perlengkapannya dan jenis serta jumlah sesaji ketika melaksanakan kenduri. Semakin banyak jumlah sesaji dan perlengkapan yang dibutuhkan, maka akan semakin banyak biaya yang dibutuhkan.
Sesaji/ubo rame
Kenduri biasanya diselenggarakan sehari sebelum dilakukan upacara tumbuk ageng. Ketika seseorang menyelenggarakan upacara tumbuk ageng secara climen, maka sesaji yang dipersiapkan adalah sebagai berikut:
nasi tumpeng,
lauk pauk,
pisang raja,
minuman,
ayam sajodo,
seperangkat pakaian.
Bila upacara tumbuk ageng dilaksanakan secara rowa, maka sesaji yang dibutuhkan berupa:
Nasi tumpeng berjumlah 64 atau 80
Kelan jangan (sayur) bermacam-macam
Lauk-pauk
Jenang, bermacam-macam
Minuman, bermacam-macam
Buah-buahan, bermacam-macam
Rujak
Telor ayam
Biji-bijian (beras, kedelai, kacang, dan lain-lain)
Bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, dan lain-lain)
Makanan ringan, bermacam-macam
Pakaian (kain, bahan pakaian) sesukanya
Tanaman
Hewan peliharaan
Perhiasan pakaian
Barang-barang lainnya, sesukanya.
Tatacara Upacara Tumbuk Ageng
Upacara tumbuk ageng diselenggarakan bertepatan dengan hari lahirnya. Acara yang akan dilakukan untuk memperingati upacara tumbuk ageng adalah:
- Angon putu
- Congkogan
- Andrawina
ANGON PUTU
Upacara angon putu merupakan salah satu dari serangkaian upacara tumbuk ageng. Upacara angon putu diselenggarakan pada pagi hari. Keturunannya (anak, cucu, cicit) diajak berjalan-jalan ke pasar lalu jajan sepuas-puasnya. Bila dirasa sudah cukup, maka anak, cucu, cicit digiring atau diajak bersama-sama untuk pulang. Masa sekarang, pasar diartikan sebagai bukan pasar yang sesungguhnya, tetapi bisa diganti dengan pasar buatan. Jadi orangtua yang memiliki halaman yang cukup luas, membuat pasar-pasaran atau pasar buatan di mana di halaman tersebut terdapat berbagai macam makanan yang seolah-olah dijual. Berbagai jenis makanan tersebut lalu (seolah-olah) diambil oleh anak keturunannya.
CONGKOGAN
Pada sore harinya sekitar pukul 15.00-16.00 dilakukan upacara congkogan. Penyelenggaraan upacara congkogan adalah sebagai berikut:
Orangtua yang dicongkogi berdiri di tengah halaman dikelilingi anak, cucu, cicit.
Anak-anaknya nyongkog (menyangga) berdirinya orangtua dengan menggunakan tebu wulung. Anak yang mencongkog berjumlah paling sedikit empat orang. Empat orang anak tersebut masing-masing nyongkog di depan, belakang, samping kiri, dan samping kanan.
Bila berdirinya orangtua dirasa sudah cukup mapan/kuat, maka para penyongkog yang merupakan anak-anaknya tersebut mundur untuk menuju tempat di depan orangtua sehingga antara anak dan orangtua berdiri berhadap-hadapan.
Pada saat berhadapan ini orangtua memberikan berkahnya kepada anak-anaknya. Pemberian berkah ini bisa dalam bentuk yang bermacam-macam, seperti pemberian nasehat, pemberian semangat hidup, atau bahkan berupa suatu anggukan kecil kepada anak-anaknya.
Bila acara pemberian berkah orangtua kepada anak-anaknya sudah selesai, maka upacara dianggap selesai.
Bila anak-anaknya sudah meninggal, bisa digantikan oleh cucu yang sudah menginjak dewasa.
Makna dari upacara congkogan ini adalah suatu perumpamaan bahwa orang yang sudah tua (berumur 64 tahun) biasanya sudah tidak dapat hidup mandiri karena fisiknya sudah mulai melemah, ingatan dan panca indranya juga berkurang kekuatan fungsinya. Maka kehidupan selanjutnya orangtua itu perlu kasengkuyung (dibantu) anak cucunya. Tebu wulung yang digunakan dalam upacara congkogan merupakan lambang bahwa kehidupannya selalu dengan kemantapan hati dan pasrah kepada Pangeran sebagai Penguasa Jagad Raya.
ANDRAWINAN
Upacara andrawinan merupakan upacara terakhir dalam rangkaian upacara tumbuk ageng. Dalam upacara andrawinan ini dilakukan serangkaian adat upacara pangkas tumpeng, nyebar udhik-udhik, paring wasiat, sungkeman, dhahar kembul, dan lain-lain.
Upacara pangkas tumpeng : sang kakek/nenek memotong tumpeng.
Upacara nyebar udhik-udhik : Uang logam ditaruh di dalam bokor yang berisi beras kuning dan bunga, serta umbi-umbian. Segenggam demi segenggam diambil oleh sang kakek/nenk dan disebar di arena upacara. Anak cucu berebut mengambilnya.
Upacara paring wasiat : Sang kakek/nenek memberikan harta pusaka (harta kekayaan) kepada anak cucu.
Upacara sungkeman : Sang kakek/nenk disungkemi (dihormati) oleh anak cucu.
Upacara dhahar kembul : berpesta atau makan bersama.
Wayangan sebagai penutup : Cerita wayang kulit yang dipentaskan mengambil tema kebijaksaan. Bila pementasan wayang kulit ditiadakan, acara penutup bisa diisi dengan sebuah cerita riwayat hidup sang kakek/nenek.
Dengan berakhirnya acara penutup, baik berupa wayangan ataupun cerita riwayat hidup sang kakek/nenek, maka berakhirlah upacara tumbuk ageng.
naskah dari berbagai sumber oleh A. Melati Listyorini
dari museum http://www.tembi.org/tembi/tua.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU