primbon


Web Site Hit Counters

Sejak:17 Agustus 2013
DAFTAR SAHABAT YG MASUK The truth seeker
Tidak harus menjadi yang pertama,yang penting itu menjadi orang yang melakukan sesuatu dengan sepenuh hati.


Disclaimer:Artikel,gambar ataupun video yang ada di blog ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain,
dan Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber lain tersebut.Jika kami salah dalam menentukan sumber yang pertama,
mohon beritahu kami
e-mail primbondonit@gmail.com HOTLINE atau SMS 0271 9530328

GAMBAR-GAMBAR dibawah ini BUKAN HANYA IKLAN tapi merupakan LINK SUMBER




Bagi sebagian masyarakat yang mengklaim diri sebagai masyarakat peradaban modern,westernism bahkan sebagian yang mengesankan perilaku agamis yakni hanya bermain-main sebatas pada simbol-simbol agama saja tanpa mengerti hakekatnya,dan kesadarannya masih sangat terkotak oleh dogma agama-agama tertentu.Manakala mendengar istilah mistik,akan timbul konotasi negatif.Walau bermakna sama,namun perbedaan bahasa dan istilah yang digunakan,terkadang membuat orang dengan mudah terjerumus ke dalam pola pikir yang sempit dan hipokrit.Itulah piciknya manusia yang tanpa sadar masih dipelihara hingga akhir hayat.Selama puluhan tahun,kata-kata mistik mengalami intimidasi dari berbagai kalangan terutama kaum modernism,westernisme dan agamisme.Mistik dikonotasikan sebagai pemahaman yang sempit,irasional,dan primitive.Bahkan kaum mistisisme mendapat pencitraan secara negative dari kalangan kaum modern sebagai paham yang kuno,Pandangan itu salah besar.Tentu saja penilaian itu mengabaikan kaidah ilmiah.Penilaian bersifat tendensius lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri,kepentingan rezim,dan kepentingan egoisme(keakuan).Penilaian juga rentan terkonaminasi oleh pola-pola pikir primordialisme dan fanatisme golongan,diikuti oleh pihak-pihak tertentu hanya berdasarkan sikap ikut-ikutan,dengan tanpa mau memahami arti dan makna istilah yang sesungguhnya.Apalagi dalam roda perputaran zaman sekarang,di mana orang salah akan berlagak selalu benar.Orang bodoh menuduh orang lain yang bodoh.Emas dianggap Loyang.Besi dikira emas.Yang asli dianggap palsu,yang palsu dibilang asli.Semua serba salah kaprah,dan hidup penuh dengan kepalsuan-kepalsuan.Untuk itulah Warisjati merangkum beragam artikel dari beberapa sumber tentang pengetahuan Budaya dan tradisi di Nusantara yang merupakan warisan para leluhur yang sarat akan makna dan berbagai artikel lainnya yang saling melengkapi.Dengan harapan membangun sikap arif dan bijaksana dan mengambil pelajaran serta pengetahuan dari budaya masa lalu sebagai warisan leluhur di Nusantara ini.

ORANG YANG DENGAN MUDAHNYA MENGATAKAN SESAT KEPADA SESEORANG
ADALAH ORANG YANG TIDAK atau BELUM PAHAM AKAN DIRINYA SENDIRI



Selasa, 21 Januari 2014

Kitab Bujangga Manik Naskah - Bujangga Manik: Prabu Jaya Pakuan *)



Kitab Bujangga Manik Naskah - Bujangga Manik: Prabu Jaya Pakuan *)

Kitab Bujangga Manik
Naskah - Bujangga Manik: Prabu Jaya Pakuan *)

Saur sang mahapandita : "Kumaha girita ini? Mana sinarieun teuing teka ceudeum ceukreum teuing? Mo ha(n)teu nu kabé(ng)kéngan."
(Orang bijak berkata:“Keributan apa ini? Kenapa sangat tidak terduga kegelapan dan kehilangan ini? Tidak diragukan lagi banyak orang yang sedih.”)

Saur sang mahapandita: "Di mana éta geusanna? Eu(n)deur nu ceurik sadalem, séok nu ceurik sajero, midangdam sakadatuan."
(Orang bijak berkata: “Di mana terjadinya peristiwa ini? Seluruh istana menangis, seluruh pengadilan meraung dengan keras, seluruh keraton meratap.”)

Mo lain di Pakanycilan, tohaan eukeur nu ma(ng)kat, P(e)rebu Jaya Pakuan. Saurna karah sakini: "A(m)buing tatanghi ti(ng)gal, tarik-tarik dibuhaya, pawekas pajeueung beungeut, kita a(m)bu deung awaking, héngan sapoé ayeuna. Aing dék leu(m)pang ka wétan.”
(Tidak diragukan peristiwa itu terjadi di Pakancilan, seorang pangeran akan pergi, Pangeran Jaya Pakuan. Lalu ia berkata: “Bunda, tetaplah terjaga ketika berada di belakang, walau Bunda menarikku sekuat buaya, pertemuan ini akan menjadi saat terakhir kita bertatap muka, kau, Bunda, dan diriku, masih ada satu hari lagi, hari ini. Aku akan pergi ke Timur.”)

Saa(ng)geus nyaur sakitu, i(n)dit birit su(n)dah diri, lugay sila su(n)dah leu(m)pang. Sadiri ti salu panti, saturun ti tungtung surung,
(Setelah berkata demikian ia berdiri dan berangkat, meregangkan kakinya dan berjalan. Setelah ia meninggalkan pintu masuk aula, dan dari mimbar yang paling ujung.)

Ulang panapak ka lemah, kalangkang ngabiantara, reujeung deung dayeuhanana, Mukakeun panto kowari. /Ir/
(Ia menapakkan kakinya di tanah, bayangan dirinya muncul di luar, bersama dengan dirinya, dan ia membuka pintu gerbang.)

Sau(n)dur aing ti U(m)bul, sadiri ti Pakanycilan, sadatang ka Wi(n)du Cinta, cu(n)duk aing ka Mangu(n)tur, ngalalar ka Panycawara, ngahusir ka Leubuh Ageung, na leu(m)pang saceu(n)dung kaen.
(Setelah melewati Umbul, setelah pergi dari Pakancilan, dan setelah sampai di Windu Cinta, aku tiba di halaman paling luar, melewati Pancawara, untuk terus pergi ke alun-alun besar, berjalan dengan mengenakan sehelai pakaian sebagai hiasan kepala.)

Séok na janma nu carek: Tohaan na dék ka mana? Mana sinarieun teuing teka leu(m)pang sosorangan?'
(Banyak rakyat yang berkata: “Ke manakah engkau akan pergi, Tuan? Kenapa engkau tiba-tiba bepergian sendiri.”)

Ditanya ha(n)teu dek nyaur. Nepi ka Pakeun Caringin, ku ngaing teka kaliwat.
(Walau mereka bertanya, aku tidak ingin berkata apa-apa. Pergi ke Pakeun Caringin, aku melewatinya dengan segera.)

Ngalalar ka Na(ng?)ka Anak, datang ka Tajur Mandiri.
(Aku pergi melewati Nangka Anak, dan datang ke Tajur Mandiri.)

Sacu(n)duk ka Suka Beureus, datang ka Tajur Nyanghalang, nyanglandeuh aing di Engkih, [ms. da] meu(n)tasing di Ci-Haliwung.
(Setelah aku tiba di Suka Beureus, aku pergi ke Tajur Nyanghalang, turun menuju Engkih, dan menyeberangi Sungai Cihaliwung.)

Sana(ny)jak aing ka Ba(ng)gis, ku ngaing geus kaleu(m)pangan, nepi ka Talaga Hening, ngahusir aing ka Peusing. Na leu(m)pang megat morentang, meu(n)tas aing di Ci-Li(ng)ga
(Setelah naik menuju ke Banggis, aku melewatinya, dan sampai di Telaga Hening, aku meneruskan perjalanan ke Peusing. Berjalan lurus ke depan, Aku menyeberangi Sungai Cilingga)

Sane(pi) ka Putih Birit, panyjang ta(ny)jakan ditedak, ku ngaing dipeding-peding.
(Setelah tiba di Putih Birit, aku harus melakukan sebuah pendakian yang panjang, yang aku lakukan sedikit demi sedikit.)

Sadatang aing ka Punycak, deuuk di na mu(ng)kal datar, teher ngahididan a/wak. / 1v / Teher sia ne(ny)jo gunung: itu ta na bukit Ageung, hulu wano na Pakuan.
(Setelah tiba di Puncak, aku duduk di atas sebuah batu pipih, dan mengipasi diriku sendiri. Di sana ia melihat pegunungan: Terdapat Bukit Ageung, tempat tertinggi dalam kekuasaan Pakuan.)

Sadiri aing ti inya, datang ka alas Eronan. Nepi aing ka Cinangsi, meu(n)tas aing di Ci-Tarum.
(Setelah pergi dari sana, aku pergi ke daerah Eronan. Aku sampai di Cinangsi, menyeberangi Sungai Citarum.)

Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, meu(n)tas di Ci-Punagara, lurah Medang Kahiangan, ngalalar ka Tompo Omas, meu(n)tas aing di Ci-Manuk, ngalalar ka Pada Beunghar, meu(n)tas di Cijeruk-manis, ngalalar aing ka Conam, katukang bukit C(e)remay.
(Setelah berjalan melewati daerah ini, aku menyeberangi Sungai Cipunagara, bagian dari daerah Medang Kahiangan, berjalan melewati Gunung Tampomas, menyeberangi Sungai Cimanuk, berjalan melewati Pada Beunghar, menyeberangi Sungai Cijeruk Manis, aku berjalan melewati Conam, meninggalkan Gunung Ceremay.)

Sacu(n)duk ka Luhur Agung, meu(n)tasing di Ci-Sanggarung.
(Setelah aku tiba di Luhur Agung, menyeberangi Sungai Cisanggarung.)

Sadatang ka tungtung Su(n)da, meu(n)tasing di Ci-Pamali, datang ka alas Jawa.
(Setelah mencapai ujung dari Sunda, menyeberangi Sungai Cipamali, tibalah di daerah Jawa.)

Ku ngaing geus kaideran, lurah-lerih Majapahit, palataran alas Demak.
(Aku berkelana melewati wilayah-wilayah berbeda di Majapahit, dan daerah dataran Demak.)

Sanepi ka Jati Sari, datang aing ka Pamalang. Di inya aing teu heubeul. Katineung na tuang a(m)bu, lawas teuing diti(ng)galkeun. Tosta geura pulang deui. Mumul nyorang urut aing. /2 r/
(Setiba di Jati Sari, aku datang ke Pamalang. Di sana aku tidak singgah terlalu lama. Aku merindukan ibuku, yang telah ditinggalkan terlalu lama. Aku harus segera pulang. Tak ingin melalui jalan yang telah kulewati.)

Itu parahu Malaka. Turun aing ti Pamalang, [ms. -ran] tulunying nu(m)pang balayar.
(Itu kapal dari Malaka. Turun aku di Pamalang lalu menumpang berlayar.)

Bijil aing ti muhara, masang wedil tujuh kali, ing na goong brang na ngangsa, seah na ge(n)dang sarunay, seok nu kawih tarahan, nu kawih a(m)bah-a(m)bahan: "Ba(n)tar kali buar pelang." "Surung-sarang suar gading." "Manyura ditedas u(ny)cal."
(Tiba aku di muara, senapan ditembakkan tujuh kali, gong ditabuh, simbal dibunyikan, genderang dan gendang dimainkan, suara yang keras datang dari gubuk-gubuk, bernyanyi dengan teriakan keras: “Muara sungai, pohon pelang.” “Alas lantai dari suar gading.” “Seekor merak terluka parah oleh seekor rusa.”)

Mibabahan awi go(m)bong, mitihang awi nyowana, kamudi kamudi Keling, apus dangdan hoe muka, paselang deung hoe omas, pabaur hoe walatung. Tihang layar kayu laka, hurung beunangna ngahi(ng)gul, siang beunang ngaj(e)rinang.
(Kapal itu memiliki dek dari bambu gombong, dan pilar kapal dari bambu nyowana, kemudi kapal itu jenis kemudi India, kapal itu direkatkan dengan tali dari rotan muka, dipadukan dengan rotan omas, dan dicampur rotan walatung. Pilar utama kapal terbuat dari kayu laka, terang gemerlap, diwarnai merah (?), dengan hebatnya, diwarnai merah tua.)

Beuteu bogoh ku sakitu, bogoh ku nu mawa inya: Nu badayung urang Ta(ny)jung, nu ni(m)ba urang Kalapa, nu babose urang Angké, bosé rampas bose layang, deungeun bose susu landung.
(Setelah aku mengagumi semua itu, mengagumi awak kapal: Para pendayung adalah orang-orang Tanjung, para penimba adalah orang-orang Kalapa, para pendayung adalah orang-orang dari Angke, menggunakan dua dayung dan dayung ngambang, juga menggunakan dayung susu.)

Balayar satengah bulan, ba/nyat aing di Kalapa. / 2v /
(Berlayar setengah bulan, kami berlabuh di Kalapa.)

Ngaraning Ameng Layaran. U(n)dur aing ti parahu.
(Namaku Ameng Layaran. Aku meninggalkan kapal.)

Sadatang ka Pabeyan, ku ngaing geus kaleu(m)pangan, ngalalar ka Ma(n)di Rameyan, datang ka A(n)col Tamiang, ngalalar aing ka Samprok.
(Sesampai di Pabeyan, aku berjalan melewatinya, berjalan melalui Mandi Rameyan, sampai di Ancol Tamiang, dan melewati Samprok.)

Sacu(n)duk ka leuweung langon, meu(n)tas aing di Ci-Panas, ngalalar ka Suka Kandang.
(Setiba di hutan yang luas, aku menyeberangi Sungai Cipanas, berjalan melewati Suka Kandang.)

Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, meu(n)tas aing di Ci-Kenycal.
(Telah terlewati olehku Suka Kandang, aku menyeberangi Sungai Cikencal.)

Sacu(n)duk aing ka Luwuk, meu(n)tas aing di Ci-Luwer.
(Sesampai di Luwuk, aku menyeberangi Sungai Ciluwer.)

Sacu(n)duk ka Peuteuy Kuru, ngalalar ka Ka(n)dang Serang.
(Sesampai di Peteuy Kuru, aku berjalan lewat Kandang Serang.)

Sacu(n)duk aing ka Batur, ku ngaing geus kaleu(m)pangan, meu(n)tasing di Ci-Haliwung.
(Setelah mencapai Batur, yang telah kulewati, aku menyeberangi Sungai Ciliwung.)

Sacu(n)duk ka Pakeun Tubuy, ngalalar ka Pakeun Tayeum.
(Sesampai di Pakeun Tubuy, aku melewati Pakeun Tayeum.)

Sacu(n)duk aing ka Pakeun Teuluk, sadatang ka Pakanycilan, mukakeun panto kowari, ngahusir ka lamin ading, lamin ading panycatulis, bale renceng /pangrekaan. /3r/ Pamikul beunang ngahi(ng)gul, pangheret beunang miseret, li(ny)car beunang ngaj(e)rinang, suhunan beunang marada, saler galar beutung tuha, dijeujeutan kawat Jawa.
(Setelah sampai di Pakeun Teuluk, setiba di Pakancilan, aku membuka pintu gerbang, dan pergi menuju rumah tamu, rumah tamu yang dihias dengan baik. Paviliun yang dihiasi dengan indah, balok lintang diikat dengan baik, dengan bagian skirting-boards diwarnai merah tua, pilar perabungan yang disepuh, lantai dan pilar-pilar yang terbuat dari beutung tua, diikat bersama dengan ikatan ala Jawa.)

U(n)ggah tohaan ka manggung, pa(ng)guh lu(ng)guh di palangka./0
(Sang pangeran naik ke atas, dengan penuh khidmat duduk di atas dipan.)

A(m)buing kaso(n)dong ngeuyeuk, buat nu di tepas bumi, eukeur ngeuyeuk eukeur meubeur, eukeur nyulage mihane, neuleum nuar nyangkuduan, ngaranycet ka(n)teh pamulu, ngela sepan ngangeun hayam.
(Ibundaku sedang menenun di beranda rumahnya, sangat khusyuk menenun tenunan, Sedang menyulam, memperindah menggosok benang wol yang mengkilap, merebus sappan dan memasak ayam.)

Nyoreang ka lamin ading, ngadeuleu sali(ng)ger beuheung, katuluyan deuleu teuteuh.
(Melirik ke arah rumah tamu, dia menengokkan kepalanya dan melihat, lalu menatap dengan saksama.)

Saur a(m)buing anaking: “Itu ta eugeun si utun! Ayeuna cu(n)duk ti timur, ayeuna datang ti wetan, datangna ti Rabut Palah. Anaking deudeuukanan! Anaking papalayanan! Aing dék nyiar seupaheun."
(Ibuku lalu berkata: “Tuh, itu anakku! Sekarang telah kembali dari timur, kembali dari timur jauh, telah kembali dari Rabut Palah. Anakku, kemari, duduklah di sini! Anakku, kemari, beristirahatlah! Aku akan mengambil sugi buah pinang.”)

Na heuyeuk tuluy ditu(n)da, diparac apus /dada(m)par, /3v/ loglog caor ti na to(ng)gong, diri hapit tina pingping, kedalan diri ti da(m)pal. Neut na(ny)jeur ngajuga hangsa.
(Tenunan lalu diletakkan, tali dilepaskan, beban dilepaskan dari punggungnya, diri diapit pada paha, alas kaki dari tapak kaki. Lalu dia berdiri seperti angsa.)

Saasup sia ka bumi, nyi(ng)kabkeun kasang carita. Eu(n)deur na rarawis kasang, kumare(ny)cang kumare(ny)cong, ni(ng)gang ka na papan ja(n)ten.
(Setelah memasuki rumah, dia menutup kembali tirai. Rumbai dari tirai terdengar berderik dan gemerincing, ketika mereka bergerak turun dari atas papan jati.)

Bogoh ku na ngaran kasang, kasang tujuh kali nyi(ng)kab, kasang seni tambi lu(ng)sir, kasang pahang ta(m)bi laka, bedong dita(m)bi baya(m)bon, balang ditambi kacambang.
(Yang menarik adalah beberapa jenis tirai, tirai-tirai dilipat tujuh kali, tirai yang cantik dengan pinggiran yang terbuat dari sutra, tirai pahang dengan pinggiran merah, bedong dengan pinggiran dari kain bayambon, baling dengan pinggiran yang terbuat dari kain kacambang.)

Sau(ng)gah ka manggung ra(ny)jang, gapay ka karas larangan, dicokot na pasileman, [pasiboteng] digapay seureuh tangkayan, pinang ta cangcian keneh, pinang tiwi pinang ading, keur meujeuh pateumu angen.
(Naik ke atas tempat tidurnya, dia mencari-cari di dalam peti miliknya, diambil baki tempat pinang, diambil setangkai buah pinang, di naba biji-bijinya menempel di rantingnya, pinang tiwi dan pinang gading, sesuai dengan apa yang dia suka.)

Tuluy ngaha(n)cang seupaheun, dituruban saratangan, beunang ngaharemas,
(Lalu dia menyiapkan sugi untuk pinang, diolesinya dengan doth upacara, doth yang disepuh.)

A(ng)geu/s ngaha(n)cang seupaheun, /4r/dicokot pameres jati.
(Ketika sudah menyiapkan sugi untuk pinang, dia mengambil sisir kayu jatinya.)

A(ng)geus nu meresan ra(m)but, digapay na embal ageung, dicokot kupa saranggeuy, dieu(n)teupkan (ka na ceuli?).
(Setelah menyisir rambutnya, diambil tas besar miliknya, lalu diambil setangkai kupa, diletakkannya di sela telinga (?).)

Tuluy eu(ny?)ceum kana peu(n)teu, tuluy sari kana pipi.
(Kemudian dia berdandan, lalu membedaki pipinya.)

Ti(m)buru nu kahiasan, sajingjing boeh cali(ng)cing, saka(n)dar boeh harega.
(Begitu indahnya dia menimbulkan kecemburuan, mengenakan kain calingcing, pada bagian bawah mengenakan kain mahal.)

Saturun ti manggung ranyjang, garudag di tengah imah, garedog di balik panto, kareket ni(ny)cak taraje, ulang panapak ka lemah, kalangkang ngabiantara, reujeung deung dayeuhanana.
(Seturun dari kamar tidurnya, dia bergegas menuju ruang tengah, dan menuju balik pintu, melangkah di atas tangga, kemudian menapakkan kakinya di tanah, bayangannya muncul di luar, bersamaan dengan dirinya.)

Seah na lemah katinycak, eu(n)deur na Ratu Banycana ngeunakeun tuang kalangkang.
(Dia menapak tanah dengan gemuruh, bergoyang ketika Putri Bancana melangkah di atas bayangannya.)

Cab ruy tapih meubeut keuneung, ngeureut kana bitis koneng, ngahusir ka lamin ading.
(Sep, sap, rok menyentuh tumitnya, membelah ke dalam paha coklat keemasannya, ketika dia berjalan menuju rumah tamu.)

U(ng)gah tohaan ka manggung, deuuk teoheun palangka, na seupaheun dia(ng)seukeun. /4v/
(Sang putri turun, duduk di atas tandu, dan menawarkan sugi pinang.)

Saur a(m)buing sakini: "Anaking, nu mucang onam!"
(Ibuku berbicara demikian: “Anakku, silakan ambil sugi itu!”)

Saurna Ameng Layaran: "A(m)bu aing sadu mucang."
(Ameng Layaran berkata: “Ibunda, izinkan aku mengunyah.”)

I(ng)keun mangka o(ng)koh mucang. Carekeun si Jo(m)pong Larang.
(Kita tinggalkan mereka mengunyah pinang. Marilah kita berbicara tentang Jompong Larang.)

Saturun ti kadatuan, ngalalar caroge ageung, nyangla(n)deuh ka Panycawara, mukakeun pa(n)to kowari, ngalalar ka Pakeun Dora.
(Sepergi turun dari istana, melewati ruangan umum, turun ke arah Pancawara, lalu membuka gerbang, dan berjalan melalui Pakeun Dora.)

Leu(m)pang aing nyangwetankeun, meu(n)tas di Cipanangkilan. Sacu(n)duk ka Pakeun Teluk, sadatang ka Pakanycilan, mukakeun panto kowari.
(Berjalan aku ke arah Barat, menyeberangi Sungai Cipanangkilan. Setelah sampai di Pakeun Teluk, tiba di Pakancilan, membuka pintu gerbang.)

Dingaranan si Jo(m)pong Larang, nyoreang ka lamin ading. Carekna si Jo(m)pong Larang: "Duh, ameng [ta] ti mana eta?"
(Yang bernama Jompong Larang, melirik ke arah rumah tamu. Jompong Larang berkata: “Oh, di mana pertapa yang ada di sini?")

Ameng ta datang ti wetan, sakaen poleng puranteng, sasali(m)but sulam Baluk, sasa(m)pay sut(e)ra Cina, sapeucut hoe walatung, dige(m)peng-ge(m)peng ku omas, jojo(m)pongna made / to(ng)gong./5r/
(Pertapa itu datang dari timur, mengenakan pakaian bercorak puranteng, ikatan dengan sulaman Baluk, sehelai selendang sutra Cina, memiliki cambuk dari rotan walatung, dihias dengan garis-garis keemasan, berkas rambutnya seperti jengger ayam.)

Teher lu(ng)guh di pala(ng)ka, sila tumpang deung sideuha, ngagigirkeun karas tulis, teher nyeupah lumageday.
(Duduk di atas dipan, satu kaki diangkat dan bersandar pada satu tangan, pati yang dilukis ada di sebelahnya, dan mengunyah pinang dengan tenang.)

Dingaran si (Jom)pong Larang, na bogoh hamo kapalang, diilikan dibudian, dideuleu diteuteuh-teuteuh, ti manggung dikaha(n)dapkeun, ti ha(n)dap dikamanggungkeun. Bogoh kanu pangawakan:
(Dia yang dipanggil Jompong Larang, benar-benar terlihat tergoda, dia memerhatikannya dan menelitinya, dia memerhatikannya dengan seksama, dari kepala sampai kaki, benar-benar tergoda oleh bentuk tubuhnya:)

Giling bitis pa(n)cuh geulang, tareros na tuang ramo,para(n)jang na tuang ta(ng)gay, be(n)tik halis sikar dahi, suruy hu(n)tu be(n)tik tungtung, sumaray dadu ku seupah.
(Pahanya padat, pergelangan tangannya molek, jari tangannya runcing, kukunya panjang, alisnya melengkung, pelipisnya menyatu, susunan giginya yang indah, bergerak miring (?) dan merah karena mengunyah pinang.)

Dingaran si Jo(m)pong Larang, gupuh sigug ga(m)pang kaeur, leu(m)pang bitan gajar jawa.
(Dia yang dipanggil Jompong Larang, sangat gugup, ceroboh, mudah terganggu, dan berjalan seperti gajah Jawa.)

Sadatang ka kadatuan, tohaan kaso(n)dong ngeu(y)euk, eukeur ngeuyeuk eukeur meubeur, eukeur nyulage mihane, neuleum nuar nyangkuduan, ngaracet ka(n)teh pamulu.
(Setiba di istana, [dia melihat] sang Putri sedang menenun, sedang menenun, mencelup ikat, In…(?) dan warping, mencelup warna biru, kuning, dan merah, menggosok benang wol yang mengkilat.)

Tohaan / na Ajung Larang   / 5v / Sakean Kilat Bancana, ngaleke ebreh na cangkeng, cugenang tuang pinareup.
(Putri Ajung Larang Sakean Kilat Bancana, mengenakan pakaian dengan cerobohnya, pinggangnya terlihat, dadanya menonjol ke depan.)

Teherna lu(ng)guh di kasur, ngagigirkeun ebun Cina, ebun cina diparada, pamuat ti alas peu(n)tas.
(Demikian dia duduk di atas matras, peti buatan Cina di sebelahnya, peti Cina yang mengkilap, berasal dari seberang lautan.)

Tohaan Ajung Larang nyoreang ti jokjok panon, ngadeuleu sali(ng)ger beuheung, katuluyan deuleu teuteuh.
(Putri Ajung Arang melirik dari sudut matanya, menengokkan kepala dan melihat, lalu menatap dengan seksama.)

"Itu ta eugeun si Jo(m)pong! Na naha eta bejana? Mana geura-geura teuing? "Dingaran si Jo(m)pong Larang, cat-cat gek deuuk di lemah.
(“Lihat! Itu dia Jompong! Seperti apakah pesan darinya? Kenapa dia terburu-buru?” Dia yang bernama Jompong Larang menaiki tangga dan duduk di atas lantai.)

Saur taan Ajung Larang: "Jo(m)pong naha beja sia? Mana sinarieun teuing?"
(Putri Ajung Larang berkata:“Jompong, apa yang ingin kau sampaikan? Kenapa tiba-tiba?”)

Dingaran si Jo(m)pong Larang, umun sadekung ka manggung, beres ngaburang ku ramo.
(Dia yang bernama Jompong Larang memberikan penghormatan, duduk dalam keadaan emok (?), dengan sopan menunjukkan jari-jemarinya ke atas.)

Carekna si Jorong Lo(m)pong: "Taan urang Ajung Larang Sakean Kilat Bancana, ra(m)pes teuing jeueung aing: Latara teuing nu kasep. /6r/ Inya kasep inya pelag, keur meujeuh pasieupan deung taan urang Ajung Larang."
(Jompong Larang berkata: Putri kami, Putri Ajung Larang Sakean Kilat Bancana, sangatlah indah apa yang ku lihat: Seseorang laki-laki sangat tampan. Tampan, adil, sangat cocok dengan Putri Ajung Larang!”)

Saur taan Ajung Larang: "Jo(m)pong saha ngaranna?"
(Putri Ajung Larang berkata: “Jompong, siapa namanya?)”

Sanembal si Jo(m)pong Larang: "Samapun ngaranna Ameng Layaran. Latara teuing na kasep, kasep manan Banyak Catra, leuwih manan Silih Wangi, liwat ti tuang ponakan. Ageungna se(ng)serang panon, [keur meujeuh] pauc-pauceun di a(n)jung, timang-timangeun di ranjang, tepok-tepokeun di kobong, edek-edekeun di rengkeng. Teher bisa carek Jawa, w(e)ruh di na eusi tangtu, lapat di tata pustaka, w(e)ruh di darma pitutur, bisa di sanghiang darma." /0/
(Jompong Larang menjawab: “Mohon maaf, Putri, nama laki-laki itu Ameng Layaran, seorang laki-laki yang sangat tampan, lebih tampan dari Banyak Catra, lebih tampan dari Silih Wangi, bahkan lebih tampan dari keponakan Putri. Ia tinggi dan sangat diidam-idamkan, laki-laki untuk dipeluk dan dibelai di beranda, untuk ditimang-timang di ranjang, ditimbang oleh peraturan, untuk dirangkul di ruang tidur. Selain itu ia bisa bahasa Jawa, mengetahui isi dari kitab-kitab, mengenal susunan buku-buku, mengetahui hukum dan nasihat-nasihat, mengenal sanghyang darma.”)

Saa(ng)geus kapupulihan taan urang Ajung Larang Sakean Kilat Bancana tuluy minger tuang hi/dep. /6v
(Ketika mendengar berita ini, Putri kami Ajung Larang Sakean Kilat Bancana membayangkannya dalam pikiran.)

Na rasa kalejon bogoh,na rasa karejay hayang. Na heuyeuk tuluy ditu(n)da, diparac apus dada(m)par, loglog caor ti na to(ng)gong, diri hapit ti na pingping, kedalan diri ti da(m)pal
(Dia merasa terbakar karena cinta, merasa dikendalikan nafsu. tenunan diletakkan, melepas tali ikatan, beban berat yang musti dipikul, diri diapit di paha, gerak diri di telapak kaki.)

Neut na(n)jeur ngajuga hangsa. Saasup sia ka bumi, nyi(ng)kabkeun kasang carita
(Lalu dia bangkit bagaikan angsa. Setelah memasuki rumah, dia menyingkap tirai.)

Eu(n)deur na rarawis kasang, kumare(n)cang kumare(n)cong, m(ng)gang ka na papan ja(n)ten.
(Rumbai tirai terdengar, berderik dan gemerincing, ketika mereka bergerak turun di atas papan jati [?].)

Bogoh ku na ngaran kasang, kasang tujuh kali nyi(ng)kab, kasang seni ta(m)bi lungsir, kasang pahang ta(m)bi laka, bedong dita(m)bi baya(m)bon, balang dita(m)bi kaca(m)bang.
(Yang menarik adalah beberapa jenis tirai, tirai-tirai dilipat tujuh kali, tirai yang cantik dengan pinggiran yang terbuat dari sutra, tirai pahang dengan pinggiran merah, bedong dengan pinggiran dari kain bayambon, balang dengan pinggiran yang terbuat dari kain kacambang.)

Sau(ng)gah ka manggung ra(n)jang, gapay na karas larangan, dicokot na pasileman [pasileman pasiboteng], digapay seureuh heuseunan.
(Naik ke atas tempat tidurnya, dia mencari-cari di dalam peti miliknya, diambil baki untuk buah pinang, diambil beberapa biji pinang.)

Tohaan tuluy nu ne(k)tek, nu ne(k)tek / meunang salawe, /7r/ nu mauc meunang sapuluh, [ms. muuc] ngaga(n)tul meunang dalapan.
(Sang Putri kemudian melipat beberapa lembar daun pinang, membungkus pinang dia dapat 25 buah, menumbuk pinang dia dapat 10 buah, mempersiapkan pinang dia dapat 8 buah.)

Ditalian ra(m)bu tapih, diletengan leteng karang, leteng karang ti Karawang, leteng susuh ti Malayu, pamuat aki puhawang.
(Dibungkus pinang itu dengan fringe threads of frocks, digosoknya dengan kapur, kapur dari Karawang, kapur cangkang kerang dari Malayu, didatangkan oleh nahkoda.)

Dipinangan pinang tiwi, pinang tiwi ngubu caipinang ading asri kuning, keur meujeuh pateumu angen.
(Ditambahkan biji pinang tiwi, pinang tiwi yang rebus, pinang gading, mengkilat kuning, sesuai dengan selera orang-orang.)

Dipasi nu kalakatri, pasi leupas jadi dua, pasi gantung jadi teulu, pasi remek jadi genep.
(Dibelah biji pinang dengan gunting, dibelah menjadi dua bagian, dipotongnya lagi menjadi tiga bagian, lalu jadi enam bagian.)

Dihanceng di pasileman, ra(m)pes na beunang ngahanceng, dituruban saratangan.
(Disusun mereka di atas baki pinang, disusun hati-hati, ditutupi kain khusus upacara.)

(n)ten leuwih ti sakitu: didulur ku pupur kapur, candana ruum sacupu, bunga resa di na juha, dedes deungeun majakane, jaksi deungeun kamisadi, jaksi pa(n)dan deung kamenyan, dua buah ca(ng)ci lenga, diteunyuh ku aer mawar, narawastu agur-agur, bubura peu(n)tas sa/gala.
(Ada benda-banda lain: Ditambah bedak dari batu kapur, guci penuh wewangian kayu cendana, bunga yang masih baru di jambangan, zat kelenjar rusa jantan dan majakani, jaksi dan kamisadi, jaksi pandan dan kemenyan, dua cabang wijen, diperciki dengan air mawar, narawastu agur-agur, semuanya dari seberang lautan.)

Aya liwat ti sakitu: digapay na ebal ageung, dicokot na boeh limur, dicokot na sabuk wayang, keris malela sapucuk, awaya sareana(na?), pahi deungeun buah reu(m)beuy.
(Ada pula benda-benda lainnya: Dicari tas besar miliknya, diambilnya pakaian lemur, ikat pinggang dengan gambar wayang, sebilah keris malela, semua benda itu menakjubkan [?],bersama-sama buah reumbeuy.)

Saur taan Ajung Larang: "Jo(m)pong sia pulang deui, ini bawa pa(ngi)riming, bawa ma ka tuang a(m)bu. Ci(ng) kurang na picarekeun: "Seupaheun pananya tineung, ti na Taan Ajung Larang Sakean Kilat Bancana. Lamun puguh katanggapan, tohaan majar ka luar, majar nu datang ku manten."
(Putri Ajung Larang berkata: “Jompong kembalilah, ambil benda-benda ini [sebagai hadiah dariku], bawa benda-benda ini pada ibu. Tolong beri tahu atas namaku: “[ini adalah] sugi untuk mengingatkan akan diriku, dari Putri Ajung Larang Sakean Kilat Bancana. Bila mereka benar-benar menerima, Sang Putri berkata bahwa, dia sendiri yang akan datang.”)

Dingaran si Jompong Larang, saa(ng)geus katalatahan, saleu(m)pang ti kadatuan, leu(m)pangna sasuhun ebun, teher nanggeuy pasileman, tehema saais boeh.
(Dia yang bernama Jompo Larang, setelah menerima perintah itu, meninggalkan istana, berjalan dengan peti di atas kepalanya ,membawa baki berisi pinang di tangannya, memegang pakaian di tangannya yang lain.)

Ngalalar caroge ageung, nyanglandeuh ka Pancawara, mu/kakeun pa(n)to kowari, /8r/ ngalalar ka Pakeun Dora, leu(m)pang aing nyangwetankeun, meu(n)tas di Cipakancilan.
(Dia berjalan melewati aula besar, turun ke Pancawara, membuka gerbang, berjalan melewati Pakeun Dora, terus berjalan ke arah timur, menyeberangi Sungai Cipakancilan.)

Sacu(n)duk ka Pakeun Teluk, sadatang ka Pakancilan, mukakeun pa(n)to kowari.
(Ketika tiba di Pakeun Teluk, sampai di Pakancilan, dia membuka gerbang.)

Dingaran si Jo(m)pong Larang, ngahusir ka tepas bumi.
(Wanita yang bernama Jompo Larang, pergi menuju beranda rumah.)

Tohaan kaso(n)dong lu(ng)guh [di kasur]. Nyoreang sali(ng)ger beuheung, katuluyan deuleu teuteuh.
(Dia melihat Putri yang sedang duduk (di atas matras), melirik, menengok, lalu menatap dengan sungguh-sungguh.)

Sauma na tuang (am)bu: "Itu ta eugeun si Jo(m)pong! Na naha eta bejana? Ruana sasuhun ebun, teher na(ng)geuy pasileman."
(Sang ibu mulia berkata: “Lihat! Itu Jompong! Pesan apa yang dia bawa? Tampak membawa peti di atas kepalanya, memegang baki pinang di tangannya.”)

Saur Tohaan sakini: "Jo(m)pong ra(m)pes deuukanan, geura nu u(ng)gah ka manggung!"
(Sang Putri berkata: “Jompong, marilah duduk, cepatlah naik ke atas!”)

Sau(ng)gah si Jo(m)pong Larang, na seupaheun diangseukeun.
(Ketika Jompong telah naik, dia mempersembahkan sugi pinang.)

Saur Tohaan sakini: "Jo(m)pong, naha beja sia, mawakeun aing seupaheun?"
(Sang Putri berkata: “Jompong, pesan apa yang kau akan sampaikan, sambil membawa sugi pinang?”)

Sane(m)bal si Jompong Larang, beres ngaburang ku ramo/umun / teher sia nyebut, /8v/ ne(m)balan sakayogyana: "Sangtabe namasiwaya! Pun kami titahan taan [ti kadatuan], taan urang Ajung Larang, Sakean Kilat Bancana, seupaheun pananya tineung. Lamun puguh katanggapan, Tohaan majar ka luar, majar nu datang ku ma(n)ten.”
(Sebagai jawaban, Jompong Larang, dengan sopan menunjukkan jari-jemarinya ke atas, memberikan penghormatan, lalu berkata, menjawab dengan baik: “Hamba mohon ampun! Hormat untuk Shiwa! Hamba diperintahkan oleh Putri (dari istana), Putri kami Ajung Larang Sakean Kilat Bancana, membawa sugi ini untuk mengingat kebaikannya. Bila sugi ini diterima dengan sungguh-sungguh, Sang Putri berkata bahwa dia akan datang, dia sendiri yang akan datang.”)

Sauma (na) tuang a(m)bu: "Keun aing nanya si utun." / / 0 / /
(Sang ibu yang mulia berkata: “Biarlah kutanya anakku.”)

Saur a(m)buing sakini: "Rakaki Bujangga Manik, rakean Ameng Layaran, utun, kita ditanyaan, ditanyaan ku tohaan, ku na taan Ajung Larang Sakean Kilat Bancana. Eta seupaheun di imah, bawa si Jo(m)pong bihini, ti dalem, ti na tohaan.”
(Ibuku berkata: “Bujangga Manik yang mulia, Rakean Ameng Layaran, anakku, dirimu diminta, diminta oleh Putri, oleh Putri Ajung Larang Sakean Kilat Bancana. Sugi pinang di rumah, baru saja dibawa oleh Jompong dari istana, dari Putri.”)

Seupaheun diwela-wela, dihanceng di pasileman, dituruban saratangan, ra(m)pes na beunang ngahaceng./   /9r/
(Sugi pinang dengan cermat dipersiapkan, disusun di atas baki pinang, ditutup dengan kain khusus upacara, disiapkan dengan rapi.)

Naha ngaran(n)a ku ha(n)teu? Ga(n)tal tu(ng)gal ga(n)tal jawa, tektek batri nyare-nyare,
(Benda apakah yang mungkin tidak ada? Sugi tunggal, sugi Jawa, benda-benda yang dilipat [?])

Batri nyela batri nyelu, batri ngagiling di pingping, batri mauc di hareugu, dianggeuskeun di pinareup, ditalian ra(m)bu tapih, panalina boncah laki, pakeun berejakah hayang, tektek siratu manggae, mo mere mo ma kadaek;
(Mereka yang memadamkan, mereka yang menyalakan, mereka yang menggiling di paha, mereka yang memukul di dada, dan menyelesaikan di payudara, diikat oleh kain, yang bermaksud meminang seorang laki-laki muda, disiapkan untuk menggairahkan semangat perjaka; sugi dipersiapkan oleh seorang putri, tidak diberikan bila bukan karena berhasrat;)

Ga(n)tal siratu manglayang, mo mere mo ma kahayang;
(sugi ditawarkan oleh seorang putri, tidak diberikan bila bukan karena ingin;)

Batri ngarakit-palidkeun, [ms.-raket-] batri no(ng)tong-silo(ka?)keun, beunang nyila-batarakeun, tektek kasih pala kasih, jurung-jarang kapur si(n)jang, sekar agung pala bukan
(sugi berbentuk seperti rakit yang mengapung, seperti genderang peringatan, seperti berlutut pada dewa, sugi cinta membangkitkan cinta, kapur barus langka untuk pakaian, bunga yang indah)

Lulu(ng?)kut deung kadal meteng, ratu ga(n)tal di Pakuan, pinang tiwi pinang ading, pinang tiwi ngubu cai, batri nyeungceum di kasturi, kapur Barus di na cupu, bunga resa di najuha, /9v/ dedes deungeun majakane, jaksi deungeun kamisadi, dikukup ratna ko(m)balah, dua buah ca(ng)ci lenga, diteunyuh ku aer mawar, narawastu agur-agur, bubura peu(n)tas sagala.
(dikelilingi kadal bunting, raja dari sugi pinang di Pakuan, pinang tiwi dan pinang gading, pinang tiwi direbus dalam air, dicelupkan pada zat kelenjar rusa jantan, kapur barus dalam guci, bunga resa dalam jambangan, zat kelenjar rusa jantan dan majakani, jaksi dan kamisadi, dilapisi intan dan permata, dua cabang wijen, diperciki air mawar, narawastu dan agur-agur, semuanya wewangian dari seberang lautan.)

Seupaheun bawa si Jo(m)pong, era deungeun pikaeneun, pikaeneun buah reumbeuy, seupaheun pananya tineung, ti dalem ti na tohaan.
(Semua sugi pinang bawaan Jompong, dengan semua jenis pakaian, pakaian-pakaian dan juga semua jenis buah-buahan, sugi untuk diingat, dari istana, dari sang Putri.)

Anaking, haja lancanan, karunya ku na tohaan. Lamun kita majar daek,aya leuwih ti sakitu,pangirim ti na tohaan.
(Anakku, jangan menolak, kasihanilah sang Putri. Bila kau setuju, maka akan ada lebih banyak hadiah [dari benda-benda ini], hadiah-hadiah dari Putri.)

A(n)ten limur pikaeneun, sabuk wayang na pakeeun, keris malela soreneun.
(Ada sutra limur untuk dijadikan pakaian, ikat pinggang bergambar wayang untuk dipakai, keris malela untuk digunakan.)

Lamun kita majar daek, a(n)ten leuwih ti sakitu:
(Bila kau berkata kau setuju, maka akan ada lebih banyak lagi:)

Dikiriman sesebutan, kapur barus ta(m)ba geuruk, batri nyeu(ng)ceum di cipinang, dibalunan ku hasiwung, ngaran(n)a rakit candana.
(Ada hadiah simbolis, kapur barus untuk mengusir perasaan benci, yang dicelupkan dalam air pinang, dibungkus oleh cotton flocks, disebut dengan rakit cendana.)

A/naking, mulah mo sebut, / 10r / karunya ku na tohaan.
(Anakkku, jangan ragu-ragu untuk berbicara, kasihanilah sang Putri.)

Lamun kita majar daek, a(n)ten liwat ti sakitu.
(Bila kamu setuju, maka akan ada banyak hadiah melebihi benda-benda ini.)

Tohaan majar ka luar, majar nu datang ku ma(n)ten.
(Sang Putri berkata bahwa dia akan datang, dia sendiri yang akan datang.)

Baruk carekna tohaan: "Lamuning datang ka luar, aing dek mikeun awaking, dek nya(m)ber bitan na heulang, ngarontok bitan na meong, menta ditanggapan jalir."
(Karena Sang Putri telah berkata: “Bila aku datang, aku akan memberikan diriku, aku akan terjun seperti elang, menerkam seperti harimau, meminta untuk dijadikan kekasih.”)

Anaking, haja lancanan, karunya ku na tohaan.
(Anakku, janganlah menolak, kasihanilah sang Putri.)

"Sugan sia hamo nyaho, tohaan geulis warangan, ra(m)pes rua ra(m)pes tuah, teher geulis u(n)dahagi, hapitan karawalea, buuk ragi hideung teuleum, (ms. cuuk) ceta hamo diajaran. Na geulis bawa ngajadi, na e(n)dah sabot ti pangpang, ha(n)teu papahianana." / 0 /
("Mungkin kau tidak tahu, Sang Putri rupawan berkulit indah bercahaya, tubuh molek dan perilaku baik, selain cantik juga memunyai keahlian, terlindungi dengan baik dan tak dapat dikalahkan, rambut bewarna hitam kebiru-biruan, berilmu tanpa diajarkan, cantik dari sejak lahir, adil sejak dikeluarkan dari kandungan, dia tidak ada tandingannya.”)

Sane(m)bal na berejakah: “Euh a(m)bu, kumenep teuing! Lamun di/turut carekeng, / 10v/ dara barang pati(ng)timkeun, eta na carek larangan. Sugan hamo kaawakan.”
(Laki-laki muda itu berkata: “Oh, ibunda, ini buruk sekali! Bila kata-kataku diikuti, hal ini tidak seharusnya dianggap, kata-kata ini terlarang. Semoga tidak terbawa.")

Leu(m)pang bawa pulang deui, leu(m)pang reujeung deung si Jo(m)pong, ka dalem ka na tohaan.
(Pergi dan bawa pulang sugi tersebut, pergi bersama Jompong, ke istana, pada Sang Putri.)

Seupaheun ta bawa deui, buah reumbeuy bawa deui, piburateun pihiaseun, eta bawa pulang deui.
(Bawa sugi pinang itu kembali, bawa semua jenis buah-buahan itu kembali, wewangian dan perhiasan itu, bawa semua kembali.)

Pikaeneun pisabukeun, kalawan keris malela, leu(m)pang bawa pulang deui.
(Pakaian, ikat pinggang, dan keris malela, pergi dan bawa kembali!)

Eta carek sesebutan, carek cangkrim na tohaan, aing nyebutan ngaran(n)a. Carek di na rakit sakit.
(Semua ungkapan simbolis itu, kata-kata dari teka-teki sang Putri, diriku akan mengatakan maknanya. Kata tersembunyi dalam rakit adalah sakit.)

Carekna di na candana: Tohaan sakit salama.
(Kata-kata tersembunyi di balik kayu cendana: Sang Putri selalu dalam keadaan sakit.)

Carekna di na pinang eta cimata tohaan.
(Kata-kata tersembunyi dalam air pinang: adalah air mata sang Putri.)

Carekna di na hasiwung leuleus awakna tohaan, balas mitineung awaking, sakit mu(ng)ku dilancanan.
(Kata-kata tersembunyi di balik cotton flocks merujuk pada kelemahan dari tubuh sang putri, yang disebabkan keinginannya akan diriku, sebuah penyakit yang tidak akan dapat ditolak.)

Heman ku beunanging bakti, ku talatah nu mitutur, ta/latah mahapandita. /11r/
(Aku mencintai apa yang telah aku dapatkan dari ibadah, kedudukan guruku, kedudukan orang bijak.)

Lamun diturut carekeng, leu(m)pang bawa pulang deui, leu(m)pang reujeung deung si Jo(m)pong, ka dalem ka na tohaan.
(Bila kata-kataku diikuti, pergi dan bawa (semua) kembali, pergilah bersama Jompong, ke istana, pada sang Putri.)

Datang ma kita ka dalem, mulah salah bawa beja, pihalang rerekan aing.
(Ketika kau telah sampai di istana, jangan salah menyampaikan pesanku, sehingga mencegahku menjadi [?])

B(ng)kul-a(ng)kulkeun ku carek, ma(ng)ka cita sa(m)bat wala, samodana ka tohaan. A(m)bu, picarekeun kita:
(Buatlah dia nyaman dengan kata-kata, berdoalah agar hatinya dikuatkan, dengan cara menjadi sahabat sang Putri. Bunda, engkau harus memberitahunya:)

"Aja rang, si utun mumul. ”Palias pista nodea, ha(n)teu acan kapiteuneung, me(n)ding hayang berejakah.
(“Kita tidak boleh melakukannya, anakku menolak.”Biarkan kesendirian menentang keadaan, aku bahkan tidak merasa terdorong, aku memilih untuk tetap sendiri.)

Deung deui, kakara cu(n)duk ti gunung, kakara datang ti wetan, cu(n)duk ti Gunung Damalung, datangna ti Pam(e)rihan, datang ti lurah pajaran, asak beunang ng[w]ajar warah, asak beunang maca siksa, pageuh beunang maleh pateh, tuhu beunang nu mitutur, asak beunang pangguruan.
(Lagi pula, aku baru saja datang dari pegunungan, baru saja tiba dari timur, datang dari Gunung Damalung, tiba dari Gunung Pamrihan, dari wilayah pembelajaran agama, secara menyeluruh diajari, secara menyeluruh memahami hukum, dengan kuat diilhami oleh aturan-aturan, setia pada apa yang sudah dijelaskan, setelah menerima seluruh perintah.)

Ma(ng)kaing diri deung jugi, [ms. mangkuing] mana leu(m)pang deung tet6ga, nurut deungeun dewaguru, pa(n)dita, deung nu pu/rusa. /11v/
(Itulah mengapa aku pergi bersama para pertapa, itulah mengapa diriku berjalan dengan orang-orang suci, mengikuti para kepala biara, guru-guru, dan orang-orang bijaksana)

Wageuyeng ameng sagala. / 0 / Paeh aing hamo mangku(k) aing di na dayeuh ini, ja kitu tuah a(m)buing.
(Seluruh teman perjalananku adalah pendeta. Kematian tidak akan menemukanku di kota ini, tentu saja hal ini adalah doa ibuku.)

A(m)buing salah ngarambut, ka pamunuhan (......), magahan jalan ka sema, ngaliarkeun taleus gateul, dek di urang cacab tapa, ma(ng)mongbongkeun mangutaskeun, jalan ka na kapapaan.
(Ibuku menunjukkanku jalan yang salah, ke tempat kematian, memberitahuku jalan menuju kuburan, menyebarkan talas gatal, untuk orang-orang yang bertapa, dengan membuka dan memudahkan jalan menuju penderitaan.)

A(m)bu, soreang beungeuting, ku naha nya mana kitu?
(Bunda, lihatlah aku, kenapa harus begini?)

Mo nili(k) na huis putih, mo nyasar na awak tuha. Salah pangajar ka boncah. Ha(n)teu panggerahan aing, teuteuing oge teuteuing!
(Kita tidak boleh menganggap uban di rambut Atau memeriksa tubuh yang tua. Salah memerintah pada anak muda itu. Aku tidak puas, hal ini berlebihan, benar-benar berlebihan!)

Na urang anak pahatu, na ura(ng) ha(n)teu dibapa, aya dii(n)dung kasarung, manghulukeun ku boboncaheun.
(Aku anak piatu, aku tak berayah, ada ibu tetapi keliru membimbingku keluar dari ...)

A(m)buing katarujangan, teka geuyung ha(n)teu nyeupah, weureu ha(n)teu nginum tuak, [ms. ngenum] teka sasar ha(n)teu gering.
(Ibuku merasa rahasianya terungkap, merasa pusing tanpa mengunyah pinang, mabuk tanpa meminum tuak, mengigau padahal tak sakit.)

A(m)bu, ja mo kita edan, mana na ca(n)teng bahuleng. Ho/reng nini[ng]ing teu pantang,/12r/bihari basana nyiram.
(Bunda, tentu engkau tidak gila, karena itu engkau kuat dan murung [?] Lihatlah, nenek tidak menyimpan tabu, dahulu, ketika beliau mengandung.)

Horeng dihakankeun jantung, horeng sawan jalalang, horeng dihakankeun beu(n)teur, dihakankeun lauk mijah.
(Nenek memakan jantung pisang, mengalami squirrel convulsionsmemakan ikan beunteur, memakan yang akan bertelur.)

Horeng manana sakitu. A(m)buing karah sumanger. paw(e)kas pajeueung beungeut,
(Keberatankah Ibu, mengapa hal ini terjadi seperti ini. Ibuku, selamat tinggal. Saat ini terakhir kalinya kita bertatap muka.)

A(m)bu, kita, deung awaking. Sapoe ayeuna ini, pajeueung beungeut deung aing.
(Ibu, kau, dan dirikuMasih ada satu hari lagi, hari ini, bertatap muka denganku.)

Mo nyorang pacarek deui, mo ma ti na pangi(m)pian, pajeueung beungeut di bulan, patempuh awak di [awak di] angin.
(Kita tidak akan berbicara lagi, kecuali dalam mimpi, kita akan bertemu di bulan, kita akan merasakan tubuh kita dalam angin.)

Saa(ng)geus nyaur sakitu, dicokot ka(m)pek karancang, dieusian apus ageung, dihurun deung Siksaguru. Iteuk aing pancasirah, sapecut hoe walatung.
(Setelah berkata-kata, diambilnya tas kampek karancang, diletakkan buku termasyur ke dalamnya, bersama dengan Siksaguru. Tongkat milikku berkepala lima, cambukku dari rotan walatung.)

"A(m)buing, tatanghi ti(ng)gal, tarik-tarik dibuhaya, dek leu(m)pang ka Balungbungan, wetaneun Talaga Wurung, di na tungtung lemah ini, di tungtungna tebeh wetan, nyiar / lemah pamasaran,   / 12v / nyiar tasik panghanyutan, pigeusaneun aing paeh, pigeusaneun nu(n)da raga."
(“Bunda, tetaplah terjaga saat ditinggal, meski Bunda menarikku sekuat buaya, aku akan pergi ke Balumbungan, ke arah timur Talaga Wurung, di atas puncak pulau ini, pada puncak paling timur, mencari tanah untuk makamku, mencari lautan untuk hanyut, tempat matiku kelak, tempat membaringkan tubuhku.”)

I(n)dit birit su(n)dah diri, lugay sila su(n)dah leu(m)pang. Sadiri ti geusan calik, saturun ti tungtung suwung, galasar di panahtaran.
(Ia berdiri dan berangkat, meregangkan kakinya dan pergi. Meninggalkan tempat di mana mereka duduk, turun dari ujung mimbar, berjalan turun pelan-pelan.)

Sadiri ti salu panti, samu(ng)kur ti walang sangha, Mukakeun panto kowari.
(Setelah meninggalkan aula-masuk, dan melewati alun-alun istana, membukakan pintu gerbang.)

Sadiri ti Pakancilan, na U(m)bul Medang katukang, Go(ng)gong na Umbul So(ng)gol
(Sepeninggal Pakancilan, dan Umbul Medang ada di belakang, pergi ke Gonggong, ke Umbul Songgol.)

Samu(ng)kur ti Leuwi Nutug, sadiri ti Mulah Malik, eta jalan ka Pasagi, na jalan ka Bala I(n)dra, diri aing ti Paniis.
(Setelah melewati Leuwi Nutug, dan pergi dari Mulah Malik, itulah jalan ke Pasagi, jalan menuju Bala Indra, aku meninggalkan Paniis.)

Samu(ng)kur aing di Tubuy, meu(n)tasing di Cihaliwung, na(n)jak ka Sanghiang Darah, nepi ka Caringin Be(n)tik.
(Setelah melewati Tubuy, aku menyeberangi Sungai Cihaliwung, naik menuju Sanghiang Darah, dan sampai di Caringin Bentik.)

Sana(n)jak ka Bala Gajah, ku ngaing geus kaleu(m)pangan, na(n)jak aing ka Mayanggu, ngalalar ka / Ka (n)dang Serang,/13r/ na jalan ka Ratu Jaya.
(Setelah naik menuju Bala Gajah, aku berjalan melewatinya, bergerak turun ke Kandang Serang, dalam perjalanan menuju Ratu Jaya.)

Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, datang ka Kadu Kanaka, meu(n)tas aing di Cileungsi, nyangkidul ka gunung Gajah.
(Ketika aku berjalan melalui tempat itu, aku sampai di Kadu Kanaka, menyeberangi Sungai Cileungsi, memutar ke arah selatan menuju Gunung Gajah.)

Sacu(n)duk ka bukit Caru, sakakala tuhan Cupak, nyangwetan ka-Citeurep-keun, datang aing ka Tandangan, meu(n)tas aing di Cihoe, meu(n)tas aing di Ciwinten, nepi aing ka Cigeuntis,
(Setelah tiba di Bukit Caru, tanda peringatan dari Raja Cupak, menuju arah timur ke Citeureup, aku sampai di Tandangan, menyeberangi Sungai Cihoe, menyeberangi sungai Ciwinten, dan sampai di Cigeuntis.)

Sana(n)jak aing ka Goha, sacu(n)duk aing ka Timbun, sacu(n)duk ka bukit Timbun, datang aing ka Mandata, meu(n)tas aing di Citarum, ngalalar ka Ramanea,
(Setelah naik ke Goha, setiba di Timbun, pergi menuju Bukit Timbun, aku tiba di Mandata, menyeberangi Sungai Citarum, berjalan melewati Ramanea.)

Sanepi ka bukit se(m)pil, ka to(ng)gongna Bukit Bongkok, sacu(n)duk ka Bukit Cungcung, na jajahan Saung Agung,
(Setiba di Gunung Sempil, berada di belakang Gunung Bongkok, dan tiba di Gunung Cungcung, dalam wilayah Saung Agung,)

Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, leu(m)pang aing nyangwetankeun, meu(n)tasing di Cilamaya, meu(n)tas di Cipunagara, lurah / Medang Kahiangan,   /13v/ ngalalar ka To(m)po Omas, meu(n)tas aing di Cimanuk, ngalalar ka Pada Beunghar, meu(n)tas di Cijeruk-Manis,.
(Telah aku lalui, lalu berbelok menuju timur, menyeberangi Sungai Cilamaya, menyeberangi Sungai Cipunagara, dalam wilayah Medang Kahiangan, berjalan melewati Gunung Tampomas, menyeberangi Sungai Cimanuk, pergi melalui Pada Beunghar, menyeberangi Sungai Cijeruk-Manis.)

Ngalalar aing ka Conam, Ceremay a(ng)geus katukang, Ti(m)bang deungeun Hujung Barang, Kuningan Darma Pakuan, pahi a(ng)geus kaleu(m)pangan.
(Aku berjalan melewati Conam, Gunung Ceremay telah kutinggalkan, Timbang dan Hujung Barang, Kuningan Darma Pakuan, semua tempat itu telah kulalui.)

Sacu(n)duk ka Luhur Agung, meu(n)tasing di Cisinggarung.
(Setelah tiba di Luhur Agung, aku menyeberangi Sungai Cisinggarung.)

Sadatang ka tungtung Su(n)da, nepi ka Arega Jati, sacu(n)duk ka Jalatunda, sakakala Silih Wangi.
(Setelah tiba di ujung Sunda, sampailah di Arga Jati, dan tiba di Jalatunda, yang menyimpan kenangan Silih Wangi.)

Samu(ng)kur aing ti inya, meu(n)tasing di Cipamali, ka kidul na Gunung Agung, ka kenca lurah Barebes.
(Setelah pergi dari tempat itu, aku menyeberangi Sungai Cipamali, menuju selatan Gunung Agung, ke bagian sebelah kiri wilayah Brebes.)

Ngalalar ka Medang Agung, meu(n)tasing di Cibula(ng?)rang, ngalalar ka Gunung Larang, dusuneun lurah Gebuhan, ngalalar aing ka Sangka, ka Suci ka Agi-Agi, ka Moga Dana K(e)reta.
(Berjalan melewati Medang Agung, menyeberangi Sungai Cibulangrang, berjalan melewati Gunung Larang, pedalaman di wilayah Gebuhan, aku berjalan melewati Sangka, melewati Suci, ke Agi-Agi, melewati Moga Dana Kreta.)

Samu(ng)kur aing ti inya, meu(n)tas aing di Cicomal, meu(n)tas di Cipakujati, ngalalar / ing ka Sagara, /14r/ nepi aing ka Balingbing, jajahan Arega Sela, na Kupang deungeun na Batang.
(Setelah pergi dari tempat itu, aku menyeberangi Sungai Cicomal, menyeberangi Sungai Cipakujati, berjalan melewati Sagara, sampai di Balingbing, kekuasaan Arga Sela, dari Kupang dan Batang.)

Ka kenca na Pakalongan. Sacu(n)duk aing ka Gerus, na Tinep deung na Tumerep, ku ngaing geus kaleu(m)pangan, datang ka lurah Tabuhan, cu(n)duk ka Darma Tumulus, ngalalar ka Kali Go(n)dang,
(Ke arah kiri ke Pakalongan. Setelah tiba di Gerus, di Tinep dan Tumerep, aku telah melaluinya, tiba di wilayah Tabuhan, tiba di Darma Tumulus, berjalan melewati Kali Gondang.)

Sacu(n)duk ka Mano Hayu, ngalalar ka Pajinaran, nepi aing ka Panjalin.
(Setiba di Mano Hayu, berjalan melewati Pajinaran, sampailah aku di Panjalin.)

Sacu(n)duk aing ka Se(m)bung, ngalalar ka Paka(n)dangan.
(Setiba aku di Sembung, berjalan melewati Pakandangan.)

Sadatang ka Padanara, nu(n)juk gunung nyangkidulkeun:
(Sedatang aku ke Padanara, menunjuk pegunungan di arah selatan:)

Itu ta na Gunung Rahung, ti kulonna Gunung Diheng, itu ta Gunung Sundara, itu ta na Gunung Kedu, ti kidul Gunung Damalung, inya na lurah Pantaran, itu Gunung Karungrungan, sakakala na batara, basa rnitineung batari.
(terdapat Gunung Rahung, dari arah barat Gunung Dieng, ada Gunung Sundara, ada Gunung Kedu, di selatan ada Gunung Damalung, tempat-tempat itu adalah wilayah Pantaran, itulah Gunung Karungrungan, di mana terdapat peninggalan dewa-dewa, ketika merindukan dewi-dewi.)

Ti wetan Bukit Marapi, sakakala Darmadewa. tnya lurah / Karangian. /14v/
(Di arah timur terdapat Gunung Merapi, menjaga peninggalan Darmadewa, yang merupakan wilayah Karangian.)

Diri aing ti Danara, datang aing ka Pidada.
(Aku meninggalkan Danara, datang ke Pidada.)

Sadatang aing ka Jemas, ka kenca jajahan Demak, ti wetan na Welahulu.
(Setelah aku tiba di Jemas, di sebelah kiriku adalah wilayah Demak, ke arah timur Gunung Welahulu.)

Ngalalaring ka Pulutan, datang ka Medang Kamulan.
(Aku berjalan melalui Pulutan, pergi ke Medang Kamulan.)

Sacu(n)duk ka Rabut Jalu, ngalalaring ka Larangan.
(Setelah tiba di Rabut Jalu, aku berjalan melewati Larangan.)

Sadatang aing ka Jempar, meu(n)tasing di Ciwuluyu, cu(n)duk ka lurah Gegelang, ti kidul Medang Kamulan, cu(n)duk ka Bangbarung Gunung.
(Setelah tiba di Jempar, aku menyeberangi Sungai Ciwuluyu, tiba di wilayah Gegelang, ke arah selatan Medang Kamulan, lalu tiba di Bangbarung Gunung.)

Sadatang ka Jero Alas, meu(n)tas di bagawan Cangku, ngalalar aing ka Daha,
(Setiba di Jero Alas, aku menyeberangi Sungai Cangku, berjalan melewati Daha.)

Samu(ng)kur aing ti inya, sacu(n)duk aing ka Pujut, meu(n)tas di Cironabaya, ngalalar ka Rambut Merem.
(Setelah meninggalkan tempat itu, tibalah aku di Pujut, menyeberangi Sungai Cironabaya, berjalan melewati Rambut Merem.)

Sacu(n)duk aing ka Wakul, sadatang ka Pacelengan, ngalalar aing ka Bubat, cu(n)duk aing ka Mangu(n)tur, ka buruan Majapahit, ngalalar ka Dar/ma Anyar, /15r/ na Karang Kajramanaan, ti kidulna Karang Jaka.
(Setiba di Wakul, sampai di Pacelengan, aku berjalan melewati Bubat, dan tiba di Manguntur, alun-alun Majapahit, pergi melewati Darma Anyar, dan Karang Kajramanaan, sebelah selatan Karang Jaka.)

Sadatang ka Pali(n)tahan, samu(ng)kur ti Majapahit, na(n)jak ka gunung Pawitra, rabut gunung Gajah Mu(ng)kur.
(Setiba di Palintahan, setelah meninggalkan Majapahit, aku mendaki Gunung Pawitra, gunung suci Gajah Mungkur.)

Ti ke(n)ca na alas Gresik, ti kidul gunung Rajuna
(Ke arah timur adalah wilayah Gresik, ke arah selatan Gunung Rajuna.)

Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, ngalalar ka Patukangan, datang ka Rabut Wahangan, leu(m)pang aing nyangwetankeun.
(Telah kulalui, aku berjalan melewati Patukangan, dan tiba di Rabut Wahangan, berjalan ke arah timur.)

La(m)bung Gunung Mahameru, disorang kalereunana. Datang ka Gunung B(e)rahma, datang aing ka Kadiran, ka Tandes ka Ranobawa.
(Lereng Gunung Mahameru, Aku melewatinya di sisi sebelah utara. Sampai di Gunung Brahma, tibalah aku di Kadiran, di Tandes, di Ranobawa.)

Leu(m)pang aing ngaler-ngetan. Sacu(n)duk aing ka Dingding, eta hulu dewaguru.
(Berjalan aku ke timur-laut. Tiba aku di Dingding, pusat kedudukan dewaguru.)

Samu(ng)kur aing ti (i)nya, datang ka Panca Nagara.
(Sepergi dari tempat itu, tibalah di Panca Nagara.)

Sacu(n)duk aing ka Sampang, sanepi aing ka Ge(n)ding, meu(n)tas di Cirabut-Wahangan.
(Setelah aku tiba di Sampang, sesampai di Gending, aku menyeberangi Sungai Cirabut-Wahangan.)

Sadatang aing ka Lesan, inya lurah / Pajarakan, /15v/ leu(m)pang aing ngidul-ngetan, ngalalar ka Kaman Kuning, ngalalar ka Gunung Hiang, disorang kalereunana.
(Setelah aku tiba di Lesan, yang merupakan wilayah Panjarakan, kuberjalan ke arah tenggara, berjalan melewati Kaman Kuning, melewati Gunung Hiang, yang aku lewati dari sisi utara.)

Sadatang ka Gunung Arum, na lurah Talaga Wurung, ti kalerna Panarukan, ka kencana Patukangan.
(Ketika aku tiba di Gunung Arum, yang merupakan wilayah Talaga Wurung, ke arah utara adalah Panarukan, ke arah kiri adalah Patukangan.)

Sadatang ka Balungbungan, di inya aing ditapa, sa(m)bian ngeureunan palay.
(Sesampai di Balungbungan, di sana aku bertapa, Sementara melepas lelah.)

Teher(ing) m(e)rela(k) najur, tehering na(n)jeurkeun li(ng)ga, tehering puja nyangraha, puja nyapu mugu-mugu, ma(ng)nya(m)bat-walakeun maneh.
(Kemudian aku bercocok tanam, lalu mendirikan lingga, menyembah ... memuja ..., berdoa untuk kekuatan diri.)

Di (i)nya aing teu heubeul, satahun deung sataraban.
(Di sana aku tidak tinggal lama, Selama satu tahun lebih.)

Teka waya na bancana. Datang tiagi (wa)don, na rua mamarayaeun.
(Lalu datanglah godaan. Datanglah seorang pertapa wanita, yang tampaknya mencari teman.)

Teka beka mulung lanceuk, carekna: "Kaka lanceuking, Rakaki Bujangga Manik, haup aing ebon-ebon, aing na pitiagieun, manan hese ku mamaneh, rusuh ku na panga/wakan, /16r/ heman ku na karuaan."
(Dia suatu kali mengangkatku sebagai saudara tua, katanya: “Saudara, kakakku, Bujangga Manik yang terhormat, lihatlah aku, seorang biarawati, aku akan menjadi seorang pertapa, daripada harus mengalami kesulitan sendiri, disulitkan dengan tubuh jasmaniah, tertarik pada sebuah penampilan.”)

Carekna Bujan(ga) Manik: "Ku ngaing dirarasakeun. Bawaing apus sata(m)bi, ngaran(n)a na Siksaguru.”
(Bujangga Manik berkata: “Aku mengerti apa yang kau maksud. Aku memiliki bukujudulnya Siksaguru.”)

Carek di na apus tea: 'Kadiangganing ring geni, lamun padeukeut deung eu(n)juk, mu(ng)ku burung eta seungeut, kitu lanang deungeun wadon’."
(Dikatakan dalam buku ini: ‘Seperti api, bila berada di dekat serat kelapa, pasti akan terbakar, demikian pula dengan laki-laki dan perempuan’.”)

Sadiri aing ti inya, leu(m)pang aing ka lautkeun, sugan aya nu balayar, aing dek nu(m)pang ka Bali.
(Setelah aku pergi dari tempat itu, Aku mendatangi pantai, mudah-mudahan ada orang yang berlayar, aku ingin menumpang sampai Bali.)

Sadatang aing ka laut, kumuliling turut tasik, kumacacang turut tancang, nanyakeun nu dek ka Bali. Momogana teka waya. Kasa(m)pak aki puhawang, na puhawang Selabatang, dek meu(n)tas ka Nusa Bali, dek tuluy layar ka Bangka.
(Sesampai aku di laut, berjalan di sepanjang pantai, datang ke pantai [?], menanyai orang-orang yang akan pergi ke Bali. Di sana terdapat seseorang. Terlihat seorang nahkoda kapal, nahkoda Selabatang, yang akan menyebrang ke Bali, dari sana berencana berlayar ke Bangka.)

Aing dek nu(m)pang ka Bali. Saurna Bujangga Manik Rakean Ameng Layaran: "Akiing juru puhawang, aing dek nu(m)pang ka Bali.
(Aku ingin ikut menumpang. Bujangga Manik Rakean Ameng Layaran berkata: “Tuanku Nahkoda, Aku ingin ikut menumpang sampai Bali.)

Lamuning datang ka inya, aya pangerahan a/ing." / 16v/
(Bila setiba di sana, aku akan memberikan penghargaan [sebagai tanda terima kasih].”)

Carek Aki Selabatang: "Lamun hayang nu dek meu(n)tas, sui dipawalangati. U(ng)gah onam ka parahu, tu(m)pak di na jurung pangkuh, deuuk di gagarebongan."
(Nahkoda Sabalatang berkata: “Bila kau ingin menyeberangi lautan, jangan khawatir. Ayo naiklah ke perahu, Naik ke …. duduk di kabin.”)

Saa(ng)geus u(ng)gah ka ma(ng)gung [parahu] bogoh ku tawas [tawas] parahu.
(Setelah naik ke atas kapal, Aku mengagumi kapal ini.)

Parahu jati diukir, ka luhur dinanagakeun, teka be(n)tik ti kamudi.
(Kapal [dibuat dari] kayu jati yang diukir, bagian atasnya berbentuk naga, kapal ini melengkung pada kemudinya.)

Bogoh aing ku parahu. Ra(m)pes beunang ngadangdanan, mibabahon awi go(m)bong, mitihang awi nyowana, mipanggiling haur kuning, misare kawung cawene, midada(m)par haur seah.
(Aku mengagumi kapal ini. Dibuat dengan sangat elok, Memiliki dek dari bambu gombong, pilar kapal dari bambu jowana, dek bawah dari bambu kuning, satu dek penuh oleh kayu aren dewasa, dilapisi oleh bambu seah.)

Kamudi kamudi Keling. [ms. k. kamuning K.] Tihang layar kayu laka, hurung beunangna ngahi(ng)gul,
(Kemudinya orang Keling [India]. Pilar utamanya dari kayu laka, bercahaya dengan terang, diwarnai merah.)

Siang beunang ngaj(e)rinang. Apus dangdan hoe muka, pabaur hoe walatung, diselang deung hoe omas. Tali bubut kenur cina. Carenang dayung naeu(n)teung, dayung salawe salaya.
(Kapal itu disatukan dengan tali-tali dari rotan muka, dipadukan dengan rotan walatung, dicampurkan dengan rotan omas. Penupang dari kawat cina. Dayung-dayung berkilauan pada penyangga mereka, 25 dayung pada setiap sisi.)

Beuteung reueus ku sa/kitu, /17r/ bogoh ku nu mawa inya, bibijilan para nusa.
(Setelah mengagumi semua ini, aku kagum dengan para awak kapal, datang dari pelbagai pulau.)

Nu badayung urang Marus, nu babose urang Angke, nu balayar urang Bangka, juru batu urang Lampung, juru mudi urang Jambri, juru wedil urang Bali, juru panah urang Cina, juru tuiup ti Malayu, juru amuk ti Sale(m)bu, pamerang urang Makasar, juru kilat urang Pasay, nu ni(m)ba Jo(m)pong Sagala, pani(m)ba u(n)dem salaka.
(Yang mendayung orang Marus, yang babose orang Angke, para pelaut orang Bangka, kelasi orang Lampung, kemudi orang Jambi, juru tembak dari Bali, uru panah dari Cina, peniup sumpit orang Malayu, para petarung dari Salembu, para prajurit dari Makassar, pelayan kelasi orang Pasai, para penimba dari Jompong Sagala, timba terbuat gayung perak.)

Putih kajang pucuk nipah, langgang tihang pakajangan.
(Tembok kabin putih, tunas nipah menjulang tinggi pilar dari dek-kabin.)

Na layar ma(n)je(r) ke(m)bang, hir na angin bar na layar.
(Layar berkembang seperti bunga, angin bertiup, layar terkembang.)

Masang wedil tujuh kali, [t.wedel] sarunay dipikingkila, ing na goong brang na gangsa, goong kuning tumalapung, kingkila nu bikas layar. Seah na ge(n)dang sarunay, seok nu kawih tarahan, nu kawih a(m)bah-a(m)bahan:"Ba(n)tar kali buar pelang."
(Senapan ditembakkan tujuh kali, serunai memainkan tanda, gong bergemuruh, simbal dibunyikan, gong warna kuning ikut ditabuh, sebagai tanda layar dinaikkan. Gendang dan serunai dimainkan, bersuara keras lagu tarahan, dinyanyikan dengan teriakan yang lantang: “Sungai bantara, pohon pelang.”)

Buat di manggung parahu, balayar taraban poyan.
(Ketika di atas kapal, berlayarlah selama ....)

Sadatang ka Nusa Ba/li, /17v/ saurna Bujangga Manik: "Akiing juru puhawang, eboh midua rahayu, e(boh) ta urang papasah.
(Setiba di Pulau Bali, Bujangga Manik berkata: “Nahkoda yang terhormat, kita ucapkan selamat tinggal, kita harus berpisah.”)

Dahini kaen aing, pangwidian aing.
(Ini pakaianku, hadiah dariku.)

Eboh midua rahayu, kita ma ma(ng)gih k(e)reta, awaking ma(ng)gih rahayu.'
(Mari ucapkan selamat tinggal, semoga kau menemukan kedamaian, dan aku menemukan ketenteraman.”)

Carek aki Selabatang: 'Samapun mahapa(n)dita, kami nema pangwidian. Samapun mahapa(n)dita, ra(m)pes nu sapilaunan.'
(Nahkoda Sabalatang berkata: “Dengan hormat, wahai orang bijak, kuterima hadiahmu, hormatku, wahai orang bijak, semoga beruntung, selamat tinggal!”)

Saa(ng)geus nyaur sakitu, sia turun ti parahu.
(Setelah bicara itu, ia meningggalkan kapal.)

Sacu(n)duk sia ka dayeuh, ti inya lunasing usma.
(Ketika ia sampai di ibukota, seketika kerinduanku hilang.)

Moha teuing nu ti heula, teka sarua reana, na lanang deungeun na wadon.
(Kekacauan muncul lebih rumit dari sebelumnya, sama banyak dari mereka, baik wanita dan pria.)

Hidepeng karah mo waya, ja dini di tengah nusa, gumanti leuleuwih oman [onam?] rea ma(na)n urang Jawa, ti(m)bun manan di Malayu.
(Aku berpikir tidak akan ada kekacauan, melihat di sini, di tengah pulau ini, sebaliknya, terdapat lebih banyak kekacauan, lebih banyak dari orang-orang Jawa, lebih ramai daripada di Melayu.)

Di (i)nya aing teu heubeul, satahun deung sataraban.
(Di sana aku tidak tinggal lama, selama satu tahun lebih.)

Pulang deui ka uniting.
(Kembali lagi ke tempat asalku.)

Sacu(n)duk ka si/si laut, /18r/ kasa(m)pak aki puhawang, puhawang Belasagara, dek balayar ka Pale(m)bang, dek tuluy ka Parayaman.
(Sesampai di pinggir laut, terlihat nahkoda kapal, nahkoda Belasagara, yang akan berlayar ke Palembang, dari sana akan terus ke Pariaman.)

Saurna Bujangga Manik Rakean Ameng Layaran: "Aiing juru puhawang, aing dek nu(m)pang di kita, dek si(n)dang di Balungbungan."
(Bujangga Manik Rakean Ameng Layaran berkata: “Tuanku Nahkoda, aku ingin ikut menumpang, akan berlabuh di Balungbungan.”)

Carek akiing puhawang: "Lamun puguh nu dek nu(m)pang, ulah dipiwalangati. Ra(m)pes, geura ka parahu."
(Sang Nahkoda berkata: “Bila benar-benar ingin ikut menumpang, jangan khawatir. Dengan senang hati, naiklah ke perahu!”)

Sau(ng)gah aing ka manggung, deuuk di gagarebongan. Bogoh ku tawas parahu.
(Setelah aku naik ke atas, duduklah di kabin. Kagumi kapal ini.)

Parahu patina ageung, jong kapal buka dalapan, pa(n)jangna salawe deupa.
(Perahu ini cukup besar, sebuah jung selebar delapan depa, panjangnya 25 depa.)

Sadiri ti Nusa Bali, saur puhawang sakini: "Boncah, pariket pariket. Parahu rea buatna.
(Sepinggal Pulau Bali, Nahkoda lalu berkata: “Nak, berhati-hatilah. Kapal ini banyak muatannya.)

Sugan ni(n)dih mu(ng)kal ma(n)di, sugan mangpeng karang bepeng, sugan ni(ng)gang karang bajra, sugan nebu(k) karang nu(ng)gul, sugan no(n)jo(k) karang ancol, /18v/ sugan meubeut karang seukeut, karunya ku na tohaan, Rakaki Bujangga Manik, kakara numpang di urang. Balayar sapoe rengrep."
(Bila nabrak batuan yang penuh lubang, bila menghantam batu intan, bila mengenai batuan yang menonjol, bila terkena karang yang keras, bila menghantam batu tajam, bila memukul karang tajam, berdoalah kepada dewa, wahai Bujangga Manik yang terhormat, yang baru berlayar bersama kami. Berlayar seharian penuh.")

Sacu(n)duk ka Balungbungan, saurna Bujangga Manik: "Aiding juru puhawang, eboh ta urang papasah, eboh midua rahayu."
(Sesampai di Balungbungan, Bujangga Manik berkata: “Tuanku Nahkoda, kita harus berpisah satu sama lain, mengucapkan selamat tinggal.”)

Carekna aki puhawang: "Samapun mahapa(n)dita, ra(m)pes nu sapilaunan."
(Sang Nahkoda berkata: “Hormatku, orang bijak, semoga kau beruntung, selamat tinggal”)

Saturun ti na jong tutup, diri aing ti parahu. Sacu(n)duk ka Gunung Raung, ka lurah Talaga Wurung.
(Setelah turun dari jung, aku meninggalkan perahu. Setiba di Gunung Raung, [pergi] ke wilayah Talaga Wurung.)

Samu(ng)kur aing ti inya, sacu(n)duk aing ka Baru. Eta na lurah kategan.
(Setelah berangkat dari tempat itu, aku tiba di Baru. Itu wilayah para biara.)

Sadiri aing ti inya, ngalalar ka Padang Alun, cu(n)duk ka Gunung Watangan, nu awas ka Nusa Barong.
(Setelah pergi dari tempat itu, berjalan melewati Padang Alun, sampai di Gunung Watangan, yang menghadap Pulau Barong.)

Samu(ng)kur aing ti inya, datang aing ka Sarampon.
(Setelah pergi dari sana, aku datang ke Sarampon.)

Sacu(n)duk aing ka Cakru, sadiri aing / ti inya,      /19r/ leu(m)pang aing maratngidul, datang ka lurah Kenep, cu(n)duk ka Lamajang Kidul, ngalalar ka Gunung Hiang, datang a(ing) ka Padra.
(Setelah aku tiba di Cakru, beranjak dari tempat itu, aku berjalan ke baratdaya, pergi ke wilayah Kenep, tiba di Lamajang Kidul, melewati Gunung Hiang, datang ke Padra.)

La(m)bung Gunung Mahameru disorang kiduleunana.
(Lereng Gunung Mahameru, aku lewati dari sisi selatan.)

Sadatang ka Ranobawa, ngalalar ka Kayu Taji.
(Setelah datang ke Ranobawa, berjalan melewati Kayu Taji.)

Samu(ng)kur aing ti inya, sacu(n)duk aing ka Kukub, datang aing ka Kasturi, cu(n)duk ka Sagara Dalem, ngalalar ka Kagenengan, sumengka ka Gunung Kawi, disorang kiduleunana.
(Setelah berangkat dari sana, tibalah aku di Kukub, aku pergi ke Kasturi, tiba di Sagara Dalem, berjalan melalui Kagenengan, mendaki Gunung Kawi, yang kulewati dari sisi selatan.)

Sadatang ka Pamijahan, leu(m)pang aing ka baratkeun, ngalalar ka Gunung Anyar, cu(n)duk aing ka Daliring.
(Setiba ke Pamijahan, aku berjalan ke arah barat, melewati Gunung Anyar, tibalah aku di Daliring.)

Sadatang ka Gunung Ka(m)pud, datang ka Rabut Pasajen. Eta hulu Rabut Palah, kabuyutan Majapahit, nu dise(m)bah ku na Jawa.
(Sesampai di Gunung Kampud, aku datang ke Rabut Pasajen. Tempat ini dataran tinggi Rabut Palah, tempat suci Majapahit, yang dimuliakan oleh orang Jawa.)

Maca (a)ing Darmaweya, pahi deung Pa(n)dawa Jaya. Ti inya lunasing jobrah, aing bisa carek Jawa, bisa / aing ngaro basa. /19v/
(Aku membaca Darmaweya, juga Pandawa Jaya. Setelah itu keingintahuanku terpuaskan, aku dapat bicara bahasa Jawa, juga mampu menerjemahkannya.)

Di inya aing teu heubeui, satahun deung sataraban.
(Di sana aku tidak tinggal terlalu lama, selama satu tahun lebih.)

Ha(n)teu betah kage(n)teran, datang nu puja ngancana, nu nye(m)bah ha(n)teu pegatna, nu ngideran ti nagara.
(Aku tidak tahan suara yang terus bunyiyang datang untuk beribadah dan mempersembahkan emas, yang beribadah tanpa henti, berkelana di sekitar ibukota.)

Leu(m)pang aing marat ngidul, nepi aing ka Waliring, ngalalaring ka Polaman, datang aing ka Balitar, meu(n)tas [aing] di Cironabaya, ngalalar ka Pasepahan, ka Luka ka Saput Talun.
(Berjalanlah aku ke baratdaya, aku sampai di Waliring, berjalan melewati Polaman, tiba ke Blitar, menyeberangi Sungai Cironabaya, melewati Pasepahan, ke Luka, ke Saput Talun.)

Sadatang ka Pajadangan, [ms. abrat] ngalalar[ing] ka Kalang Abrit.
(Setiba di Pajadangan, aku berjalan ke Kalang Abrit.)

Sacu(n)duk ka Pasugihan, di pipirna Gunung Wilis, ku ngaing tebeh kidulna, datang aing ka Dawuhan, ngalalar ka Gunung Lawu, inya na lurah Urawan.
(Setiba di Pasugihan, di lereng Gunung Wilis, pergi ke arah selatan, aku berangkat ke Dawuhan melewati Gunung Lawu, yang merupakan wilayah Urawan.)

Samu(ng)kur aing ti inya, leu(m)pang aing marat ngidul, ngalalar ka Pamanikan.
(Setelah aku berangkat dari daerah itu, aku berjalan ke baratdaya, melewati Pamanikan.)

Sadatang ka Sida Lepas, nya(ng)landeuh aing ka Oyong.
(Sedatang ke Sida Lepas, aku turun ke Oyong.)

Samu(ng)kur aing ti inya, datang aing ka Ca(m)paga/n, /20r/, ngalalar ka Pamaguhan. Sacu(n)duk aing ka Pahul, samu(ng)kur aing ti inya/ datang (a)ing ka Caturan.
(Sepeninggal dari sana, aku pergi ke Campagan, melewati Pamaguhan. Setiba aku di Pahul, berangkat dari tempat itu, aku datang ke Caturan.)

Sacu(n)duk aing ka Roma, meu(n)tasing di Ciwuluyu, inya na lurah Bobodo, ngalalar aing ka Taji, nepi ka Gunung Marapi, disorang kiduleunana, cu(n)duk aing ka Janawi, eta lurah dewaguru.
(Setiba aku di Roma, menyeberangi Sungai Ciwaluyu, yang merupakan wilayah Bobodo, berjalan melewati Taji, sampai ke Gunung Merapi, yang kulewati pada sisi selatan, dan tiba di Janawi, yang merupakan wilayah dewaguru.)

Leu(m)pang aing marat ngidul. Sanepi aing ka Wedi, ngalalar ka Singhapura.
(Aku berjalan ke baratdaya. Sesampaiku di Wedi, pergi melewati Singapura.)

Sadatang aing ka Maram, meu(n)tas aing di Ciberang, datang ka lurah Paguhan, ngalalar ka Kahuripan, ka gedengna Rabut Beser, meu(n)tas di Ciloh-Paraga.
(Sedatang aku ke Maram, aku menyeberangi Sungai Ciberang, datang ke wilayah Paguhan, berjalan melewati Kahuripan, di sisi Rabut Beser, menyeberangi Sungai Ciloh-Paraga.)

Sanepi aing ka Pahit, sadatang ka Taal Pegat, nepi aing ka Kulisi, meu(n)tas di Ciwatukura, ngalalar ka Pakuwukan.
(Sesampai aku di Pahit, dan tiba di Taal Pegat, aku sampai di Kulisi, menyeberangi Sungai Ciwatukura, berjalan melewati Pakuwukan.)

Sacu(n)duk ka lurah Danuh, datang aing ka Lanabang, ka Jawarah [ka] Tadah Haji, ka Tarungtung / ka Walakung./20v/
(Setiba di wilayah Danuh, aku pergi ke Lanabang, ke Jawarah, Tadah Haji, Taruntung, Walakung.)

Sadatang(ing?) ka Kalangan, sanepi ka Pamarisan, datang aing ka Ta(m)bangan, meu(n)tas aing di Cilohku, na(n)jak ka Gunung Sangkuan, datanging ka (A)dipala, leu(m)pang (aing) ka baratkeun, datang aing ka Sawangan, ka muhara Cisarayu.
(Setiba ke Kalangan, sampai di Pamarisan, aku pergi ke Tambangan, aku menyeberangi Sungai Cilohku, mendaki Gunung Sangkuan, aku pergi ke Adipala, aku berjalan ke barat, aku sampai di Sawangan, ke muara Sungai Cisarayu.)

Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, datang ka Ma(n)dala Ayah, leu(m)pang aing turut pasir, datang ka Pala Buaja. mu(ng)kur ti Tegal Popoken.
(Telah kulewati daerah itu, aku pergi ke Mandala Ayah, berjalan di sepanjang bukit, pergi ke Pala Buaja, meninggalkan Tegal Popoken di belakangku.)

Sadatang ka Karang Siling, meu(n)tas di Cipaterangan.
(Setiba di Karang Siling, menyeberangi Sungai Cipaterangan.)

Sadatang aing ka Mambeng, cu(n)duk ka Dona Kalicung, gedeng alas Nusahe, meu(n)tas di Sagara Anak(an), ngalalar ka Batu Lawang, di pipirna batu tulis, karang tu(ng)gul karang bajra.
(Setelah tiba di Mambeng, sampai ke Dona Kalicung, di sisi wilayah kekuasan Nusahe, menyeberangi Sagara Anakan, berjalan melewati Batu Lawang, di sisinya batu tulis, batuan kasar, batuan tajam.)

Sacu(n)duk aing ka Bakur, ka muhara Cita(n)duyan, ku ngaing geus kaleu(m)pangan, datang aing ka Cimedang, meu(n)tas di Cikutrapi(ng)gan, cu(n)duk aing ka Pana(n)jung, ka gedeng Nusa /Wuluhen, /21r/ meu(n)tas aing di Ciwulan, banyating di Ciloh-Alit, na muhara Pasuketan, ta(ng)geran na Hujung Pusus.
(Setiba aku di Bakur, di muara Sungai Citanduyan, telahku laluinya, aku pergi ke Cimedang, menyeberangi Sungai Cikutrapinggan, tibalah aku di Pananjung, berikutnya ke Pulau Wuluhen, menyeberangi Sungai Ciwulan, pergi ke Ciloh Alit, di muara Sungai Pasuketan, pusat Hujung Pusus.)

Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, ka to(ng)go(ng)na Gunung Co(n)dong, di pipi(r) Gunung Parasi, ku ngaing tebeh kidulna.
(Olehku telah terlewati, ke balik Gunung Condong, di sisi Gunung Parasi, aku berjalan ke arah selatan.)

Sacu(n)duk ka Hujung Galuh, ngalalar ka Geger Gadung, meu(n)tas aing di Ciwulan, leu(m)pang aing marat ngaler.
(Sesampai di Hujung Galuh melewari Geger Gadung aku menyeberangi Sungai Ciwulan berjalan terus ke utara)

Sadatang ka Saung Galah, [ms. S. Agung] sadiri aing ti inya, Saung Galah kaleu(m)pangan, kapungkur Gunung Galunggung, katukang na Panggarangan, ngalalar na Pada Beunghar, katukang na Pamipiran.
(Sesampai di Saung Galah, berangkatlah aku dari sana, ditelusuri Saung Galah, Gunung Galunggung di belakangku, melewati Panggarangan melalui Pada Beunghar, Pamipiran ada di belakangku.)

Ngalalar ka Ti(m)bang Jaya, datang ka Bukit Cikuray, nyangla(n)deuh aing ti inya, datang ka Mandala Puntang.
(Berjalan melewati Timbang Jaya, pergi ke Gunung Cikuray, seturunku dari sana, pergi ke Mandala Puntang.)

Sana(n)jak ka Papa(n)dayan, ngaran(n)a na Pane(n)joan, ti inya aing ne(n)jo gunung, dereja (?) dangka ri kabeh, para manuh para dangka, pani(ng)gal Nusia Larang.
(Setelah menanjak ke Gunung Papandayan, yang juga dipanggil Panenjoan, aku melihat pegunungan dari sana, jajaran (?) pemukiman di mana-mana, semua desa, semua pemukiman, peninggalan Nusia Larang yang mulia.)

Aing milang-melangi/nya, /21v/ Ti kidul na alas Danuh, ti wetan na Karang Papak,
(Aku melihat mereka satu per satu. Di arah selatan adalah wilayah Danuh, di timur Karang Papak,)

Ti kulon Tanah Balawong, itu ta na gunung Agung, ta(ng)geran na Pager Wesi.
(di barat tanah Balawong, merupakan Gunung Agung, pilarnya Pager Wesi.)

Eta na bukit Patuha, ta(ng)geran na Majapura. Itu bukit Pam(e)rehan, ta(ng)geran na Pasir Batang.
(Itu Gunung Patuha, penopang Majapura. Itu Gunung Pamerehan, penopang Pasir Batang.)

Itu ta na Gunung Kumbang, ta(ng)geran alas Maruyung, ti kaler alas Losari,
(Itu Gunung Kumbang, pilarnya Maruyung, ke arah utara wilayah Losari.)

Itu ta bukit Caremay, tanggeran na Pada Beunghar, ti kidul alas Kuningan, ti barat na Walang Suji, inya na lurah Talaga.
(Itu Gunung Ceremay, pilarnya Pada Beunghar, di selatan wilayah Kuningan, ke baratnya Walang Suji, di situlah wilayah Talaga.)

Itu ta na To(m)po Omas, lurah Medang Kahiangan.
(Itu Gunung Tampomas, di wilayah Medang Kahiangan.)

Itu Tangkuban Parahu, tanggeran na Gunung Wangi.
(Itu Gunung Tangkuban Parahu, pilarnya Gunung Wangi.)

Itu ta Gunung Marucung, ta(ng)geran na Sri Manggala.
(Itu Gunung Marucung, pilarnya Sri Manggala.)

Itu ta bukit Burangrang, ta(ng)geran na Saung Agung.
(Itu Gunung Burangrang, pilar dari Saung Agung.)

Itu (ta na) bukit Burung Jawa, ta(ng)geran na Hujung Barat.
(Itu Gunung Burung Jawa, pilarnya Hujung Barat.)

Itu ta bukit Bulistir, ta(ng)geran na Gu/nung A(n)ten./22r/
(Itu Gunung Bulistir, pilarnya Gunung Anten.)

Itu bukit Naragati, ta(ng)geran na Batu Hiang.
(Itu Gunung Naragati, pilarnya Batu Hiang.)

Itu ta na bukit Barang, ta(ng)geran na [alas] Kurung Batu.
(Itu Gunung Barang, pilarnya wilayah Kurung Batu.)

Itu bukit Banasraya, ta(ng)geran na alas Sajra, ti barat bukit Kosala.
(Itu Gunung Banasraya, pilarnya wilayah Sajra, ke barat Gunung Kosala.)

Itu ta na bukit Catih, ta(ng)geran na Catih Hiang.
(Itu Gunung Catih, pilarnya Catih Hiang.)

Itu bukit Hulu Mu(n)ding, ta(ng)geran na Demaraja, ti barat bukit Parasi, ta(ng)geran na Tegal Lubu, ti wetan na Sedanura, nu awas ka alas Si(n?)day.
(Itu Gunung Hulu Munding, pilarnya Demaraja, ke barat Gunung Parasi, pilarnya Tegal Lubu, ke timurnya Sedanura, yang menghadap wilayah Sinday.)

Eta ta na Gunung Kembang, geusan tiagi sagala,
(Ini Gunung Kembang, tempat segala macam pertapa,)

Ti kidulna alas Maja, eta na alas Rumbia.
(ke selatannya wilayah Maja, yang merupakan wilayah Rumbia.)

Ti baratna wates Mener, ta(ng)geranna Bojong Wangi.
(Ke baratnya batas Mener, pilarnya Bojong Wangi.)

Itu ta na Gunung Hijur, ta(ng)geranna Kujar Jaya.
(Itu Gunung Hijur, pilarnya Kujar Jaya.)

Itu ta na Gunung Su(n)da, ta(ng)geran na Karangkiang.
(Itu Gunung Sunda, pilarnya Karangkiang)

Itu ta na bukit Karang, ta(ng)geran na alas Karang.
(Itu Gunung Karang, pilarnya wilayah Karang.)

Itu Gunung Cinta Manik, ta(ng)geran na alas Rawa.
(Itu Gunung Cinta Manik, pilarnya wilayah Rawa.)

Itu ta na Gunung Kembang, /22v/ ta(ng)geran Labuhan Ratu.
(Itu Gunung Kembang, pilarnya Labuhan Batu.)

Ti kaler alas Panyawung, ta(ng)geran na alas Wa(n)ten.
(Ke arah utara wilayah Panyawung, pilar dari wilayah Wanten.)

Itu ta na Gunung (.. .)ler, ta(ng)geran alas Pamekser, nu awas ka Ta(n)jak Barat.
(Itu Gunung (...)ler, pilar dari kekuasaan Pamekser, yang terlihat dari Tanjak Barat.)

Itu ta Pulo Sanghiang, heuleut-heuleut nusa Lampung, Ti timur Pulo Tampurung,
(Terdapat Pulau Sanghiang, setengah jalan dari wilayah Lampung. Ke arah timur Pulau Tampurung,)

Ti barat Pulo Rakata, gunung di tengah sagara. Itu ta Gunung J(e)reding, ta(ng)geran na alas Mirah,
(ke arah barat Pulau Rakata, gunung di tengah-tengah lautan. Itu Gunung Jereding, pilarnya wilayah Mirah,)

Ti barat na lengkong Gowong. Itu ta Gunung Sudara, na Gunung Guha Ba(n)tayan, tanggeran na Hujung Kulan,
(Ke arah barat pantai Gowong. Itu Gunung Sudara, Gunung Guha Bantayan, pilarnya Ujung Kulon,)

Ti barat bukit Cawiri. Itu ta na Gunung Raksa, gunung Sri Mahapawitra, ta(ng)geran na Panahitan,
(ke arah barat Gunung Cawiri. Itu Gunung Raksa, Gunung Sri Mahapawitra, pilarnya  [Pulau] Panahitan,)

Ti wetanna Suka Darma, ti baratna gunung Manik.
(ke timurnya Suka Darma, ke baratnya Gunung Manik.)

Awas ka Nusa Kambangan, Nusa Layaran ....Nusa Di/lih, Nusa Bini, /23r/ Nusa Keling, Nusa Jambri, Nusa Cina Ja(m)budipa, Nusa Gedah deung Malaka, Nusa Ba(n)dan Ta(n)ju(ng)pura, Sakampung deung Nusa Lampung, Nusa Baluk, Nusa Buwun, Nusa Cempa Baniaga, Langkabo deung Nusa Solot, Nusa Parayaman. //O//
(Lihatlah Nusa Kambangan, Pulau Layaran ..., Pulau Dilih, Pulau Bini, wilayah Keling, Jambri, wilayah Cina, Jambudipa, wilayah Gedah [Kedah] dan Malaka, wilayah Bandan dan Tanjungpura, Sekampung dan kekuasaan Lampung, wilayah kekuasaan Baluk dan Buwun, wilayah kekuasaan Cempa (dan) Baniaga, Langkabo [Minangkabau] dan wilayah Solot, wilayah kekuasaan Pariaman.)

Beuteung bogoh ku sakitu, saa(ng)geus ing milang gunung, saleu(m)pang ti Pane(n)joan, sacu(n)duk ka Gunung Se(m)bung, era hulu na Ci-Tarum, di inya aing ditapa, sa(m)bian ngeureunan palay.
(Setelah mengagumi semua hal itu, setelah melihat pegunungan, setelah meninggalkan Panenjoan, setiba di Gunung Sembung, yang merupakan hulu Sungai Citarum, di sana aku singgah bertapa, sambil melepas lelah.)

Tehering puja nyangraha, puja (nya)pu mugu-mugu.
(Beribadahlah aku melakukan persembahan, memuja dengan penuh keyakinan.)

Tehering na(n)jeurkeun li(ng)ga, tehering nyian hareca, teher nyian sakakala.
(Kemudian aku mendirikan lingga, lalu memahat patung, selanjutnya membuat tugu.)

Ini tu(n)jukeun sakalih, tu(n)jukeun ku na pa(n)deuri, maring aing pa(n)teg hanca.
(Benda-benda ini menunjukkan pada semua orang, bukti untuk orang-orang mendatang, bahwa aku sudah menyelesaikan tugasku.)

A(ng)geus aing puja nyapu, linyih beunang aing nyapu, [ms. linyeh]. ku/macacang di buruan, /23v/ nguliling asup ka wangun, ngadungkuk di palu(ng)guhan, disiwi teher samadi. [ms. dibiwi] Ku ngaing dirarasakeun, ku ngaing dititineungkeun, beunang aing adu angka, nu mangka kasorang tineung.
(Setelah aku beribadah dengan menyapu, menyapu sampai bersih (?), pekarangan di sekitar, aku mendatangi bangunan-bangunan dan memasukinya, duduk dalam kesunyian, memberikan penghormatan (?) dan bermeditasi. Olehku diresapi, olehku dinanti-nanti, apa hasil dari tujuanku, apa yang menyebabkan penantianku.)

Ku ngaing dipajar inya langgeng tita deung purusa, nya mana kasorang tineung.
(Aku menyebutnya keabadian, kekal bersama zat teragung, yang memenuhi maksud penantianku.)

Kena kitu nu ti heula, guna sang mahapandita, nu bisa mu(n)cakkan tapa, milih miji di sarira, ngawastu rasa wisesa, nurutkeun sakaja(n)tenna, ha(n)teu kabawa ku warna, atos alot rasa, laksana mahapurusa, nya mana pam(i)yaktaan. [ms. Nyu]
(Karena sebelum adanya diriku, kebaikan dari orang bijak, yang mampu menyadari pertapaan tertinggi, memilih berkonsentrasi pada diri sendiri, untuk memahami pengindraan tertinggi, dengan mengikuti penciptaan diri yang sesungguhnya, tidak dapat terbawa oleh warna [penampilan fisik], penuh dengan keberanian, hati yang kuat, seperti manusia suci yang agung, yang menunjukkan bukti jelas dari itu.)

A(ng)geus ngudian sarira, Rakaki Bujangga Manik ngaler ngidul marat nimur, di tengah kapala cakra, nyiar pigeusaneun matuh, nyiar lemah pamutian, nyiar cai / pamorocoan, /24r/ pigeusaneun aing paeh, pigeusaneun nu(n)da raga.
(Setelah exerting dirinya sendiri, Bujangga Manik yang terhormat menuju utara, selatan, barat, dan timur, di pusat dari titik puncak, mencari tempat untuk tinggal, mencari tempat untuk bertapa (?), mencari air untuk tenggelam, tempat untuk mati bagiku kelak, tempat membaringkan tubuh.)

Di (i)nya aing teu heubeui, satahun deung sataraban.
(Dsana aku tidak tinggal terlalu lama, selama setahun lebih.)

Meding katepi ku are, datang nu ti lala(n)deuhan, Meding waya na banycana
(Terlalu sering aku dikunjungi orang asing, oleh orang-orang yang datang dari bawah, terlalu banyak godaan.)

Sadiri aing ta inya, leu(m)pang aing ngaler barat. Tehering milangan gunung: itu ta bukit Karesi, itu ta bukit Langlayang, ti barat na Palasari.
(Sepergiku dari sana, berjalanlah aku ke utara-barat, melihat pegunungan: itulah Gunung Karesi, itulah Gunung Langlayang, di baratnya Gunung Palasari.)

Ngalalar ka bukit Pala. Sadatang ka kabuyutan, meu(n)tas di Cisaunggalah, leu(m)pang aing ka baratkeun, datang ka bukit Pategeng, sakakala Sang Kuriang, masa dek nyitu Ci-Tarum, burung te(m)bey kasiangan.
(Berjalan melewati Gunung Pala. Setiba ke tempat suci, menyeberangi Sungai Cisaunggalah, aku berjalan ke barat, tiba di Gunung Pategeng, peninggalan Sang Kuriang, ketika akan membendung Citarum, tetapi gagal karena matahari keburu terbit.)

Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, meu(n)tas aing di Cihea, meu(n)tas aing di Cisokan, datang ka lurah Pamengker.
(Telah kulalui daerah itu, aku menyeberangi Sungai Cihea, aku menyeberangi Sungai Cisokan, pergi ke daerah Pamengker.)

Cu(n)duk aing ka Mananggul, ngalalar ka Li(ng)ga Lemah.
(Tibalah aku di Mananggul, berjalan melewati Lingga Lemah.)

Tuluy datang ka E/ronan, /24v/ na(n)jak ka Le(m)bu Hambalang.
(Lalu aku pergi ke daerah Eronan, mendaki [Gunung] Lembu Hambalang.)

Sadatang ka Bukit Ageung, eta hulu Ci-Haliwung, kabuyutan ti Pakuan, sanghiang Talaga Wama: / /0/ /
(Setiba di Gunung Ageung, itu hulu Sungai Ciliwung, tempat suci dari Pakuan, danau suci Sanghiang Talaga Warna:)

"Euh, kumaha awaking ini! Mu(ng)ku nyorang tulus datang, ngahusir ka i(n)dung bapa, ngahusir ka pa(ng)guruan!"
(“Oh, bagaimana nasibku! Aku tidak akan dapat melanjutkan perjalanan, mengunjungi ibu dan ayahku, mengunjungi tempat guruku!”)

Awaki(ng) ka Hujung Kulan, ja rea hadanganana. Leu(m)pang aing nyangkidulkeun, ngahusir bukit Bulistir. Eta hulu Cimari(n)jung, sakakala Patanjala, 1365 ma(n)ten burung ngadeg ratu.
(Aku pergi ke Ujung Kulon, karena di sana banyak hal yang menunggu. Aku berjalan menyelatan, melanjutkan perjalananku ke Gunung Bulistir. Itu hulu Sungai Cimarinjung, peninggalan Patanjala, ketika ia gagal menjadi raja.)

Di (i)nya aing teu heubeul, satahun deung sataraban.
(Dsana aku tidak tinggal lama, selama satu tahun lebih.)

Meding katepi ku are, datang nu ti lala(n)deuhan, meding waya na banycana.
(Terlalu sering aku didatangi orang asing, oleh orang-orang yang datang dari bawah, terlalu banyak godaan datang.)

Sadiri aing ti inya, leu(m)pang aing ngidul wetan, meu(n)tasing di Cimari(n)jung, meu(n)tasing di Cihadea, meu(n)tasing di Cicarengcang, /25v/ meu(n)tas aing di Cisanti. Sana(n)jak ka Gunung Wayang, sadiri aing ti inya, cu(n)duk ka Mandala Beutung, ngalalar ka Mulah Beunghar, nyanglandeuh ka Tigal Luar, ka tukang Bukit Malabar, kagedeng Bukit Bajoge.
(Sepergi aku dari sana, aku pergi ke baratdaya, menyeberangi Sungai Cimarinjung, menyeberangi Sungai Cihadea, menyeberangi Sungai Carengcang, menyeberangi Sungai Cisanti. Seturun dari Gunung Wayang, dan pergi dari sana, aku sampai di Mandala Beutung, berjalan melewati Mulah Beunghar, turun ke Tigal Luar, dibelakang Gunung Malabar, yang diapit oleh Gunung Bajoge.)

Sacu(n)duk ka Gunung Gu(n)tur, ti wetan Mandala Wangi, nu awas ka Gunung Ke(n)dan, ngalalar ka Jampang Manggung.
(Sesampai di Gunung Guntur, di timur Mandala Wangi, yang menghadap Gunung Kendan, aku pergi melewati Jampang Manggung.)

Sadatang ka Mulah Mada, ngalalar ka Tapak Ratu, datang ka Bukit Patuha, ka sanghiang Ranca Goda.
(Setiba di Mulah Mada, melewati Tapak Ratu, pergi ke Gunung Patuha, ke tempat suci Ranca Goda.)

Dipunar dijian batur, kapuruyan ku mandala.
(Aku membangunnya kembali dan menjadikannya tempat pertapaan, yang disari oleh mandala [?].)

Di inya aing teu heubeui, satahun deung sataraban.
(Di sana aku tidak tinggal terlalu lama, hanya setahun lebih.)

Sadiri aing [ti i] ti inya, sacu(n)duk ka Gunung Ratu, sanghiang Karang Carengcang. Eta hulu na Cisokan, la(n)deuhan Bukit Patuha, heuleut-heuleut Li(ng)ga Payung, nu / awas ka Kreti Haji. /25v/
(Setelah kuberangkat dari sana, sesampai di Gunung Ratu, di Karang Carengcang yang suci. yang merupakan hulu sungai Cisokan, berjalan menuruni Gunung Patuha, setengah jalan menuju Lingga Payung, yang menghadap ke Kreti Haji.)

Momogana teka waya: neumu lemah kabuyutan, na lemah ngali(ng)ga manik, teherna dek sri ma(ng)liput, ser manggung ngali(ng)ga payung, nyanghareup na Bahu Mitra.
(Sungguh di sana: aku menemukan tempat suci, tempat dengan lingga bertakhta intan permata, kilapnya menutupi lingga itu (?), rising upwards, menjadi lingga payung, menghadap Bahu Mitra.)

Ku ngaing geus dibabakan, dibalay diu(n)dak-u(n)dak, dibalay sakulili(ng)na, ti ha(n)dap ku mu(ng)kal datar, ser manggung ku mu(ng)kal bener, ti luhur ku batu putih, diawuran manik.
(Olehku telah dibangun tempat tinggal baru, direkatkan dalam beberapa tingkat, disambung sekelilingnya, bagian bawah beralaskan batu pipih, menghadap ke atas dari arah batu yang berdiri (?), bagian teratas oleh marmer, bertaburkan intan permata.)

Carenang heuleut-heuleutna, Wangun tujuh guna aing, padangan deung pakayunan, deungan la(m)bur pameupeuhan, roma hiang patengtongan.
(berkilauan di antara mereka, tujuh bangunan untuk keperluanku, sebuah dapur dan tempat kayu bakar, dan juga tempat untuk menebah, dua bangunan berdiri di jalan (?).)

La(m)bur ta dua ngadengdeng. Taman mihapitkeun dora, tajur eukeur ngara(m)pesan, eukeur dek sereng dibuah. na keke(m)bangan sariang.
(Lumbung dua berjajar taman di kiri-kanan gerbang, dengan tanaman yang melambai, yang akan segera berbuah, bunga-bunga sedang mekar penuh.)

Na wangun teu acan bobo, balay ha(n)teu / acan urug / 0 / 26r /
(bangunan-bangunan tersebut masih utuh, paviliun tersebut masih bagus.)

/Sate(m)bey datang ka masa, datang ka ukur-ukuran, ditapa salapan tahun, kasapuluh pa(n)teg ha(n)ca. Awak eukeur beurat pading, eukeur meujeuh ngara(m)pesan.
(Ketika waktunya tiba, telah sampai pada waktu yang tepat setelah sembilan tahun melaksanakan pertapaan, pada tahun kesepuluh tugas-tugas telah terpenuhi, tubuh ini berat, dalam bentuk yang sempurna.)

Lamun bulan lagu tilem, panon poe lagu surup, beurang kasedek ku wengi, tutug tahun pa(n)teg hanca, nu pati di walang suji, nu hilang di walang sanga, awak nya(m)pay ka na balay, mikarang hulu gege(n?)dis, paeh nyanghulu ka lancan.
(Ketika bulan segera terbenam, matahari muncul pada waktunya, siang digantikan malam, tahun berakhir, tugas terpenuhi, yang sudah mati di Walang Suji, yang membusuk di Walang Sanga, tubuh beristirahat kembali di atas dipan, dengan gegendis sebagai bantal, meninggal, menghadap kepada hal yang sebaliknya.)

Pati aing ha(n)teu gering, hilang tanpa sangkan lara, mecat sakeng kamoksahan.
(Aku mati tanpa penyakit, meninggal bukan karena penderitaan, aku telah dilepaskan melalui pembebasan terakhir.)

Diri na ad wisesa, mangkat na sarira ageung, ngaloglog a(ng)geus nu poroc.
(Roh pergi, kepribadian pergi, apa yang bebas dilepaskan.)

Atma mecat ti pasa(m)bung, ad mecat ti na atma, pahi masah kaleu(m)pangan. //26v/
(Jiwa dilepaskan dari ikatannya, sari pati kehidupan dilepaskan dari jiwa, sama-sama terpisahkan dan hilang.)

Ragaing nyurup ka petra, kaliwara jadi dewa, pasa(m)bung nyurup ka suwung.
(Tubuhku memasuki dunia yang mati, berharap (?) menjadi dewa, ikatan penghubung memasuki kehampaan.)

Atmaing dalit ka lentik, sarua deungeun dewata.
(Jiwaku buyar menjadi tak terlihat, sama dengan dewata.)

Tuluy nyorang jalan caang, neumu jalan gede bongbong.
(Kemudian aku berjalan di atas jalan luas, menemukan jalan yang terbuka luas.)

U(ng)gal sa(m)pang dila(m)buran, laun lebak dicukangan, sumaray ditata(ngga)an, malereng dipasigaran.
(Setiap persimpangan dilengkapi dengan bangunan, semua jurang memiliki jembatan, lereng dengan anak tangga, turunan dengan pijakan tersusun.)

Tapak sapu beres keneh, bare(n)tik marat nimurkeun. Golang-golang situ mu(ng)kal, patali patalu(m)bukan.
(Jejak-jejak dari sapu masih bisa terlihat, melengkung ke arah timur dan barat. paviliun, bendungan dan bebatuan, terhubung dalam deretan yang panjang.)

Ke(m)bang patah cumare(n)tam, nambuluk apuy-apuyan, Tajur pinang pumarasi, pinang tiwi pinang ading, pinang tiwi kumarasi, pinang ading asri kuning.
(Bunga patah tumbuh berdekatan, bersinar (?) seperti kembang api. Pohon pinang tumbuh seperti paras, pinang tiwi dan pinang gading, pinang tiwi yang sedang mekar penuh, pinang gading bersinar kekuning-kuningan.)

Di tengah bantar ngajajar, ha(n)juang sasipat mata, ha(n)deuleum salaput hulu, ha(n)dong bang deung ha/(ndong),
(Di tengah-tengah pinggiran sungai terulur, hanjuang tumbuh sampai mata manusia, handeuleum tumbuh setinggi manusia, handong merah dan handong,)

"(ha)/at di janma sajagat, /28v? / biha(ri) basa ngahanan, masa di madiapada?"
(“...apakah kau mencintai semua manusia di dunia, ketika kau masih hidup, saat ada di dunia?”)

Rakaki Bujangga Manik 1505 ngarasa maneh ditanya. Umun teher sia nyebut, ne(m)balan sakayogyana, nyarek sakaangen-angen, [ms. se-] nembalan sang Dorakala:
(Bujangga Manik yang terhormat merasa seperti sedang ditanyai. Dengan penuh hormat ia berbicara, menjawab dengan sopan, berbicara menurut kata hatinya, menjawab Dorakala:)

"Mumul ma(ng)nyarekkeun maneh, sugan bener jadi belot, sugan ra(m)pes jadi gopel, sugan so(r)ga jadi papa,
(“Aku tidak ingin membicarakannya, agar yang benar tidak menjadi salah, agar yang baik tidak menjadi buruk, agar surga tidak menjadi neraka.)

Sugan pangrasa ku dapet, sugan pangrasa ku te(m)bey, [ms. -biy] Mumul misaksi na janma, pangeusi buana ini, janma di madiapada. Sariwu saratus tu(ng)gal, kilang sahiji mo waya, janma nu teteg dicarek.
(Agar kesimpulan mudah dipahami (?), Agar kesimpulan tidak datang dari awal (?). Aku menolak untuk memanggil saksi dari manusia, penghuni dunia ini, semua orang di tengah-tengah dunia. Di antara seribu seratus satu, bahkan tidak ada satu pun, manusia yang perkataannya dapat dipercaya.)

Rea nu papa naraka, kilang dewata kapapas, ku ngaing dipajar renyeh, ja daek milu ngahuru, / /29r/ ja daek dibaan salah, ku nu dusta jurujana.
(Terdapat banyak penjahat, bahkan dewa diperangi (oleh mereka), aku menganggap mereka tidak dapat diandalkan, karena ingin ikut dalam api yang membakar, karena mereka akan tersesatkan, oleh mereka yang jahat.)

Kucawali he(ng)gan hiji: saksiing sanghiang beurang, saksiing sanghiang peuting, candra wulan deungeun we(n)tang, deungeun (sang)hiang pratiwi.
(Hanya ada satu pengecualian: siang hari yang suci adalah saksiku, malam yang suci adalah saksiku, bulan dan bintang, dan bumi pertiwi yang suci.)

Itu nu ngingu mireungeuh: pratiwi nu leuwih ilik, akasa nu liwat awas, hidep nu nyaho dibener.
(Mereka yang memelihara dan melihat: bumilah yang lebih mengamati, langitlah yang lebih memerhatikan, kamulah yang tahu mana yang benar.)

Inya nu ngingetkeun rasa, itu nu ngingu na bayu, eta nu milala sabda, inya nu mireungeuh tineung, nu milala tua(h) janma, bisa di belot di bener, [ms.-bener] nyaho di gopel di ra(m)pes. He(ng)gan sakitu saksiing."
(Mereka yang mengingat rasa, mereka yang menjaga kekuatan utama, mereka yang memerhatikan kata-kata, mereka yang mengamati pikiran, menjaga sifat asli manusia, mengerti salah dan benar, mengetahui buruk dan baik mereka itulah saksiku.”)

Carek aki Dorakala: "Samapun, sanghiang atma.”
(Dorokala yang mulia berkata: “Dengan segala hormat, jiwa yang suci.)

Mu(ng)ku aing mirebutan, [ms. -rehut-] ja na rua mu(ng)ku samar.
(Aku tidak akan mendebat, karena wujudmu tidaklah kabur.)

Na awak herang ngale(ng)gang, na rua diga dewata, kadi asra kadi manik.
(Tubuhmu bersih dan bercahaya, terlihat seperti dewa, seperti intan, seperti permata.)

Na awak mum ti candu, mahabara ti candana, / /29v/ amis ti kulit masui.
(Tubuhmu lebih wangi dari candu, lebih berarti dari kayu cendana, lebih manis dari kulit kayu masui.)

Kitu pamulu nu bener, eta na ki(ng)kila so(r)ga.
(Benar-benar wujud seorang yang benar, yang menunjukkan makhluk surga.)

Samapun sanghiang atma, rakaki Bujangga Manik, leu(m)pang sakarajeun-rajeun, sia ka na kaso(r)gaan.
(Dengan segala hormat, jiwa yang suci, yang terhormat Bujangga Manik, pergilah seperti yang kau mau, kamu boleh pergi ke surga.)

Samu(ng)kur aing ti inya, leu(m)pang na(n)jak nyangto(ng)gohkeun, husir keh na taman herang, dibalay ku p(e)ramata. Pa(n)curan ta(m)baga sukia, cangkorah salaka pirak, ditungtung ku cudiga, pesek dipopokan omas, panyi(m)beuh u(n)dem salaka.
(Setelah meninggalkan tempat itu, pergilah mendaki, menanjak, menuju taman yang bening, beralaskan permata. Pancuran dari perunggu bercahaya, dengan kolam dari perak, berakhir pada sebuah cerat, tempat cuci dilapisi emas, dengan gayung dari bejana perak.)

Ma(n)di ngabreseka maneh, nu ma(n)di ngalaan kesang.
(Mandi dan membersihkan diri, yang mandi membersihkan keringat.)

A(ng)geus ma sia nu ma(n)di, ulah karatakeun teuing, sia di na taman herang.
(Setelah kau selesai mandi, jangan berkelana terlalu jauh, kau di dalam taman bercahaya itu.)

Aya ra(m)pes na husireun: husir la(m)bur ngurung jalan, dilulurung beusi wulung, diselang deung purasani, dipaseuk ku beusi kebel, tihang gading beunang ukir, tatapa/kan goong Jawa, / 30r / dibalay ku kaca cina, diselang ku batu kresna,
(Ada sebuah tempat indah yang dituju: pergilah menuju bangunan yang dekat dengan jalan, terbuat dari besi hitam, dipadukan dengan besi magnet, dipasak besi yang tahan lama, tiang gading ukiran, disangga oleh gong Jawa, bertatahkan kaca Cina, dipadu dengan batu kresna,)

dip.p g. g.rust.1., diselang deungeun pramata, mipainikul pirak apu, dilayeusan ku aduan mihateup sirap ta(m)ba(ga), mipamaras omas ngora, disarean ku panamar, dipiwaton omas kolot, diselang ku pirak apu, dijeujeutan omas cina, diselang deung kawat jawa.
(....dipadukan dengan permata, dengan bendul perak seperti batu kapur, dengan kasok terbuat dari .....beratapkan ubin-ubin perunggu, yang berpasak emas, dengan lantai yang dilapisi dengan rumbai emas hitam, dipadukan dengan perak putih seperti batu kapur, yang diikat dengan emas Cina, bergantian dengan kawat Jawa.)

Eu(n)teun jawa dipaheutkeun, u(ng)gal tihang lambureta.
(Cermin Jawa dipasangkan, di setiap tiang bangunan.)

Dinya paranti dihias, memeh nyorang kasorgaan, di inya na pihiaseun, 1600 naha ngaran(n)a ku ha(n)teu? Eu(n)teung jawa pinarada, sisir gading batri ngukir, paminyakan kaca cina, eusina lenga wangsana,
(Di situ perabot dihias, sebelum pergi ke surga, di sanalah tempat berhias, apa yang tidak tersedia di sana? cemin Jawa bersepuh emas sisir dari gading berukir, satu gelas minyak Cina isinya ....)

Kapur barus di na cupu, bunga resa di na juha, dedes di na u(ng)keb gading, candana mum sacupu, pucuk / .... /30v
(kapur barus dalam guci, bunga resa di jambangan, zat kelenjar rusa jantan dalam belanga dari gading, guci penuh wewangian kayu cendana, sepucuk ....)

... /tresna. /31v?/ Rakaki Bujangga Manik, tuluy dirawu dipangku, dials dipagantikeun, diu(ng)gahkeun ka sudangan, ti sudangan ka wangsana, wangsana carana gading, tu(m)pak di camara putih, camara lili(ng)ga omas, dikikitiran ku mirah, diwe(n)tang-we(n)tang ku omas, dipuncakan manik[a] asra, dibalay ku mutenghara, diselang pramata mirah, pramata ko(m)bala hi(n)ten, sarba e(n)dah sagala.
(...cinta. Bujangga Manik yang terhormat lalu diangkat dipangku, dibawa dari lengan satu ke lengan lainnya, dibawa ke atas panggung (?), dari panggung ke tandu, tandu yang dihiasi gading, berkendara di atas sapi putih, dengan kipas bergagang emas, berkelap-kelip oleh batu rubi, bertakhtakan emas, dengan batu mirah dan permata di atasnya, bertatahkan mutiara, berpadu dengan permata dan batu rubi, batu mirah, batu-batu beharga dan intan, semuanya serba indah.)

Carita Darma Kancana, ti manggung kula(m)bu hurung, ti ha(n)dap kulambu le(ng)gang, paheutna naga pateungteung, di tengah naga werati, ti handap naga paheu(m)pas, Werak ngigel di puncakna, na sarba e(n)dah sagala, liwat na sarba mulia, atita amahabara, murug mu(n)car pakatonan, branang siang sarba wama, gumilap luma / rap-larap. /32r/
(Cerita Darma Kancana, di atas tirai yang bercahaya, di bawah tirai yang tembus pandang, terpasang pada mereka naga yang berhadapan satu sama lain, di tengah-tengah naga-naga yang ..., di bawah naga-naga yang bertemu, seekor merak yang menari di atasnya, semua serba indah, semua benar-benar tidak ternilai, luar biasa, sangat baik dan hebat untuk dilihat, bersinar dengan segala jenis warna, berkelap-kelip dan bercahaya.)

Sarua sekar pamaja, ruana sanghiang atma, diwereg ku tatabeuhan, goong ge(n)ding diba(n)dungkeun, gangsa pabaur deung caning, tatabeuh(an) sareana, sanghiang pabura(n)caheun, gangsa rari dirindukeun, sa(m)peuran aluy-aluyan, payung hapit sutra keling, tunggul bungbang kiri kanan, lu(ng)sir putih ngaba(n)daleuy, unyut mungpung sama dulur, bitan ku(n)tul sri manglayang,
(Seperti bunga pamaja wujud dari jiwa suci, diramaikan oleh tetabuhan, gong dan gending yang diperdengarkan, simbal perunggu dicampur dengan caning, semuanya tetabuhan alat-alat musik suci, Alat musik suci paburancaheun, simbal rari dimainkan, gong ditabuh, payung-payung dengan sutra keling [India], bendera bambu kiri dan kanan, barisan panjang sutra putih, unyut yang berlimpah, seperti burung kuntul yang terbang indah.)

Payung lu(ng)sir puncak gading, payung ke(r)tas puncak omas, payung hateup sutra keling, galewer parada cina, na banteuleu ratna ureuy, taluki ratna kancana, camara lili(ng)ga omas, tapok terong omas ngora, pu(n)cak mirah naga ra(n)tay, pajale ratna sumanger, kilat padulur deung teja, diliung nu kuwung-kuwung, di i/(nya?) .... /32v/
(Payung sutra, gading di atasnya, payung kertas, emas di atasnya, payung hateup dari sutra keling, gorden dengan sepuhan Cina, dihiasi permata yang bergantungan, satin dengan permata dan emas, kipas dengan gagang emas, cahaya keemasan kelopak terong, di atasnya batu rubi, naga-naga yang merantai, pajale permata sangat bermanfaat, petir berteman cahaya surgawi, dikelilingi pelangi, di sana ...).





*)Wahyu Wibisana, Lima Abad Sastra Sunda-Sebuah Antologi, Geger Sunten, 2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU

KEBERLANGSUNGAN

Sedekah(Bisa Menunda Kematian)
KLCK aja ICON dibawah untuk Baca berita
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...