Gugon Tuhon
GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (8): KEBERSIHAN DAN KESEHATAN PERORANGAN
maka perilaku kebersihan kita pun juga banyak aturannya, khususnya mengenai kebersihan dan kesehatan perorangan (personal hygiene).
Di bawah adalah beberapa contoh perilaku yang perlu diperhatikan setidaknya pada jaman dulu, karena pada masa sekarang hal-hal tersebut sudah tidak banyak lagi yang kita lakukan terkait dengan kemajuan kesehatan masyarakat itu sendiri baik di perkotaan maupun pedesaan.
A. CARI KUTU
Sekarang tidak banyak lagi orang punya kutu di kepalanya demikian pula kutu di pakaian. Dulu khususnya wanita, cari kutu adalah kegiatan rutin sehari-hari sambil ngobrol dengan sesama kelompok cari kutu. “Serit” adalah semacam sisir yang gigi-giginya amat rapat merupakan senjata utama untuk mencari kutu. Dengan menggunakan serit untuk menyisir dan menyusuri rambut, kutu maupun telurnya (disebut “lingsa”) akan nyangkut di serit.
1. AJA SOK SASERIT ING WAYAH BENGI, IKU ANDHANDHANG MATINE WONG TUWA
Mencari kutu dengan “serit” pada malam hari punya risiko kutunya “mletik” (meloncat) dan jatuh di kain. Amat susah mencarinya. Disamping penerangan kurang bagus, ukuran kutu juga amat kecil. Akibatnya kutu juga hidup di pakaian, masalah pun bertambah. Ancamannya: Dianggap mendoakan orang tua cepat mati.
2. AJA SOK PETAN JARIT UTAWA KATHOK, MUNDHAK NYEBELI WONG GOLEK DHUWIT
Adanya kutu di pakaian (kain atau celana) merupakan indikator bahwa pemiliknya pemalas dan kurang menjaga kebersihan kepala sehingga kutu kepala sempat migrasi ke pakaian. Bisa juga dikarenakan melanggar larangan berserit di malam hari (butir 1 di atas)
3. ESUK-ESUK AJA PETAN, MUNDHAK NYEBELI WONG GOLEK DHUWIT
Banyak hal yang harus dikerjakan pada pagi hari. Kalau pagi-pagi sudah “petan” (cari kutu) akan banyak pekerjaan penting yang terbengkalai. Oleh sebab itu dikatakan “nyebeli wong golek dhuwit”
4. AJA NGUWISI YEN PETAN DURUNG MUBENG, MUNDHAK KETIBAN EPANG
“Petan mubeng” adalah petan paripurna. Artinya merata di seluruh kepala. Kalau baru sebelah yang diselesaikan kemudian sebelah kepala yang lain ditunda, berarti tidak tuntas dalam menyelesaikan pekerjaan. Kutu akan cepat bertambah dalam tempo yang tidak terlalu lama. Ancamannya: Kejatuhan dahan. Orang kota mungkin sulit membayangkan risiko kejatuhan dahan pohon. Tetapi orang desa yang masih akrab dengan kebun dan hutan, dapat memahami hal ini.
5. AJA SOK DHEMEN DHIDHIS, MUNDHAK NGEDOHAKE MALAEKAT
“Dhidhis” adalah pekerjaan menelusuri rambut satu-persatu, siapa tahu menemukan kutu atau telurnya. Bukan khusus “petan” (cari kutu). Ada orang yang menjadi terbiasa “dhidhis”. Sewaktu tidak mengerjakan apa-apa, jari-jari tangannya secara tidak sadar menyusuri helai-helai rambutnya. Pekerjaan yang kelihatannya sepele, tetapi dilihat orang kesannya kurang baik. Seolah-olah ia orang pemalas, hari-hari hanya “dhidhis”. Ancamannya: dijauhi Malaikat.
B. RAMBUT
1. YEN JUNGKATAN AJA AMBUWANG BODHOLAN RAMBUT SAENGGON-ENGGON; BESUK YEN ANA KANANE, MUNDHAK NGRIBEDI ENGGONMU MLAKU MUNGGAH NYANG SUWARGA
Saat sisiran, umumnya ada rambut yang “bodhol” (rontok). Bodholan rambut ini jangan dibuang sebarangan karena setelah mati nanti, akan mengganggu perjalananmu ke Sorga. Ancamannya mengerikan, berarti rontokan rambut merupakan masalah besar. Rambut adalah benda yang amat ringan. Bisa terbang kemana-mana terbawa angin dan bisa jatuh masuk ke makanan. Saat enak-enaknya makan kemudian menemukan rambut walau sehelai dalam sayuran, bisa merusak selera. Mengingat rambut bisa rontok kapan saja dan dimana saja, sekalipun tidak sedang sisiran, sebaiknya kalau kita sedang memasak makanan memakai tutup kepala yang melindungi semua rambut. Risiko juru masak adalah menjadi tertuduh utama kalau ada makanan kemasukan rambut. Oleh sebab itu untuk menakut-nakuti Sorga pun dilibatkan.
2. AJA SOK NGOBONG RAMBUT, MUNDHAK AMBODHOLAKE SING ISIH.
Bau rambut dibakar amat menyengat. Baiknya potongan maupun rontokan rambut dikubur di dalam tanah, supaya tidak beterbangan kemana-mana. Ancamannya disini: rambut yang masih ada (masih bertengger di kepala) akan ikut rontok.
Mengisap jari jelas “ora ilok”. Ini bukan monopoli perilaku anak kecil. Orang dewasa pun ada yang suka “ngemut driji”. Suka mengigit-gigit kuku termasuk kelompok “ngemut driji” juga. Jari yang diisap atau kuku yang digigit tentunya berkubang ludah. OK lah kalau ada yang berkilah: jari jari saya sendiri, ludah ludah saya sendiri, apa salahnya”. Tapi bagaimana kalau kita kemudian mengambil pisang goreng di warung, mengambilnya pun tidak sekali ambil. Pegang dan bolak-balik yang lain cari yang besar? Atau kemudian kita bersalaman dengan teman? Apa tidak merasa dosa? Bisa saja ludah kita membawa bibit penyakit.
2. AJA SOK NGINGU KUKU NGANTI DAWA, MUNDHAK DIENGGONI SETAN
Kuku panjang bisa karena dipiara atau pemiliknya malas memotong. Dipiara atau tidak, kuku adalah barang tajam. Kalau digunakan untuk menggaruk bisa menimbulkan perlukaan walau hanya abrasi mikro yang tidak terlihat mata. Luka bagaimanapun kecilnya membuat kulit tidak intact (utuh) lagi. Bibit penyakit mudah masuk lewat kulit yang seperti ini. Menggaruk kulit waktu tidur diluar kendali kita, baik menggaruknya maupun kekuatan garuknya. Tahu-tahu bangun tidur kulit gurat-gurat merah bekas garukan. Lebih-lebih bagi yang sedang kena penyakit kudis. Luka tambah lebar, kudis cepat menyebar. Ancamannya disini: menjadi tempat tinggal setan. Memang benar dihuni setan, yaitu setan yang mempercepat penyebaran penyakit. Baiknya kita tidak membiarkan kuku menjadi panjang apalagi kotor kehitaman. Orang lain akan jijik melihat kita.
3. AJA AMBUWANG KUKU ING SAENGGON-ENGGON, BESUK ANA KANANE MUNDHAK NGRERIBEDI LAKUMU NYANG SUWARGA
Bayangkan kita melihat potongan kuku tersebar dimana-mana. Pasti timbul rasa jijik. Apalagi kalau kemudian membayangkan bahwa sebelum jadi potongan kuku barang tersebut digunakan untuk melakukan perilaku tidak higienis, misalnya: mengorek lobang telinga, menggosok-gosok mata, garuk-garuk kulit gatal termasuk pantat dan jangan lupa yang satu ini, “ngupil”. Jadi amankan potongan kuku baik-baik dengan cara mengubur. Menakut-nakutinya juga tidak main-main: Mengganggu perjalanan ke Sorga.
D. MELUDAH
AJA SOK DHEMEN NGIDONI, BESUK MUNDHAK SUWING
Jangan suka meludah sebarangan, dengan ancaman: Nanti bibirmu sumbing (suwing). Meludahi sumur merupakan pantangan berat. Meludah merupakan perilaku tidak sopan sekaligus tidak sehat. Layak lah kalau ditakut-takuti dengan “bibir sumbing”. Etika meludah sebenarnya ada, tetapi orang umumnya tidak mengindahkan. Kalau ingin meludah, ya meludah tanpa “empan papan” padahal banyak bibit penyakit yang dibawa oleh ludah.
KESIMPULAN
Gugon tuhon ternyata banyak menyimpan pesan yang benar tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Mulai dari perlakuan kepada bantal, perlakuan kepada tempat tidur, perilaku tidur, perilaku makan dan minum dan perilaku duduk yang telah dibahas pada Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok 1 s/d 8 dan yang dibahas pada judul khusus “kebersihan dan kesehatan perorangan” di posting ini. Sayang bahwa alasannya banyak tidak masuk akal, cenderung dilebih-lebihkan. Bisa jadi orang tua kita dulu tahu bahwa sesuatu hal itu tidak baiik tetapi tidak tahu alasannya, atau yang diberi penjelasan terlalu bebal sehingga baru menurut kalau ditakut-takuti dengan “ora ilok”.
Bagaimanapun kita patut bangga bahwa pada masa itu “pesan-pesan kesehatan sudah menjadi isue utama, dikaitkan dengan tiga hal yaitu: (1) tatakrama (2) Kesehatan perorangan dan (3) Kesehatan masyarakat. Satu yang kurang pas yaitu tentang makanan. Masih banyak pantangan atau larangan makan yang tidak seharusnya demikian. Pesan baik kita adopsi, yang kurang baik kita luruskan. Itulah tugas kita dalam menapaki tantangan jaman (IwMM)
GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (8): KEBERSIHAN DAN KESEHATAN PERORANGAN
maka perilaku kebersihan kita pun juga banyak aturannya, khususnya mengenai kebersihan dan kesehatan perorangan (personal hygiene).
Di bawah adalah beberapa contoh perilaku yang perlu diperhatikan setidaknya pada jaman dulu, karena pada masa sekarang hal-hal tersebut sudah tidak banyak lagi yang kita lakukan terkait dengan kemajuan kesehatan masyarakat itu sendiri baik di perkotaan maupun pedesaan.
A. CARI KUTU
Sekarang tidak banyak lagi orang punya kutu di kepalanya demikian pula kutu di pakaian. Dulu khususnya wanita, cari kutu adalah kegiatan rutin sehari-hari sambil ngobrol dengan sesama kelompok cari kutu. “Serit” adalah semacam sisir yang gigi-giginya amat rapat merupakan senjata utama untuk mencari kutu. Dengan menggunakan serit untuk menyisir dan menyusuri rambut, kutu maupun telurnya (disebut “lingsa”) akan nyangkut di serit.
1. AJA SOK SASERIT ING WAYAH BENGI, IKU ANDHANDHANG MATINE WONG TUWA
Mencari kutu dengan “serit” pada malam hari punya risiko kutunya “mletik” (meloncat) dan jatuh di kain. Amat susah mencarinya. Disamping penerangan kurang bagus, ukuran kutu juga amat kecil. Akibatnya kutu juga hidup di pakaian, masalah pun bertambah. Ancamannya: Dianggap mendoakan orang tua cepat mati.
2. AJA SOK PETAN JARIT UTAWA KATHOK, MUNDHAK NYEBELI WONG GOLEK DHUWIT
Adanya kutu di pakaian (kain atau celana) merupakan indikator bahwa pemiliknya pemalas dan kurang menjaga kebersihan kepala sehingga kutu kepala sempat migrasi ke pakaian. Bisa juga dikarenakan melanggar larangan berserit di malam hari (butir 1 di atas)
3. ESUK-ESUK AJA PETAN, MUNDHAK NYEBELI WONG GOLEK DHUWIT
Banyak hal yang harus dikerjakan pada pagi hari. Kalau pagi-pagi sudah “petan” (cari kutu) akan banyak pekerjaan penting yang terbengkalai. Oleh sebab itu dikatakan “nyebeli wong golek dhuwit”
4. AJA NGUWISI YEN PETAN DURUNG MUBENG, MUNDHAK KETIBAN EPANG
“Petan mubeng” adalah petan paripurna. Artinya merata di seluruh kepala. Kalau baru sebelah yang diselesaikan kemudian sebelah kepala yang lain ditunda, berarti tidak tuntas dalam menyelesaikan pekerjaan. Kutu akan cepat bertambah dalam tempo yang tidak terlalu lama. Ancamannya: Kejatuhan dahan. Orang kota mungkin sulit membayangkan risiko kejatuhan dahan pohon. Tetapi orang desa yang masih akrab dengan kebun dan hutan, dapat memahami hal ini.
5. AJA SOK DHEMEN DHIDHIS, MUNDHAK NGEDOHAKE MALAEKAT
“Dhidhis” adalah pekerjaan menelusuri rambut satu-persatu, siapa tahu menemukan kutu atau telurnya. Bukan khusus “petan” (cari kutu). Ada orang yang menjadi terbiasa “dhidhis”. Sewaktu tidak mengerjakan apa-apa, jari-jari tangannya secara tidak sadar menyusuri helai-helai rambutnya. Pekerjaan yang kelihatannya sepele, tetapi dilihat orang kesannya kurang baik. Seolah-olah ia orang pemalas, hari-hari hanya “dhidhis”. Ancamannya: dijauhi Malaikat.
B. RAMBUT
1. YEN JUNGKATAN AJA AMBUWANG BODHOLAN RAMBUT SAENGGON-ENGGON; BESUK YEN ANA KANANE, MUNDHAK NGRIBEDI ENGGONMU MLAKU MUNGGAH NYANG SUWARGA
Saat sisiran, umumnya ada rambut yang “bodhol” (rontok). Bodholan rambut ini jangan dibuang sebarangan karena setelah mati nanti, akan mengganggu perjalananmu ke Sorga. Ancamannya mengerikan, berarti rontokan rambut merupakan masalah besar. Rambut adalah benda yang amat ringan. Bisa terbang kemana-mana terbawa angin dan bisa jatuh masuk ke makanan. Saat enak-enaknya makan kemudian menemukan rambut walau sehelai dalam sayuran, bisa merusak selera. Mengingat rambut bisa rontok kapan saja dan dimana saja, sekalipun tidak sedang sisiran, sebaiknya kalau kita sedang memasak makanan memakai tutup kepala yang melindungi semua rambut. Risiko juru masak adalah menjadi tertuduh utama kalau ada makanan kemasukan rambut. Oleh sebab itu untuk menakut-nakuti Sorga pun dilibatkan.
2. AJA SOK NGOBONG RAMBUT, MUNDHAK AMBODHOLAKE SING ISIH.
Bau rambut dibakar amat menyengat. Baiknya potongan maupun rontokan rambut dikubur di dalam tanah, supaya tidak beterbangan kemana-mana. Ancamannya disini: rambut yang masih ada (masih bertengger di kepala) akan ikut rontok.
Mengisap jari jelas “ora ilok”. Ini bukan monopoli perilaku anak kecil. Orang dewasa pun ada yang suka “ngemut driji”. Suka mengigit-gigit kuku termasuk kelompok “ngemut driji” juga. Jari yang diisap atau kuku yang digigit tentunya berkubang ludah. OK lah kalau ada yang berkilah: jari jari saya sendiri, ludah ludah saya sendiri, apa salahnya”. Tapi bagaimana kalau kita kemudian mengambil pisang goreng di warung, mengambilnya pun tidak sekali ambil. Pegang dan bolak-balik yang lain cari yang besar? Atau kemudian kita bersalaman dengan teman? Apa tidak merasa dosa? Bisa saja ludah kita membawa bibit penyakit.
2. AJA SOK NGINGU KUKU NGANTI DAWA, MUNDHAK DIENGGONI SETAN
Kuku panjang bisa karena dipiara atau pemiliknya malas memotong. Dipiara atau tidak, kuku adalah barang tajam. Kalau digunakan untuk menggaruk bisa menimbulkan perlukaan walau hanya abrasi mikro yang tidak terlihat mata. Luka bagaimanapun kecilnya membuat kulit tidak intact (utuh) lagi. Bibit penyakit mudah masuk lewat kulit yang seperti ini. Menggaruk kulit waktu tidur diluar kendali kita, baik menggaruknya maupun kekuatan garuknya. Tahu-tahu bangun tidur kulit gurat-gurat merah bekas garukan. Lebih-lebih bagi yang sedang kena penyakit kudis. Luka tambah lebar, kudis cepat menyebar. Ancamannya disini: menjadi tempat tinggal setan. Memang benar dihuni setan, yaitu setan yang mempercepat penyebaran penyakit. Baiknya kita tidak membiarkan kuku menjadi panjang apalagi kotor kehitaman. Orang lain akan jijik melihat kita.
3. AJA AMBUWANG KUKU ING SAENGGON-ENGGON, BESUK ANA KANANE MUNDHAK NGRERIBEDI LAKUMU NYANG SUWARGA
Bayangkan kita melihat potongan kuku tersebar dimana-mana. Pasti timbul rasa jijik. Apalagi kalau kemudian membayangkan bahwa sebelum jadi potongan kuku barang tersebut digunakan untuk melakukan perilaku tidak higienis, misalnya: mengorek lobang telinga, menggosok-gosok mata, garuk-garuk kulit gatal termasuk pantat dan jangan lupa yang satu ini, “ngupil”. Jadi amankan potongan kuku baik-baik dengan cara mengubur. Menakut-nakutinya juga tidak main-main: Mengganggu perjalanan ke Sorga.
D. MELUDAH
AJA SOK DHEMEN NGIDONI, BESUK MUNDHAK SUWING
Jangan suka meludah sebarangan, dengan ancaman: Nanti bibirmu sumbing (suwing). Meludahi sumur merupakan pantangan berat. Meludah merupakan perilaku tidak sopan sekaligus tidak sehat. Layak lah kalau ditakut-takuti dengan “bibir sumbing”. Etika meludah sebenarnya ada, tetapi orang umumnya tidak mengindahkan. Kalau ingin meludah, ya meludah tanpa “empan papan” padahal banyak bibit penyakit yang dibawa oleh ludah.
KESIMPULAN
Gugon tuhon ternyata banyak menyimpan pesan yang benar tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Mulai dari perlakuan kepada bantal, perlakuan kepada tempat tidur, perilaku tidur, perilaku makan dan minum dan perilaku duduk yang telah dibahas pada Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok 1 s/d 8 dan yang dibahas pada judul khusus “kebersihan dan kesehatan perorangan” di posting ini. Sayang bahwa alasannya banyak tidak masuk akal, cenderung dilebih-lebihkan. Bisa jadi orang tua kita dulu tahu bahwa sesuatu hal itu tidak baiik tetapi tidak tahu alasannya, atau yang diberi penjelasan terlalu bebal sehingga baru menurut kalau ditakut-takuti dengan “ora ilok”.
Bagaimanapun kita patut bangga bahwa pada masa itu “pesan-pesan kesehatan sudah menjadi isue utama, dikaitkan dengan tiga hal yaitu: (1) tatakrama (2) Kesehatan perorangan dan (3) Kesehatan masyarakat. Satu yang kurang pas yaitu tentang makanan. Masih banyak pantangan atau larangan makan yang tidak seharusnya demikian. Pesan baik kita adopsi, yang kurang baik kita luruskan. Itulah tugas kita dalam menapaki tantangan jaman (IwMM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU