Ramalan Joyoboyo
"tentang Pria dan Wanita"
Ramalan Joyoboyo "tentang pria"
Dengan payung organisasi kemasyarakatan di bidang keagamaan, adat budaya setempat, partai politik, dan lain sebagainya berhimpunlah kaum pria dalam sekawanan gerombolan bersenjata tumpul dan tajam mengadakan aksi keroyokan terhadap satu atau beberapa orang yang telah diputuskan bersama sebagai patut diserbu atau diobrak-abrik karena telah melanggar norma sosial dan keagamaan.
Lain soal apakah perbuatan gerombolan/kelompok itu atas nama kebenaran, aqidah, dan membasmi kemaksiatan. Tindakan anarki keroyokan yang dilakukan kumpulan pria itu menggambarkan bahwa di jaman terbalik dan edan seperti yang dicetuskan Sri Aji Joyoboyo pada abad kesebelas adalah lenyapnya jiwa ksatria dalam diri kaum pria masa depan.
Menyerang lawan atau yang dianggap musuh yang berkekuatan kecil dan lemah dengan sistem keroyokan -- anak kecil pun tahu -- memang bukan tindakan ksatria yang seharusnya merupakan simbol daripada kaum pria. Dan di jaman terbalik ini juga terdapat seseorang/kelompok yang secara sembunyi meletakkan benda celaka di tempat umum, misalnya bom. Maka lengkaplah main keroyokan dan main belakang itu juga tindakan yang tidak menunjukkan adanya jiwa ksatriaan pada diri orang/kelompok yang sengaja melakukannya.
Sistem pengeroyokan di sektor kejahatan juga terjadi, lima lelaki atau lebih menggarap harta benda korbannya di jalanan yang cuma seorang saja, kadang malah wanita. Mengapa terjadi kemerosotan moral/jiwa ksatria pada kaum pria?
Pujangga modern Nusantara yang pernah dinominasikan peraih Nobel mengatakan soal kekalahan berabad kerajaan Nusantara terhadap bangsa Barat, "Laju kemerosotan Nusantara sejak paska keruntuhan Majapahit hingga hari ini tidak dapat ditahan lagi oleh para raja dan ksatria dari Nusantara, dan juga angkatan perang mereka tak pernah diuji dan berhasil sekali pun dalam pertempuran menghadapi bangsa lain, karena kekuasaan, keperkasaan, dan kekuatan mereka telah tercurah dan tersedot habis di dalam harem....".
Penyebab lainnya ialah tidak adanya kurikulum yang diajarkan di sekolah umum kecuali sekolah militer atau di tempat lainnya bagaimana caranya bersikap ksatria, maka yang terjadi pada kaum pria masa depan ini tepat sebagaimana yang diramalkan oleh Joyoboyo sembilan abad yang silam adalah sebagai berikut:
Kelak di masa depan pada jaman terbalik maka kaum pria akan kehilangan jiwa ksatrianya. Tidak seperti di jaman kuno tatkala kaum wanita naik tandu sedangkan kaum prianya naik kuda, maka di jaman terbalik tersebut kaum prianya justru menaiki tandu atau menggunakan sopir pribadi untuk bepergian ke mana-mana. Kaum pria yang telah tidak lagi berjiwa ksatria itu tidak berani beristri karena takut untuk melamar dan menikah dengan berbagai alasan: ekonomi, patah hati, tidak sederajat, tidak berani bertanggung jawab atas perbuatan sendiri, dan sebagainya. Bahkan semakin bertambah banyak juga pria yang tidak suka pada lawan jenisnya: wanita; akan tetapi malah menyukai sejenisnya. Kelak di masa depan malahan kaum wanita tidak malu-malu lagi mendahului menyatakan cintanya kepada pria idaman hatinya.
Ramalan Joyoboyo tentang Wanita
http://www.hastamitra.net/
"tentang Pria dan Wanita"
Wong lanang ilang kaprawirane
Wong lanang linggih plangki
Akeh wong lanang ora duwe bojo
Wong wadon nglamar wong lanang
Dengan payung organisasi kemasyarakatan di bidang keagamaan, adat budaya setempat, partai politik, dan lain sebagainya berhimpunlah kaum pria dalam sekawanan gerombolan bersenjata tumpul dan tajam mengadakan aksi keroyokan terhadap satu atau beberapa orang yang telah diputuskan bersama sebagai patut diserbu atau diobrak-abrik karena telah melanggar norma sosial dan keagamaan.
Lain soal apakah perbuatan gerombolan/kelompok itu atas nama kebenaran, aqidah, dan membasmi kemaksiatan. Tindakan anarki keroyokan yang dilakukan kumpulan pria itu menggambarkan bahwa di jaman terbalik dan edan seperti yang dicetuskan Sri Aji Joyoboyo pada abad kesebelas adalah lenyapnya jiwa ksatria dalam diri kaum pria masa depan.
Menyerang lawan atau yang dianggap musuh yang berkekuatan kecil dan lemah dengan sistem keroyokan -- anak kecil pun tahu -- memang bukan tindakan ksatria yang seharusnya merupakan simbol daripada kaum pria. Dan di jaman terbalik ini juga terdapat seseorang/kelompok yang secara sembunyi meletakkan benda celaka di tempat umum, misalnya bom. Maka lengkaplah main keroyokan dan main belakang itu juga tindakan yang tidak menunjukkan adanya jiwa ksatriaan pada diri orang/kelompok yang sengaja melakukannya.
Sistem pengeroyokan di sektor kejahatan juga terjadi, lima lelaki atau lebih menggarap harta benda korbannya di jalanan yang cuma seorang saja, kadang malah wanita. Mengapa terjadi kemerosotan moral/jiwa ksatria pada kaum pria?
Pujangga modern Nusantara yang pernah dinominasikan peraih Nobel mengatakan soal kekalahan berabad kerajaan Nusantara terhadap bangsa Barat, "Laju kemerosotan Nusantara sejak paska keruntuhan Majapahit hingga hari ini tidak dapat ditahan lagi oleh para raja dan ksatria dari Nusantara, dan juga angkatan perang mereka tak pernah diuji dan berhasil sekali pun dalam pertempuran menghadapi bangsa lain, karena kekuasaan, keperkasaan, dan kekuatan mereka telah tercurah dan tersedot habis di dalam harem....".
Penyebab lainnya ialah tidak adanya kurikulum yang diajarkan di sekolah umum kecuali sekolah militer atau di tempat lainnya bagaimana caranya bersikap ksatria, maka yang terjadi pada kaum pria masa depan ini tepat sebagaimana yang diramalkan oleh Joyoboyo sembilan abad yang silam adalah sebagai berikut:
Wong lanang ilang kaprawirane
Wong lanang linggih plangki
Akeh wong lanang ora duwe bojo
Wong wadon nglamar wong lanang
Ramalan Joyoboyo tentang Wanita
Wong wadon nganggo pakeyan lanang
Wong wadon ilang kawirangane
Akeh wong wadon ora setya marang bojone
Akeh ibu padha ngedol anake
Akeh wong wadon ngedol awake
Wong wadon nunggang jaran
oleh Sri Aji Joyoboyo, abad xii M. (1100-an)
Syair Joyoboyo tersebut memang kenyataannya hari ini adalah terbukti benar-benar sedang terjadi di Nusantara. "Kelak di masa depan kaum perempuan memakai busana kaum pria, pada saat itulah kaum hawa mulai kehilangan rasa takut dan juga rasa malu sebagai perempuan yang dimuliakan dan dihormati keluarganya. Dan juga di masa depan itu kaum perempuan tidak lagi setia sehidup semati dalam melayari bahtera rumah tangga laksana Dewi Shinta terhadap Rama.
Pada kondisi demikian itu kelak juga akan terjadi para ibu ada yang tega menjual darah dagingnya sendiri dengan alasan kemiskinan atau demi mendapatkan uang. Dan demi uang yang itu juga banyak kaum wanita yang cantik-jelita mau menjual tubuhnya demi mendapatkan kemewahan hidup tanpa mau bersusah payah bekerja. Dan di jaman yang demikian itu sudah bukan hal aneh kaum wanita menyetir kendaraan bermotor di jalan raya."
Syair di atas itulah buah karya nujum dari abad keduabelas masehi (1100-an), Sri Aji Joyoboyo, semuanya meramalkan keburukan yang akan melanda kaum perempuan di kelak kemudian hari. Akan tetapi ramalan demikian bukan berarti semua kaum hawa di permukaan bumi adalah buruk. Tidak! Tentu saja wanita yang mulia dan terhormat lebih banyak jumlahnya daripada yang buruk, karena jasa kaum perempuanlah manusia dapat terus eksis di planet bumi.
Rosa Luxemburg, pejuang kiri berasal dari Polandia, dan Joan of Arc panglima perang dari Prancis, dan tentu saja Raden Ajeng Kartini pelopor kemajuan wanita di Nusantara yang gemar dan mampu menulis untuk mengungkapkan pikirannya yang maju dan modern dalam melihat bangsanya yang tertinggal dalam pendidikan, khususnya kaum perempuan bangsanya. Kepeloporan Kartini dalam menyejajarkan wanita dan pria dengan alasan kemampuan wanita tidak kalah dari kaum Adam dalam menyerap ilmu pengetahuan itu pada akhirnya merupakan perjuangan emansipasi atau persamaan derajat antar gender berhasil gemilang di Nusantara.
Organisasi wanita yang cukup handal dan progresif Revolusioner paska perang kemerdekaan ialah Gerwani yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. Akan tetapi malapetaka yang teramat dahsyat organisasi wanita di masa Orde Lama itu dihancurkan dengan fitnah keji tiada tara. Gerwanilah yang menyiksa dengan kejam para Jenderal Angkatan Darat, yang di kemudian hari ternyata perbuatan itu tidak pernah dilakukan oleh organisasi wanita tersebut. "Nasi sudah menjadi tinja," kata Pramoedya. Maka tidak pelak lagi semua pimpinan Gerwani ditangkap dan disiksa dengan cara tidak bermoral, mulai dari pelecehan ringan hingga yang berat, dan itu dilakukan oleh organisasi resmi pemerintah yang konstitusional dan terhormat. Memang dimaklumi terjadi kekejian itu dalam suasana antikomunis yang luarbiasa pada waktu itu. Yang patut disayangkan ialah kaum perempuan Nusantara tidak berani lagi membikin organisasi progresif revolusioner hingga saat ini. Memang telah lahir pemimpin berkelas akan tetapi pada akhirnya melemah dengan sendirinya karena kodrat dan kebutuhan hidup serta lingkungan yang terlanjur berbeda dengan masa lalu.
Konon sejak masa silam, mulai pada abad kesebelas tatkala Sri Aji Joyoboyo memerintah Kediri para leluhur sudah mengajarkan sebagai berikut, "Ingatlah wahai para raja atau pemimpin Nusantara, jika kalian mengambil wanita Tiongkok atau ras mongolid lainnya, yang dijadikan oleh kalian sebagai istri atau pun sekadar selir atau simpanan. Maka kedudukan dalam pangkat dan jabatan akan menjadi goyah, hingga jatuh semua kekuasaan yang dimiliki."
Sedikitnya patut dicatat peristiwa yang berhubungan dengan di atas yakni antaranya Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit mengawini putri Campa yang berdarah Tiongkok dan kemudian Majapahit meluncur jatuh menuju kehancuran.
Ratna Sari Dewi Soekarno (Naoto Nemoto: 根本七保子) was the fifth wife of Soekarno. A beautiful woman who accompanied his husband when he was in the downfall. A straightforward charming lady…. The queenbee.
Bung Karno atau Paduka Yang Mulia Presiden Soekarno, Pemimpin Besar Revolusi, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia juga memperistri seorang perempuan berdarah mongoloid dari negeri Sakura bernama baru Ratna Sari Dewi. Sejarah mencatat bahwa sejak pernikahan itu Bung Karno meluncur menuju kejatuhannya akibat digulingkan oleh kekuatan dalam negeri yang bersekongkol dengan asing. Dalam masa penahanannya di wisma Yaso, milik Ratna Sari Dewi, yang dikemudian hari dirampas oleh Angkatan Darat, Bung Karno walau sakit parah pada ginjalnya sehingga wajib cuci darah tidak mendapatkan perawatan semestinya hingga ajal menjemputnya pada 1970.
Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Roji'un....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU