primbon


Web Site Hit Counters

Sejak:17 Agustus 2013
DAFTAR SAHABAT YG MASUK The truth seeker
Tidak harus menjadi yang pertama,yang penting itu menjadi orang yang melakukan sesuatu dengan sepenuh hati.


Disclaimer:Artikel,gambar ataupun video yang ada di blog ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain,
dan Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber lain tersebut.Jika kami salah dalam menentukan sumber yang pertama,
mohon beritahu kami
e-mail primbondonit@gmail.com HOTLINE atau SMS 0271 9530328

GAMBAR-GAMBAR dibawah ini BUKAN HANYA IKLAN tapi merupakan LINK SUMBER




Bagi sebagian masyarakat yang mengklaim diri sebagai masyarakat peradaban modern,westernism bahkan sebagian yang mengesankan perilaku agamis yakni hanya bermain-main sebatas pada simbol-simbol agama saja tanpa mengerti hakekatnya,dan kesadarannya masih sangat terkotak oleh dogma agama-agama tertentu.Manakala mendengar istilah mistik,akan timbul konotasi negatif.Walau bermakna sama,namun perbedaan bahasa dan istilah yang digunakan,terkadang membuat orang dengan mudah terjerumus ke dalam pola pikir yang sempit dan hipokrit.Itulah piciknya manusia yang tanpa sadar masih dipelihara hingga akhir hayat.Selama puluhan tahun,kata-kata mistik mengalami intimidasi dari berbagai kalangan terutama kaum modernism,westernisme dan agamisme.Mistik dikonotasikan sebagai pemahaman yang sempit,irasional,dan primitive.Bahkan kaum mistisisme mendapat pencitraan secara negative dari kalangan kaum modern sebagai paham yang kuno,Pandangan itu salah besar.Tentu saja penilaian itu mengabaikan kaidah ilmiah.Penilaian bersifat tendensius lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri,kepentingan rezim,dan kepentingan egoisme(keakuan).Penilaian juga rentan terkonaminasi oleh pola-pola pikir primordialisme dan fanatisme golongan,diikuti oleh pihak-pihak tertentu hanya berdasarkan sikap ikut-ikutan,dengan tanpa mau memahami arti dan makna istilah yang sesungguhnya.Apalagi dalam roda perputaran zaman sekarang,di mana orang salah akan berlagak selalu benar.Orang bodoh menuduh orang lain yang bodoh.Emas dianggap Loyang.Besi dikira emas.Yang asli dianggap palsu,yang palsu dibilang asli.Semua serba salah kaprah,dan hidup penuh dengan kepalsuan-kepalsuan.Untuk itulah Warisjati merangkum beragam artikel dari beberapa sumber tentang pengetahuan Budaya dan tradisi di Nusantara yang merupakan warisan para leluhur yang sarat akan makna dan berbagai artikel lainnya yang saling melengkapi.Dengan harapan membangun sikap arif dan bijaksana dan mengambil pelajaran serta pengetahuan dari budaya masa lalu sebagai warisan leluhur di Nusantara ini.

ORANG YANG DENGAN MUDAHNYA MENGATAKAN SESAT KEPADA SESEORANG
ADALAH ORANG YANG TIDAK atau BELUM PAHAM AKAN DIRINYA SENDIRI



Jumat, 31 Januari 2014

Kitab Kakawin Arjuna Wiwaha (Mahakarya Empu Kanwa)

Kakawin 

Kitab Kakawin Arjuna Wiwaha (Mahakarya Empu Kanwa)

Kitab Kakawin Arjuna Wiwaha (Mahakarya Empu Kanwa)
Kitab di jaman kuno ini dikarang oleh Empu Kanwa. Empu Kanwa ini hidup pada zaman pemerintahan Raja Airlangga, Kahuripan. 

Kakawin Arjunawiwāha adalah kakawin pertama yang berasal dari Jawa Timur. 
Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun 1019 sampai dengan 1042 Masehi. Sedangkan kakawin ini diperkirakan digubah sekitar tahun 1030.
Berkas:Arjuna dan Siwa.jpg
Relief Arjuna dan Siwa pada candi Surawana (Surowono), Jawa Timur. Di sini tampak Arjuna dan Siwa yang menyamar sebagai pemburu tengah bertengkar siapa yang telah memanah babi hutan.

Kakawin ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini.

Oleh para pakar ditengarai bahwa kakawin Arjunawiwaha berdasarkan Wanaparwa, kitab ketiga Mahābharata.
Salinan teks Latin yang sangat penting berada di Belanda, yaitu dalam Jurnal Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 82 (1926) halaman 181-305.

Kakawin Arjunawiwaha memiliki sebuah manggala. Berikut adalah manggala beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

  • Ambek sang paramārthapaṇḍita huwus limpad sakèng śūnyatā, Tan sangkèng wiṣaya prayojñananira lwir sanggrahèng lokika, Siddhāning yaśawīrya donira sukhāning rāt kininkinira, santoṣâheletan kelir sira sakèng sang hyang Jagatkāraṇa.

Batin sang tahu Hakikat Tertinggi telah mengatasi segalanya karena menghayati Kehampaan, Bukanlah terdorong nafsu indria tujuannya, seolah-olah saja menyambut yang duniawi, Sempurnanya jasa dan kebajikan tujuannya. Kebahagiaan alam semesta diperihatinkannya.Damai bahagia, selagi tersekat layar pewayangan dia dari Sang Penjadi Dunia.

  • Us.n.is.angkwi lebûni pâdukanirâ sang hyang Jagatkâran.a Manggeh manggalaning miket kawijayan sang Pârtha ring kahyangan

Hiasan kepalaku merupakan debu pada alas kaki beliau Sang Hyang Penjadi Dunia Terdapatkan pada manggala dalam menggubahkan kemenangan sang Arjuna di kahyangan

Di bawah ini disajikan ringkasan cerita yang terdapat dalam kakawin Arjunawiwāha. Ringkasan ini berdasarkan ulasan P.J. Zoetmulder (1983:298-302) dan terjemahan Ignasius Kuntara Wiryamartana (1990:124-182).
Berkas:Arjunawiwaha canto 5.jpg
Dua lembaran lontar kakawin Arjunawiwāha.
Niwātakawaca, seorang raksasa (daitya) mempersiapkan diri untuk menyerang dan menghancurkan kahyangan Batara Indra. Karena raksasa itu tak dapat dikalahkan, baik oleh seorang dewa maupun oleh seorang raksasa, maka Batara Indra memutuskan untuk meminta bantuan dari seorang manusia. Pilihan tidak sukar dan jatuh pada sang Arjuna yang sedang bertapa di gunung Indrakīla. Namun sebelum Arjuna diminta bantuannya, terlebih dahulu harus diuji ketabahannya dalam melakukan yoga, karena ini juga merupakan jaminan agar bantuannya benar-benar membawa hasil seperti yang diharapkan.

Maka tujuh orang bidadari yang kecantikannya sungguh menakjubkan dipanggil. Kedua bidadari yang terpenting bernama Suprabhā dan Tilottamā, mereka semua diperintahkan untuk mengunjungi Arjuna lalu mempergunakan kecantikan mereka untuk merayunya.
Maka berjalanlah para bidadari melalui keindahan alam di gunung Indrakīla menuju tempat bertapanya sang Arjuna. Mereka beristirahat di sebuah sungai lalu menghias diri dan membicarakan bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan mereka.

Mereka sampai pada gua tempat Arjuna duduk, terserap oleh samadi, lalu memperlihatkan segala kecantikan mereka dan mempergunakan segala akal yang dapat mereka pikirkan guna menggodanya, tetapi sia-sia belaka. Dengan rasa kecewa mereka pulang ke kahyangan dan melapor kepada batara Indra. Namun bagi para dewa kegagalan mereka merupakan suatu sumber kegembiraan, karena dengan demikian terbuktilah kesaktian Arjuna.


Tertinggallah hanya satu hal yang masih disangsikan: apakah tujuan Arjuna dengan mengadakan yoga semata-mata untuk memperoleh kebahagiaan dan kekuasaan bagi dirinya sendiri, sehingga ia tidak menghiraukan keselamatan orang lain? Maka supaya dalam hal yang demikian penting itu dapat diperoleh kepastian, Indra sendiri yang menjenguk Arjuna dengan menyamar sebagai seorang resi tua yang telah pikun dan bungkuk. Sang resi tua ini berpura-pura batuk dan lalu disambut dengan penuh hormat oleh sang Arjuna yang sebentar menghentikan tapanya dan dalam diskusi falsafi yang menyusul terpaparlah suatu uraian mengenai kekuasaan dan kenikmatan dalam makna yang sejati. Dalam segala wujudnya, termasuk kebahagiaan di sorga, kekuasaan dan nikmat termasuk dunia semu dan ilusi; karena hanya bersifat sementara dan tidak mutlak, maka tetap jauh dari Yang Mutlak. Barangsiapa ingin mencapai kesempurnaan dan moksa, harus menerobos dunia wujud dan bayang-bayang yang menyesatkan, jangan sampai terbelenggu olehnya. Hal seperti ini dimengerti oleh Arjuna. 

Ia menegaskan, bahwa satu-satunya tujuannya dalam melakukan tapa brata ialah memenuhi kewajibannya selaku seorang ksatria serta membantu kakaknya Yudistira untuk merebut kembali kerajaannya demi kesejahteraan seluruh dunia. Indra merasa puas, mengungkapkan siapakah dia sebenarnya dan meramalkan, bahwa Batara Siwa akan berkenan kepada Arjuna, lalu pulang. Arjuna meneruskan tapa-bratanya.

Dalam pada itu raja para raksasa telah mendengar berita apa yang terjadi di gunung Indrakila. Ia mengutus seorang raksasa lain yang bernama Mūka untuk membunuh Arjuna. Dalam wujud seekor babi hutan ia mengacaukan hutan-hutan di sekitarnya. Arjuna, terkejut oleh segala hiruk-pikuk, mengangkat senjatanya dan keluar dari guanya. Pada saat yang sama dewa Siwa, yang telah mendengar bagaimana Arjuna melakukan yoga dengan baik sekali tiba dalam wujud seorang pemburu dari salah satu suku terasing, yaitu suku Kirāṭa. Pada saat yang sama masing-masing melepaskan panah dan babi hutan tewas karena lukanya. Kedua anak panah ternyata menjadi satu. Terjadilah perselisihan antara Arjuna dan orang Kirāṭa itu, siapa yang telah membunuh binatang itu. Perselisihan memuncak menjadi perdebatan sengit. Panah-panah Siwa yang penuh sakti itu semuanya ditanggalkan kekuatannya dan akhirnya busurnya pun dihancurkan. Mereka lalu mulai berkelahi. Arjuna yang hampir kalah, memegang kaki lawannya, tetapi pada saat itu wujud si pemburu lenyap dan Siwa menampakkan diri.

Batara Siwa bersemayam selaku ardhanarīśwara 'setengah pria, setengah wanita' di atas bunga padma. Arjuna memujanya dengan suatu madah pujian dan yang mengungkapkan pengakuannya terhadap Siwa yang hadir dalam segala sesuatu. Siwa menghadiahkan kepada Arjuna sepucuk panah yang kesaktiannya tak dapat dipatahkan; namanya Pasupati. Sekaligus diberikan kepadanya pengetahuan gaib bagaimana mempergunakan panah itu. Sesudah itu Siwa lenyap.

Tengah Arjuna memperbincangkan, apakah sebaiknya ia kembali ke sanak saudaranya, datanglah dua apsara 'makhluk setengah dewa setengah manusia', membawa sepucuk surat dari Indra; ia minta agar Arjuna bersedia menghadap, membantu para dewa dalam rencana mereka untuk membunuh Niwatakawaca. Arjuna merasa ragu-ragu, karena ini berarti bahwa ia lebih lama lagi terpisah dari saudara-saudaranya, tetapi akhirnya ia setuju. Ia mengenakan sebuah kemeja ajaib bersama sepasang sandal yang dibawa oleh kedua apsara, dan lewat udara menemai mereka ke kahyangan batara Indra. Ia disambut dengan riang gembira dan para bidadari merasa tergila-gila. Indra menerangkan keadaan yang tidak begitu menguntungkan bagi para dewa akibat niat jahat Niwatakawaca. Raksasa itu hanya dapat ditewaskan oleh seorang manusia, tetapi terlebih dahulu mereka harus menemukan titik lemahnya. Sang bidadari Suprabha yang sudah lama diincar oleh raksasa itu, akan mengunjunginya dan akan berusaha untuk mengatahui rahasianya dengan ditemani oleh Arjuna. Arjuna menerima tugas itu dan mereka turun ke bumi. Suprabha pura-pura malu karena hubungan mereka nampak begitu akrab, akibat tugas yang dibebankan kepada mereka. Dalam kepolosannya Suprabha tidak menghiraukan kata-kata manis Arjuna dan berusaha membelokkan percakapan mereka ke hal-hal lain. Waktu sore hari mereka sampai ke tempat kediaman si raja raksasa; di sana tengah diadakan persiapan-persiapan perang melawan para dewata. Sang Suprabha, sambil membayangkan bagaimana ia akan diperlakukan oleh Niwatakawaca, merasa tidak berani melaksanakan apa yang ditugaskan kepadanya, tetapi ia diberi semangat oleh Arjuna. Ia pasti akan berhasil asal ia mempergunakan segala rayuan seperti yang diperlihatkan ketika Arjuna sedang bertapa di dalam gua, biarpun pada waktu itu tidak membuahkan hasil.

Suprabha menuju sebuah sanggar mestika (balai kristal murni), di tengah-tengah halaman istana. Sementara itu Arjuna menyusul dari dekat. Namun Arjuna memiliki aji supaya ia tidak dapat dilihat orang. Itulah sebabnya mengapa para dayang-dayang yang sedang bercengkerama di bawah sinar bulan purnama, hanya melihat Suprabha. Beberapa dayang-dayang yang dulu diboyong ke mari dari istana Indra, mengenalinya dan menyambutnya dengan gembira sambil menanyakan bagaimana keadaan di kahyangan. Suprabha menceritakan, bagaimana ia meninggalkan kahyangan atas kemauannya sendiri, karena tahu bahwa itu akan dihancurkan; sebelum ia bersama dengan segala barang rampasan ditawan, ia menyeberang ke Niwatakawaca. Dua orang dayang-dayang menghadap raja dan membawa berita yang sudah sekian lama dirindukannya. Seketika ia bangun dan menuju ke taman sari. Niwatakawaca pun menimang dan memangku sang Suprabha. Suprabha menolak segala desakannya yang penuh nafsu birahi dan memohon agar sang raja bersabar sampai fajar menyingsing. Ia merayunya sambil memuji-muji kekuatan raja yang tak terkalahkan itu, lalu bertanya tapa macam apa yang mengakibatkan ia dianugerahi kesaktian yang luar biasa oleh Rudra. Niwatakawaca terjebak oleh bujukan Suprabha dan membeberkan rahasianya. Ujung lidahnya merupakan tempat kesaktiannya. Ketika Arjuna mendengar itu ia meninggalkan tempat persembunyiannya dan menghancurkan gapura istana. Niwatakawaca terkejut oleh kegaduhan yang dahsyat itu; Suprabha mempergunakan saat itu dan melarikan diri bersama Arjuna.

Meluaplah angkara murka sang raja yang menyadari bahwa ia telah tertipu; ia memerintahkan pasukan-pasukannya agar seketika berangkat dan berbaris melawan para dewa-dewa. Kahyangan diliputi suasana gembira karena Arjuna dan Suprabha telah pulang dengan selamat. Dalam suatu rapat umum oleh para dewa diperbincangkan taktik untuk memukul mundur si musuh, tetapi hanya Indra dan Arjuna yang mengetahui senjata apa telah mereka miliki karena ucapan Niwatakawaca yang kurang hati-hati. Bala tentara para dewa, apsara dan gandharwa menuju ke medan pertempuran di lereng selatan pegunungan Himalaya.

Menyusullah pertempuran sengit yang tidak menentu, sampai Niwatakawaca terjun ke medan laga dan mencerai-beraikan barisan para dewa yang dengan rasa malu terpaksa mundur. Arjuna yang bertempur di belakang barisan tentara yang sedang mundur, berusaha menarik perhatian Niwatakawaca. Pura-pura ia terhanyut oleh tentara yang lari terbirit-birit, tetapi busur telah disiapkannya. Ketika raja para raksasa mulai mengejarnya dan berteriak-teriak dengan amarahnya, Arjuna menarik busurnya, anak panah melesat masuk ke mulut sang raja dan menembus ujung lidahnya. Ia jatuh tersungkur dan mati. Para raksasa melarikan diri atau dibunuh, dan para dewa yang semula mengundurkan diri, kini kembali sebagai pemenang. Mereka yang tewas dihidupkan dengan air amrta dan semua pulang ke sorga. Di sana para istri menunggu kedatangan mereka dengan rasa was-was jangan-jangan suami mereka lebih suka kepada wanita-wanita yang ditawan, ketika mereka merampas harta para musuh. Inilah satu-satunya awan yang meredupkan kegembiraan mereka.


Kini Arjuna menerima penghargaan bagi bantuannya. Selama tujuh hari (menurut perhitungan di sorga, dan ini sama lama dengan tujuh bulan di bumi manusia) ia akan menikmati buah hasil dari kelakuannya yang penuh kejantanan itu: ia akan bersemayam bagaikan seorang raja di atas singgasana Indra. Setelah ia dinobatkan, menyusullah upacara pernikahan sampai tujuh kali dengan ketujuh bidadari. Satu per satu, dengan diantar oleh Menaka, mereka memasuki ruang mempelai. 

Yang pertama datang ialah Suprabha, sesudah perjalanan mereka yang penuh bahaya, dialah yang mempunyai hak pertama. Kemudian Tilottama lalu ke lima yang lain, satu per satu; nama mereka tidak disebut. Hari berganti hari dan Arjuna mulai menjadi gelisah. Ia rindu akan sanak saudaranya yang ditinggalkannya. Ia mengurung diri dalam sebuah balai di taman dan mencoba menyalurkan perasaannya lewat sebuah syair. Hal ini tidak luput dari perhatian Menaka dan Tilottama. Yang terakhir ini berdiri di balik sebatang pohon dan mendengar, bagaimana Arjuna menemui kesukaran dalam menggubah baris penutup bait kedua. 

Tilottama lalu menamatkannya dengan sebuah baris yang lucu. Maka setelah tujuh bulan itu sudah lewat, Arjuna berpamit kepada Indra; ia diantar kembali ke bumi oleh Matali dengan sebuah kereta sorgawi. Kakawin ini ditutup dengan keluh kesah para bidadari yang ditinggalkan di sorga dan sebuah kolofon mpu Kanwa.

Kakawin Arjuna Wiwaha (Mahakarya Empu Kanwa)
Pusat Dokumentasi Dinas Perpustakaan Prov. Bali - Indonesia
background image
background imagebackground image
background imagebackground image
background imagebackground image
background imagebackground image
background image

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU

KEBERLANGSUNGAN

Sedekah(Bisa Menunda Kematian)
KLCK aja ICON dibawah untuk Baca berita
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...