primbon


Web Site Hit Counters

Sejak:17 Agustus 2013
DAFTAR SAHABAT YG MASUK The truth seeker
Tidak harus menjadi yang pertama,yang penting itu menjadi orang yang melakukan sesuatu dengan sepenuh hati.


Disclaimer:Artikel,gambar ataupun video yang ada di blog ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain,
dan Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber lain tersebut.Jika kami salah dalam menentukan sumber yang pertama,
mohon beritahu kami
e-mail primbondonit@gmail.com HOTLINE atau SMS 0271 9530328

GAMBAR-GAMBAR dibawah ini BUKAN HANYA IKLAN tapi merupakan LINK SUMBER




Bagi sebagian masyarakat yang mengklaim diri sebagai masyarakat peradaban modern,westernism bahkan sebagian yang mengesankan perilaku agamis yakni hanya bermain-main sebatas pada simbol-simbol agama saja tanpa mengerti hakekatnya,dan kesadarannya masih sangat terkotak oleh dogma agama-agama tertentu.Manakala mendengar istilah mistik,akan timbul konotasi negatif.Walau bermakna sama,namun perbedaan bahasa dan istilah yang digunakan,terkadang membuat orang dengan mudah terjerumus ke dalam pola pikir yang sempit dan hipokrit.Itulah piciknya manusia yang tanpa sadar masih dipelihara hingga akhir hayat.Selama puluhan tahun,kata-kata mistik mengalami intimidasi dari berbagai kalangan terutama kaum modernism,westernisme dan agamisme.Mistik dikonotasikan sebagai pemahaman yang sempit,irasional,dan primitive.Bahkan kaum mistisisme mendapat pencitraan secara negative dari kalangan kaum modern sebagai paham yang kuno,Pandangan itu salah besar.Tentu saja penilaian itu mengabaikan kaidah ilmiah.Penilaian bersifat tendensius lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri,kepentingan rezim,dan kepentingan egoisme(keakuan).Penilaian juga rentan terkonaminasi oleh pola-pola pikir primordialisme dan fanatisme golongan,diikuti oleh pihak-pihak tertentu hanya berdasarkan sikap ikut-ikutan,dengan tanpa mau memahami arti dan makna istilah yang sesungguhnya.Apalagi dalam roda perputaran zaman sekarang,di mana orang salah akan berlagak selalu benar.Orang bodoh menuduh orang lain yang bodoh.Emas dianggap Loyang.Besi dikira emas.Yang asli dianggap palsu,yang palsu dibilang asli.Semua serba salah kaprah,dan hidup penuh dengan kepalsuan-kepalsuan.Untuk itulah Warisjati merangkum beragam artikel dari beberapa sumber tentang pengetahuan Budaya dan tradisi di Nusantara yang merupakan warisan para leluhur yang sarat akan makna dan berbagai artikel lainnya yang saling melengkapi.Dengan harapan membangun sikap arif dan bijaksana dan mengambil pelajaran serta pengetahuan dari budaya masa lalu sebagai warisan leluhur di Nusantara ini.

ORANG YANG DENGAN MUDAHNYA MENGATAKAN SESAT KEPADA SESEORANG
ADALAH ORANG YANG TIDAK atau BELUM PAHAM AKAN DIRINYA SENDIRI



Senin, 03 Februari 2014

BABAD CARIYOS LELAMPAHANIPUN R.Ng. RANGGAWARSITA

Primbon 

BABAD CARIYOS LELAMPAHANIPUN R.Ng. RANGGAWARSITA

R.Ng. RANGGAWARSITA

Raden Ngabehi Rangga Warsita (alternatif: Ronggowarsito; lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 15 Maret 1802 – meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 24 Desember 1873 pada umur 71 tahun) adalah pujangga besar budaya Jawa yang hidup di Kasunanan Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa.

Nama aslinya adalah Bagus Burham. Ia adalah putra dari Mas Pajangswara dan cucu dari Yasadipura II, pujangga besar Kasunanan Surakarta. Ayah Bagus Burham merupakan keturunan Kesultanan Pajang sedangkan ibunya adalah keturunan dari Kesultanan Demak. Bagus Burham juga memiliki seorang pengasuh setia bernama Ki Tanujoyo. 
  • Sewaktu muda Burham terkenal nakal dan gemar judi. Ia dikirim kakeknya untuk berguru agama Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari (Ponorogo). Pada mulanya ia tetap saja bandel, bahkan sampai kabur ke Madiun. Setelah kembali ke Ponorogo, konon, ia mendapat "pencerahan" di Sungai Kedungwatu, sehingga berubah menjadi pemuda alim yang pandai mengaji.
  • Ketika pulang ke Surakarta, Burham diambil sebagai cucu angkat Panembahan Buminoto (adik Pakubuwana IV). Ia kemudian diangkat sebagai Carik Kadipaten Anom bergelar Mas Pajanganom tanggal 28 Oktober 1819.
  • Pada masa pemerintahan Pakubuwana V (1820 – 1823), karier Burham tersendat-sendat karena raja baru ini kurang suka dengan Panembahan Buminoto yang selalu mendesaknya agar pangkat Burham dinaikkan.
  • Pada tanggal 9 November 1821 Burham menikah dengan Raden Ayu Gombak dan ikut mertuanya, yaitu Adipati Cakradiningrat di Kediri. Di sana ia merasa jenuh dan memutuskan berkelana ditemani Ki Tanujoyo. Konon, Burham berkelana sampai ke pulau Bali di mana ia mempelajari naskah-naskah sastra Hindu koleksi Ki Ajar Sidalaku.
  • Bagus Burham diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom bergelar Raden Ngabei Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal di penjara Belanda tahun 1830. Lalu setelah kematian kakeknya (Yasadipura II), Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845.
  • Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian.
  • Naskah-naskah babad cenderung bersifat simbolis dalam menggambarkan keistimewaan Ranggawarsita. Misalnya, ia dikisahkan mengerti bahasa binatang. Ini merupakan simbol bahwa, Ranggawarsita peka terhadap keluh kesah rakyat kecil.

      Misteri Kematian
      • Pakubuwana IX naik takhta sejak tahun 1861. Ia adalah putra Pakubuwana VI yang dibuang ke Ambon tahun 1830 karena mendukung Pangeran Diponegoro. Konon, sebelum menangkap Pakubuwana VI, pihak Belanda lebih dulu menangkap juru tulis keraton, yaitu Mas Pajangswara untuk dimintai kesaksian. Meskipun disiksa sampai tewas, Pajangswara tetap diam tidak mau membocorkan hubungan Pakubuwana VI dengan Pangeran Dipanegara.
      • Meskipun demikian, Belanda tetap saja membuang Pakubuwana VI dengan alasan bahwa Pajangswara telah membocorkan semuanya. Fitnah inilah yang menyebabkan Pakubuwana IX kurang menyukai Ranggawarsita, yang tidak lain adalah putra Pajangswara.
      • Hubungan Ranggawarsita dengan Belanda juga kurang baik. Meskipun ia memiliki sahabat dan murid seorang Indo bernama C.F. Winter, Sr., tetap saja gerak-geriknya diawasi Belanda. Ranggawarsita dianggap sebagai jurnalis berbahaya yang tulisan-tulisannya dapat membangkitkan semangat juang kaum pribumi. Karena suasana kerja yang semakin tegang, akibatnya Ranggawarsita pun keluar dari jabatan redaksi surat kabar Bramartani tahun 1870.
      • Ranggawarsita meninggal dunia secara misterius tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia tulis sendiri. Hal ini menimbulkan dugaan kalau Ranggawarsita meninggal karena dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan hari kematiannya.
      • Penulis yang berpendapat demikian adalah Suripan Sadi Hutomo (1979) dan Andjar Any (1979). Pendapat tersebut mendapat bantahan dari pihak elit keraton Kasunanan Surakarta yang berpendapat kalau Ranggawarsita adalah peramal ulung sehingga tidak aneh kalau ia dapat meramal hari kematiannya sendiri.
      • Ranggawarsita dimakamkan di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Makamnya pernah dikunjungi dua presiden Indonesia, yaitu Soekarno dan Gus Dur pada masa mereka menjabat.

      Berkas:Grave of Rangga Warsito, Klaten.jpg
      Karya sastra tulisan 
      Ranggawarsita antara lain,
      • Bambang Dwihastha : cariyos Ringgit Purwa
      • Bausastra Kawi atau Kamus Kawi – Jawa, beserta C.F. Winter sr.
      • Sajarah Pandhawa lan Korawa : miturut Mahabharata, beserta C.F. Winter sr.
      • Sapta dharma
      • Serat Aji Pamasa
      • Serat Candrarini
      • Serat Cemporet
      • Serat Jaka Lodang
      • Serat Jayengbaya
      • Serat Kalatidha
      • Serat Panitisastra
      • Serat Pandji Jayeng Tilam
      • Serat Paramasastra
      • Serat Paramayoga
      • Serat Pawarsakan
      • Serat Pustaka Raja
      • Suluk Saloka Jiwa
      • Serat Wedaraga
      • Serat Witaradya
      • Sri Kresna Barata
      • Wirid Hidayat Jati
      • Wirid Ma'lumat Jati
      • Serat Sabda Jati


      BABAD CARIYOS LELAMPAHANIPUN R.Ng. RANGGAWARSITA

      Putra pujangga nanging mboten mangertos ”alip bengkong”

      R Ng Ranggawarsita punika satunggaling pujangga ageng ing nagari Surakarta Hadiningrat. Ing Babad Cariyos Lelampahanipun Suwargi R Ng Ranggawarsita, ingkang kababar dening Komite Ranggawarsita Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kawedalaken dening Balai Pustaka, taun 1979, dipuncariyosaken lelampahanipun sang pujangga tuwin cacariyosan bab kadibyan, kalangkungan sarta kaelokanipun sawatawis.

      Dene pethikanipun serat-serat boten kalebet ing buku babad punika. Miterat andharan ing pambukaning buku, pethikan serat mboten dipunlebetaken amargi saweg bab lelampahanipun kemawon sampun kathah sanget. Isinipun babad punika bab lelampahanipun R Ng Ranggawarsita nalika puruita ngaji dhumateng kitha Ponorogo, saha dhumawahing kaelokan nalika anglampahi kungkum wonten ing lepen Watu laminipun sekawandasa dalu. Kaelokan punika limrahipun dipunwastani wahyuning kapujanggan. Lelampahan wau kacariyosaken wiwit saderengipun dhewasa ngantos dumugi sedanipun sarta mawi dipun dekeki asalsilah sawatawis ingkang nurunaken dhumateng R Ng Ranggawarsita. Nalika sugengipun, R Ng Ranggawarsita dados abdi dalem Kaliwon Kadipaten Anom saka pujangga ageng ing nagari Surakarta Hadiningrat. Nalika dereng dhewasa nama Bagus Burhan. Lairipun ing dinten Senen Legi, tanggal kaping 10, wanci jam 12 siang, wulan Dulkangidah ing taun Be, angka 1728, wuku Sungsang, dewa Sri, Wurukung Uwas, mangsa Jita, windu Sangara. Panjenenganipun punika putra pambajeng M Ng Ranggawarsita, abdi dalem Panewu Carik Kadipaten Anom.

      Nalika R Ng Ranggawarsita lair, M Ng Ranggawarsita taksih dados abdi dalem jajar Carik Kadipaten Anom, nama Mas Pajangswara, kacariyos amargi saking saening swaranipun, nanging lajeng katelah nama Mas Pajangsora, putranipun pambajeng RT Sasatranagara, abdi dalem Bupati Kadipaten Anom saha abdi dalem Pujangga ing nagari Surakarta Hadiningrat.

      Nalika lairipun Bagus Burhan, ingkang embah buyut Kyai Ngabei Yasadipura taksih amenangi ngantos sawatawis taun laminipun. Sareng Kyai Ngabei Yasadipura andungkap badhe seda, RT Sastranagara dipun paringi pangandikan bilih ingkang wayah, Bagus Burhan, ing tembe badhe dados pujangga panutup ing nagara Surakarta Hadiningrat. Dipunngendikakaken ugi bilih samangke misuwuring Bagus Burhan nalika kapatedhan wahyu kapujanggan badhe langkung kaliyan ingkang embah-embahipun. Sanajan ingkang putra sampun boten kekilapan bab punika, ewadene sinamun ing samudana ngatingalaken karenaning panggalihipun. Sasampunipun Bagus Burhan dipun pegeng lajeng kaparingaken dhateng Ki Tanujaya, abdi kinasihipun RT Sastranagara. Ki Tanujaya sakalangkung tresnanipun dhateng Bagus Burhan, makaten ugi Bagus Burhan, tresna sanget dhateng Ki Tanujaya. Rinten dalu sampun boten saged pisah, ngantos kasupen dhateng ingkang rama tuwin ingkang embah. Sareng Bagus Burhan andungkap yuswa 12 taun, keparengipun ingkang embah badhe kapuruitakaken ngaji dhumateng Ponorogo, kapasrahaken dhateng Kangjeng Kyai Imam Besari ing Gebangtinatar. Kyai Besari punika mantu Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Susuhunan Pakubuwana IV, saha sadherek tunggil puruitan kaliyan RT Sastranagara. Ki Tanujaya kadhawuhan ngetutaken lestari dados pamongipun.

      Dumugi Panaraga R Ng Ranggawarsita lajeng sowan Kyai Besari, ngaturaken seratipun ingkang rama RT Sastranagara. M Ng Ranggawarsita kaliyan ingkang rayi, wonten ing Panaraga namung nyipeng kalih dalu, lajeng nyuwun wangsul dhateng nagari Surakarta. Pangintenipun Kyai Besari, Bagus Burhan sampun saged maos Kur’an saha kitab-kitab, dene punika wayah buyutipun pujangga ingkang sampun kasusra asmanipun. Pranyata, Bagus Burhan dereng saget ngungelaken, malah ingkang nama alip bengkong kemawon dereng mangertos babar pisan. Sareng Bagus Burhan anggenipun wonten Panaraga sampun andungkap kalih wulan laminipun, kaliyan para kancanipun sampun sami pundhuh sedaya, malah wonten ingkang supeket kados sedherek tunggil yayah rena. Salebetipun sewulan dumugi kalih wulan wau saben enjing sonten boten nate kendel anggenipun sinau, nanging sedaya ingkang sampun dipun wulangaken boten wonten ingkang kacanthel sakedhik-kedhika, paribasan saben ngadeg sampun kesupen, ngantos andadosaken kakening manahipun ingkang mulang.

      Bagus Burhan tansah nglirwakaken kuwajiban sinau

      Bagus Burhan remenipun ngejak kanca-kancanipun dhaten lepen angupados ulam. Menawi sekinten kantun anggenipun ngaji, kancanipun dipun weling kapurih mamitaken sengadi sakit badanipun.

      Kiai Besari yektosipun sampun wuninga bilih Bagus Burhan mboten majeng dhateng ngaji. Ingkang dipun remeni namung kasenengan ingkang mawi waragad ambeborosi. Sanesipun remen ngupadi ulam, Bagus Burhan ugi remen benthik, bengkat, tor malah salajenipun remen gimer, keplek nganggur-ngangguripun ombak beji tuwin lumah kurep. Sareng ndungkap setaun ing Panaraga, sangunipun Ki Tanujaya sampun nipis. Kapalipun pisan sampun sami dipun sade kangge nguja kekajenganipun Bagus Burhan wau. Bagus Burhan anggenipun sinau sampun langkung setaun. Limrahipun lare ingkang sinau semanten laminipun sampuns aged maos Kitab Al Quran. Mangka, manawi Bagus Burhan, sampun ingkang Quran, dhateng Turutan kemawon dereng katam. Para guru lajeng caos pamrayog dhateng Kiai Besari muwih misahaken Bagus Burhan saking Ki Tanujaya. Ananging Kiai Besari mboten mentala. Ki Tanujaya piyambak rumaos sampun anetepi menapa piwelingipun ingkang embah ingkang kadhawuhaken dhateng Ki Tanujaya piyambah. Dados kawontenanipun Bagus Burhan pancen dede lepatipun Ki Tanujaya. Nguningani Bagus Burhan ingkang sansaya dinten sansaya mbeler, Kiai Besari rumaos kewran panggalihipun. Dadakaning panggalihipun lajeng andhawuhaken para siswanipun sedata supadis njothak dhateng Bagus Burhan.

      Saking sedaya siswanipun Kiai Besari, namung putranipun Bupati Samarata piyambak ingkang boten ngestokaken, taksih wanuh kaliyan Bagus Burhan. Saking mboten wonten kanca ingkang saged dipun ajak dolanan kados sabenipun, wusananipun Bagus Burhan lajeng mempen wonten ing pondhokan kemawon, malah lajeng kamidilepen ajrih ngaji dhateng ngajengan. Ngungingani punika, Ki Tanujaya tuwuh raos welas ing manahipun. Ki Tanujaya lajeng damel rekadaya kawelehipun para lare ingkang sami njothak Bagus Burhan sageda sami ngajak wanuh piyambak, mboten saking dhawuhipun Kangjeng Kiai. Gelaripun anaros dhateng putranipun Ingkang Bupati Samarata, punapa sariranipun kepengin badhe sumerep dhateng lelembut ing Panaraga. Menawi kepengin, Ki Tanujaya sagah badhe nyumerepaken, nanging mawi kajanji sampun ngantos kawuningan Kangjeng Kiai. Wicantenipun Ki Tanujaya dipun sengaja wonten ngajengipun para lare kathah, pamrihipun supados sami kepengina. Ingkang putra Bupati Samarata sakalangkung bingahing manahipun, lajeng daya-daya tumunten dipunsumerepaken. Sanalika ugi lajeng dipun sumerepaken dening Ki Tanujaya. Kalangkunganipun Ki Tanujaya ingkang saged nyumerepaken bangsaning lelembut punika dangu-dangu kamirengan Kangjeng Kiai. Kiai Besari lajeng thukul dedukanipun dhateng Ki Tanujaya, kagalih ananem wiji ngelmu sikir dhareng siswa-siswanipun tuwin dhateng tiyang sanesipun.

      Wusananipun Ki Tanujaya lajeng dipundhawuhi kesah saking Panaraga, dene Bagus Burhan kadhawuhan nilar badhe boten kirang ingkang kadhawuhan angopeni. Ananging amargi sakalangkung tresnanipun dhateng Bagus Burhan, ugi suwalikipun Bagus Burhan sakalangkung tresna dhateng Ki Tanujaya, kekalihipun lajeng sesarengan nilar Panaraga, tumuju dhateng Kedhiri. Kesahipun saking pesantrenipun Kiai Imam Besari kanthi cara sesidheman. Mlampahipun ing wayah dalu. Wonten sambetipun.

      Ing Madiun Bagus Burhan pinanggih bakal sisihanipun

      Lampahipun Ki Tanujaya lan Bagus Burhan dumugi ing tlatah dhusun Mara, anjujug griyanipun tiyang nama Kasan Ngali ingkang kaprenah sedherek misanipun Ki Tanujaya.

      Ki Tanujaya lan Bagus Burhan anggenipun kampir ing dhusun Mara sampun sewulan laminipun. Sareng genep selapan dinten rerem ing dhusun Mara, Ki Tanujaya kaliyan Bagus Burhan lajeng pamitan sedya andumugekaken lampah tumuju nagari Kedhiri. Saking pamrayoginipun Kasan Ngali, Bagus Burhan lajeng badhe katitipaken rumiyin wonten Madiun, ingkang katuju nama Manguncarita, sawijining lurah peken ingkang keras manahipun, watekipun mboten kenging corok-cinorok, dhateng kawanuhan boten angekul nanging boten maelu dhateng tiyang boten gadhah. Namung wulangipun sae, saben tiyang dipunpurih nyambut damel, supados angsal kauntungan ingkang saged langkung dipuntedha sadintenipun. Ki Tanujaya lan Bagus Burhan dipunprayogakaken angentosi rawuhipun Kangjeng Pangeran Adipati Cakradiningrat saking Kedhiri ingkang tansah mampir dhateng griyanipun Ki Manguncarita.

      Salajengipun Ki Tanujaya lan Bagus Burhan tumut Ki Manguncarita dhateng peken. Ki Tanujaya lan Bagus Burhan lajeng dados bakul kalithikan. Anuju sawijining dinten Kangjeng Pangeran Adipati Cakradiningrat sedya marak sowan dhateng Surakarta. Kados adat sabenipun, Kangjeng Adipati ingkang dipundherekaken garwa, putra lan abdi sawetawis, rerem wonten ing griyanipun Manguncarita. Ing kalodhangan punika, Ki Tanujaya saget kepanggih Kangjeng Adipati saha ngaturaken sedaya lelampahanipun Bagus Burhan. Sasampunipun midhanget sedaya aturipun Ki Tanujaya, Kangjeng Adipati ngendika samangke sakonduripun saking Surakarta, Bagus Burhan badhe kabekta dhumateng Kedhiri. Ing kalodhangan rerem wonten griyanipun Manguncarita, putra putrinipun Kangjeng Adipati, nama Raden Ajeng Gombak, kadherekaken embanipun, Nyai Jayasetra, tindak dhateng pasar.

      Wonten ing pasar pinanggih Bagus Burhan ingkang nengga dagangan kalithikan. Raden Ajeng Gombak tumbas supe seser emas. Pawadan punika, Kangjeng Adipati paring paraban dhumateng putra putrinipun, Raden Ajeng Gombak, rare kalithikan lan sinebut Raden Ajeng Kalithikan. Sareng sampun dewasa, Raden Ajeng Gombak punika kadhaupaken kaliyan Bagus Burhan. Lajeng pikantuk nama Raden Ayu Pujangganom, karan Pajang Anom. Dumugi ing Sastranagaran, Kangjeng Adipati ngaturaken lelampahanipun Ki Tanujaya lan Bagus Burhan. Dipunaturaken ugi bilih sapunika kekalihipun mondhok wonten ing Madiun lan sedya badhe kabekta dhateng Kedhiri. RT Sastranagara ngaturaken panuwun dhumateng Kangjeng Adipati. Salajengipun, RT Sastranagara ngejak dhumateng ingkang putra, M Ng Ranggawarsita, inggih ramanipun Bagus Burhan, supados tumut mbangun tapa murih lelampahanipun Bagus Burhan samangkenipun nuwuhaken kabecikan. Wiwit punika RT Sastranagara tansah ngirang-ngirangi sare, cegah guling, makaten ugi M Ng Ranggawarsita.

      Ewadene Ki Tanujaya kaliyan Bagus Burhan ingkang ngantu-antu rawuhipun Kangjeng Pangeran Adipati Cakradiningrat amanggih cuwa. Konduripun Kangjeng Adipati saking Surakarta tumuju Kedhiri mboten rerem wonten ing griyanipun Manguncarita.Ki Tanujaya sanget judhegipun. Wusananipun, Ki Tanujaya kaliyan Bagus Burhan pamit dhateng Manguncarita, sedya andumugekaken lampah dhateng Kedhiri.Lampahipun Ki Tanujaya tuwin Bagus Burhan anggening sami badhe sowan dhateng Kedhiri, sareng sampun angambah margi salebeting wana, kekalihipun lajeng sami bingung, mboten sumerep eler kidul. Dangunipun ngantos tigang dinten tigang dalu. Ing wekdal tigang dinten tigang dalu punika, Ki Tanujaya kaliyan Bagus Burhan mboten nedha, mboten ngombe tuwin mboten tilem.

      Bagus Burham wangsul dhateng Ponorogo

      Awit saking sakalangkung sayahipun anggenipun lumampah wonten salebetipun wana, wusana Bagus Burham (sanes Bagus Burham kados ingkang kaserat saderengipun) dhawah breg, kesambet. Bagus Burham mboten kiyat nandhang sayah, padharanipun luwe, maripatipun arip sanget, gulunipun salit, raosipun ngorong, badanipun gumeter, kringetipun gumrobyos kados tiyang adus.

      Ki Tanujaya lajeng nyenyuwun dhateng Ingkang Adamel Gesang, angeningaken cipta. Sanalika andhatengaken gara-gara angin ageng agegerotan. Sasirepipun angin ageng lajeng katingal wonten teja anggameng wonten sanginggiling Bagus Burham. Saicalipun teja, woten pitulunganing Pangeran. Ki Tanujaya dipunpanggihi tiyang sepuh mangagem sarwi wulung, awewarah dhateng Ki Tanujaya, manawi ing wekdal punika Ki Tanujaya tuwin Bagus Burham sami dereng kala mangsanipun dhateng ing Kitha Kedhiri. Kekalihipun kasuwun sami wangsul malih dhateng Ponorogo. Tiyang mangagem wulung punika paring uninga dhateng Ki Tanujaya bilih samenika dukanipun Kangjeng Kiai Imam Besari sampun lilih. Mila Ki Tanujaya tuwin Bagus Burham kadhawuhan wangsul dhateng ing Kitha Madiun rumiyin. Pawadanipun, utusanipun RT Sastranagara ingkang kadhawuhan madosi Bagus Burham, Ki Jasana, sampun kapanggih kaliyan Kramaleya, utusanipun Kiai Imam Besari ingkang ugi kadhawuhan madosi Bagus Burham. Kekalihipun samenika wonten ing Kitha Madiun. Sasampunipun terang sedaya dhawuhipun, Ki Tanujaya tuwin Bagus Burham kadhawuhan merem lan lajeng kadhawuhan angelekaken maripatipun. Sareng sampun melek, tiyang kalih ngantos sami anjumbul, sarta sakalangkung pangungunipun manahipun, dene Ki Tanujaya tuwin Bagus Burham, sampun ngadeg wonten palataranipun tiyang gadhah damel, tuwin mawi dipun urmati ungeling gangsa gendhing Kebogiro angangkang, sarta lajeng dipunpapagaken kaliyan ingkang gadhah damel.

      Sasampunipun Ki Tanujaya tuwin Bagus Burham sami nedha pisegahan saking ingkang kagungan damel, ingkang badhe kangge angsal-angsal kadamelaken piyambak. Sekul ulam sakroso ageng, mawi ingkung wetah setunggal, pangananipun sakroso ageng. Sareng sampun rampung perlunipun, Ki Tanujaya tuwin Bagus Burham lajeng sami pamitan wangsul dhateng ingkang gadhah damel. Antawisipun jam tiga siyang utawi Asar inggil, lampahipun Ki Tanujaya tuwin Bagus Burham sampun dumugi salebeting Kitha Madiun. Bagus Burham lajeng kepanggih Ji Jasana lan Kramaleya. Kaleresan Bagus Burham boten pangling dhateng Kramaleya. Lajeng sami anyariyosaken lelampahanipun piyambak-piyambak. Boten dipuncariyosaken wontenipun margi, sareng wanci bakda Ngisa, tiyang sekawan sampun dumugi Kitha Ponorogo. Ki Tanujaya, Bagus Burham tuwin Ki Jasana, lajeng sami anjujug ing pondhokan. Namung Kramaleya ingkang anjujug ing griyanipun piyambak. Sareng sampun ngaso lajeng lapur dhumateng Kangjeng Kiai Imam Besari, anggenipun mentas kautus. Dhatengipun Bagus Burham sarowangipun, wekdal semanten ing pondhokan saweg rame-ramenipun para murid sami anderes Kur’an. Sareng sumerep Bagus Burham saha Ki Tanujaya dhateng, anggenipun ngaji lajeng kendel, sami amurugi dhateng palinggihanipun Ki Tanujaya tuwin Bagus Burham. Lajeng sami dipun ajak nedha sesarengan.

      Bagus Burham remen dhateng pandamel maksiyat

      Sawangsulipun Bagus Burham dhareng pondhok ing Ponorogo ingkang kaesuh dening Kangjeng Kiai Imam Besari, pangajinipun saya bibrah, mboten wonten ingkang kalebet ing manah babar pisan.

      Kadhangkala Kangjeng Kiai nylenthik kupingipun Bagus Burham supados temen-temen anggenipun ngaji. Ewadene Bagus Burham boten pisan-pisan anggatosaken dhateng pitutur prayogi. Ingkang dipunremeni namung dhateng padamelan maksiyat. Saben dinten boten gothang keplek yatra kaliyan kanca-kancanipun ingkang ugi sampun kelajeng remen dhateng pandamel maksiyat. Boten ketang dhelik-dhelikan meksa dipun temaha. Tunggil taun kaliyan mantukipun Bagus Burham saking Kitha Madiun, ing Ponorogo kadhatengan paceklik. Sedaya sabin ingkang dipuntanemi sami kaambah ing ama menthek saha lodhoh, sarta walang sangit sapanunggilipun. Warga sami kekirangan pangan. Kangjeng Kiai Imam Besari lajeng parepatan kaliyan para pinisepuh, sami kadhawuhan mbudidaya kados pundi sakecanipun ingkang dipun lampahi. Aturipun para pinisepuh warni-warni. Wonten ingkang gadhah pamanggih paring sumerep dhateng tiyang sepuhipun, wonten ingkang gadhah pamanggih nyuwun biyantu pitulunganipun pamarentah, wonten ingkang gadhah pamanggih setiyar piyambak. Kangjeng Kiai lajeng mutusaken kedah setiyar piyambak.

      Para murid kadhawuhan sami musapir dhateng para priyantun, dhateng para artawan, sarta dhateng para sudagar, menapa dene dhateng sanes-sanesipun ingkang sakinten angendahaken dhateng kabangsan, mawi dipun bektani cathetan kangge tapak asmanipun ingkang sami amaringi. Bagus Burham ugi ndherek lampah musapir punika. Nalika saweg kalih dinten dumugi sewulan, golonganipun Bagus Burham ingkang kapatah musapir, angsal-angsalanipun sami racak-racak kaliyan kancanipun. Ananging dangu-dangu namung angsal sakedhik piyambak. Malah lajeng mboten angsal babar blas, andadosaken pamuring-muringing manahipun juru anampeni. Mila ngantos dipun srengeni kathah-kathah. Bagus Burham sakancaipun rare nenem, saben anglampahi tampi musapir lajeng nyaleweng dolan sakajeng-kajengipun piyambak. Adhakanipun dolan wonten pinggir lepen, sami memet ngupados ulam. Dangu-dangu patrapipun Bagus Burham sakancanipun dipun mireng Kangjeng Kiai. Sanes dinten tampinipun musapir Bagus Burham sakancanipun ingkang tigang golongan sami anglampahi tumemening manahipun. Pamrihipun sami anyadhang angsala pangalembana dhumateng juru anampeni, utawi pangalembananipun Kangjeng Kiai Imam Besari. Saya dangu, Bagus Burham saya boten manah babar pisan dhateng pasinaonipun ngaji. Rinten dalu ingkang dipun agengaken namung dhateng pandamel maksiyat.

      Bagus Burham pana kasusastran lan wegig ngaos

      Ki Tanujaya tuwin Kangjeng Kiai Imam Besari sakalangkung prihatos nguningani kahananipun Bagus Burham ingkang saya dangu namung saya ngagengaken dhateng pandamel maksiyat. Sareng Bagus Burham tetela boten kenging dipun ajar sae, panggalihipun Kangjeng Kiai saya boten sekeca. Wasana Bagus Burham dipuntimbali, lajeng dipundukani. Pandanguning deduka ririh, ananging adamel tatuning manah.

      Bagus Burham wiwit dipun paringi enget dening Pangeran. Gadhah rumaos lingsem sanget dipunparingi pangandika kados makaten wau. Tumunten Bagus Burham wicanten dhateng Ki Tanujaya, bilih anggenipun sinau ngaji mboten tumunten saged, isin mantuk dhateng nagari Surakarta. Midhanget wicantenipun Bagus Burham, manahipun Ki Tanujaya kumepyur. Wekdal punika umuripun Bagus Burham saweg gangsal welas taun. Salajengipun, saben dinten Bagus Burham nyuwun supados Ki Tanujaya angeteraken dhateng Lepen Watu, badhe anglampahi kungkum sakuwawinipun, sarta salebetipun anglampahi, sampun ngantos dipun cawisi barang-barang. Ingkang katedha namung pisang kluthuk mentah, sedinten sedalu sauler. Kalampahan Bagus Burham saben dalu kungkum dhateng Lepen Watu. Sadangunipun kungkum ingkang kaesthi boten wonten malih kajawi nyuwun dhateng Ingkang Damel Gesang tumuntena saged anggenipun sinau ngaji. Anggenipun nglampahi boten kengguh dhateng wewernen ingkang amemengin manahipun, ngantos saged dumugi kawandasa dinten laminipun. Sareng namung kantun sedalu, Bagus Burham dipuntari kaliyan Ki Tanujaya, mangke dipun liwetaken menapa, nanging panedhanipun mangke samangsa sampun mentas saking kungkum, dados jangkep angsal kawandasa dinten. Sareng sampun lingsir dalu Bagus Burham saged tilem sakleran. Salebetipun Bagus Burham tilem, supena dipun panggihi ingkang embah buyut, Kiai Ngabehi Yasadipura. Wonten ing supenan, kadhawuhan mengleng badhe dipun paringi dhawuh. Sareng sampun mengleng, Kiai Ngabehi Yasadipura lajeng lumebet dhateng talinganipun Bagus Burham. Wusana Bagus Burham lajeng nglilir, sarta lajeng mentas amurugi dhateng palinggihanipun Ki Tanujaya. Sasampunipun nedha secekapipun, watawis jam tiga dalu lajeng sami gegancangan mantuk dhateng pondhokan, lajeng andumugekaken tilemipun.

      Satanginipun tilem, tiyang kalih sami rumaos angsal kanugrahaning Pangeran. Bagus Burham kaparingan ilham saged sumerep dhateng kasusastran kalayan boten sarana mawi dipun ajar. Sastra Arab, Jawi, Walandi, satembungipun pisan, lajeng boten rumaos angel maos Kitab Al Kuran dalah samaknanipun pisan. Ki Tanujaya angsal kanugrahaning Pangeran mangertos wicantenipun kutu-kutu walang ataga. Sareng sampun wancinipun dhateng mesjid, Bagus Burham sakancanipun lajeng sami mangkat. Para kancanipun sami ambekta Al Kuran kangge ngaos mangke sabakdanipun subuh. Bagus Burham mbekta Kitab kaliyan Kur’an. Mila sami dipun garapi kancanipun. Sareng sampun dumugi ing mesjid, sadaya lajeng sami wiwit sembahyang kados adat. Dereng sapintena dangunipun, lajeng katungka rawuhipun Kangjeng Kiai. Ing kalodhangan punika, Kangjeng Kiai sanget pangunguning penggalihipun dene ing therekaning lare-lare ingkang sami sembahyang wau wonten lare ingkang sirahipun katingal sumorot kados mawa cahya, ananging Kangjeng Kiai dereng saged nyatakaken sinten ingkang sirahipun mawa cahya wau. Sabakdanipun sembahyang, Kangjeng Kiai lajeng lenggah ing surambi kados adat sabenipun, amariksani para murid ingkang sami ngaji. Pangajinipun Bagus Burham manggen wonten ing wingking piyambak. Ing kalodhangan punika Kangjeng Kiai mireng sakenaning suwantenipun murid saha cethaning pakecapanipun ingkang adatipun boten nate wonten kados ingkang nembe kamirengaken punika. Mila sedaya ingkang ngaji lajeng dipun dhawuhi kendel. Ngajinipun para murid lajeng kadhawuhan gentos-gentos satunggal-satunggal. Sareng urutipun ngaji dhawah Bagus Burham, sadaya kancanipun cingak, amargi suwantenipun bantas kanthi cengkok Buminatan, pakecapanipun aksara cetha boten anyampar, dhumawahing ayat wijang sumeleh. Sedaya sami pathing plongo kados tiyang kamitenggengen.

      Bagus Burham wangsul dhateng Kitha Surakarta

      Kangjeng Kiai Imam Besari sakalangkung ngungunipun nguningani Bagus Burham ingkang sakalangkung sae ngaosipun. Saking saening suwaranipun saha saening lagunipun, ngantos kenging dipunparibasakaken suwaranipun ulem arum aririh, ananging angumandhang turut usuk.

      Sareng anggenipun ngaji sampun kendel, Kangjeng Kiai lajeng andhawuhaken dhateng para pinisepuh saha dhateng murid-murid sedaya, kaparengipun Kangjeng Kiai sapunika Bagus Burham dipunparingi nama Mas Ilham, sarta dipun kersakaken dados badalipun Kangjeng Kiai. Wasana Bagus Burham angsal pangaji-aji ingkang boten beda kaliyan pangaji-ajinipun dhateng Kangjeng Kiai Imam Besari, menapa dene solah bawanipun, lajeng santun salaga angetawisi bilih utusaning tiyang saged. Kawontenan lan kaelokaipun Bagus Burham wau lajeng sumber salebeting kitha Ponorogo. Para ngalim saha para mukmin, menapa dene para santri-santri sakiwa tengenipun ing kitha Ponorogo sami dhateng angalap berkah dhumateng ingkang nembe angsal kanugrahanipun Pangeran wau. Saben dinten boten wonten pedhotipun, malah indhaking pawartos sudaning titipan, kala samanten Bagus Burham wau sami dipun kabaraken panuksmanipun Seh Amongraga. Bagus Burham piyambak sasampunipun anampeni kanugrahanipun Pangeran, remenipun dhateng pandamelan maksiyat lajeng sirna kados dipun saponi. Nakaling manahipun lajeng dados tiyang sareh, alembah manah. Rinten dalu namung tansah anderes Kuran. Saben sewulan ngantos saged katam Kuran rambah kaping sekawan, mila Kangjeng Kiai lajeng ketingal asihipun sayektos.

      Bagus Burham anggenipun wonten ing Ponorogo taksih andumugekaken sawatawis wulan malih, badhe nelasaken piwulangipun Kangjeng Kiai ingkang murakabi dhateng manahipun. Nalika anggenipun nyantrik wonten ing Ponorogo sampun ndungkap sekawan taun, Bagus Burham lajeng nyuwun pamit wangsul dhateng ing negari Surakarta. Kangjeng Kiai kagungan kersa badhe masrahaken Bagus Burham piyambak, ngiras pantes badhe tuwi ingkang raka RT Sastranagara, supados andadosaken leganing panggalihipun. Lampahipun Kangjeng Kiai Imam Besari tuwin Bagus Burham saking Ponorogo dhateng kitha Surakarta kendel wonten ing Panambangan Bacem, angasokaken sarira. Dene Ki Tanujaya ngrumiyini lampah dumugi dalem Sastranagaran. Sareng mireng cariyosipun Ki Tanujaya bab lelampahanipun Bagus Burham ingkang sapunika nembe lerem wonten ing Panambangan Bacem, RT Sastranagara sakaliyan ingkang putra MNg Ranggawarsita sakalangkung bingahipun.

      Ingkang kapatah methuk Kangjeng Kiai Imam Besari tuwin Bagus Burham ing Panambangan Bacem inggih punika MNg Awikrama. Sareng dumugi ing Panambangan Bacem, lajeng angaturaken salam taklimipun ingkang raka, saha angaturaken kasugengan rawuhipun Kangjeng Kiai, menapa dene amaringaken pangestu dhumateng ingkang wayah Bagus Burham. Sasampunipun pepanggihan ing dalam Sastranagaran, RT Sastranagara ngaturaken sakalangung panuwunipun anggenipun Kangjeng Kiai Imam Besari sampun saged anyembadani ingkang dados pangajeng-ajeng panggalihipun. Satelasing atur wangsulanipun RT Sastranagara wau, gangsa mungel Kalaganjur, binarung ing surakipun para putra santana amawurahan. Sasuwuking Kalaganjur, Kangjeng Kiai Imam Besari lajeng dipun acarani lenggah dhahar sakaliyan ingkang raka RT Sastranagara. Sarehning sapunika pangajeng-ajeng manah sampun nama kadumugen, Bagus Burham sampun mantuk sarta angsal kanugrahaning Pangeran, mila sami badhe dipun tetepi angluwari punagi tayuban sakulawarga sadaya. Kala samanten lajeng kadadosaken tayuban. Saking keparengipun MNg Ranggawarsita ingkang kadhawuhan anjoged rumiyin Kramaleya, ingkang anglarihi Ki Tanujaya tuwin Ki Jasana, gendhingipun Cangklek Ponorogo.

      Sinuhun nyobi kalangkunganipun Bagus Burham

      Sawangsulipun Bagus Burham saking Ponorogo, raosing panggalihipun RT Sastranagara kados siniram tirta marta. Ananging labaning kagem bangsa luhur saha priyagung sepuh, sakathahing kabingahan wau boten kawistara ing netra.

      M Ng Ranggawarsita tuwin Nyai Mas Ajeng Ranggawarsita, saking kasoking kabingahan, ngantos kesupen boten angraosaken luwe, arip tuwin ngelak, dene boten kanyanan bilih ingkang putra tumunten dhateng kalayan mbekta angsal-angsal ingkang ageng sanget aosipun. Salajengipun Bagus Burham kapundhut nunggil ingkang embah, RT Sastrangara. Rinten dalu prasasat boten nate pisah kaliyan ingkang embah. Sanajan sampun gadhah dhedhasar kasagedan saha kalangkungan, ewa dene meksa taksih dipun weleg ing kawruh warni-warni dening ingkang embah. Paribasan, kasagedanipun ingkang embah sampun dipuntumplak dhateng Bagus Burham sadaya. Sareng kasagedanipun ingkang wayah sampun kagalih cekap, kaparengipun ingkang embah badhe dipuntetakaken. Tetakanipun kagelar ing dinten Rebo Pon tanggal kaping 12 wulan Jumalakir ing taun Dal 1742. Sareng anggenipun tetak sampun saras, Bagus Burham lajeng kacaosaken suwita dhumateng ing Buminatan. Gusti Panembahan sakalangkung asih dhumateng Bagus Burham. Rinten dalu boten kenging pisah ngadhep Gusti Panembahan. Sanajan taksih lare, ananging sampun saged amrangkani penggalihipun Gusti Panembahan. Sareng pasuwitanipun angsal setaun, lajeng dipunparingi pusaka aji jaya kawijayan. Saking pangandikanipun Gusti Panembahan, pusaka punika wasiyat paring dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana III. Kacariyos aji jaya kawijayan ingkang dipunparingaken Bagus Burham wau sanes aji jaya kawijayan amangsulaken tapak paluning pandhe sisaning gurendha, ananging aji jaya kawijayan amangsulaken samukawis ingkang sedyanipun awon dhateng ingkang sampun gadhah aji jaya kawijayan punika.

      Sawetawis wulan malih lajeng dipunparingi ngelmu kadigdayan, ngelmu kagunan tuwin kanuragan. Bagus Burham wonten ing Buminatan saya kandel pasuwitanipun. Saking asihipun Gusti Panembahan dhateng Bagus Burham, ngantos dipunpameraken raka dalem Sampeyan Dalem, sarta lajeng kasuwunaken ngalap berkah dados siswa Dalem. Sampeyan Dalem ingging sampun amarengaken. Sampeyan Dalem karsa anyobi rumiyin sapinten kalangkunganipun Bagus Burham. Sapengkeripun Gusti Panembahan, Bagus Burham kadhawuhan ngirid dhumateng ing Mantenan utawi Bantenan. Sasampunipun dumugi ing Ngarsa Dalem, pandangu Dalem dhumateng Bagus Burham warni-warni. Sareng pandangu Dalem sampun dumugi, Bagus Burham lajeng kadhawuhan majeng. Sampeyan Dalem lajeng ngasta sangandhapipun kupingipun Bagus Burham. Boten sepintena dangunipun, Bagus Burham sampun lajeng tilem kepati.

      Dhawuh Dalem, Bagus Burham lajeng dipunbuntel mori karangkep pitu, kados caranipun mbuntel mayit. Sareng pambuntelipun sampun rampung, kadhawuhan nglebetaken dhumateng ing bandhosa. Bandhosa lajeng kacemplungaken dhumateng ing bandengan. Sampeyan Dalem lajeng jengkar. Sareng sampun pitung dinten pitung dalu, Bagus Burham kadhawuhan ngentasaken, sarta kadhawuhan ngedalaken saking bandhosa. Sareng bandhosa tuwin morinipun buntel dipun bikak, Bagus Burham ketingalipun kados sampun tilar donya. Sampeyan Dalem kepareng ambisiki dhumateng Bagus Burham. Boten dangu Bagus Burham lajeng nglilir, sarta lajeng saged ngadhep wonten ing Ngarsa Dalem. Dhawuh timbalan Dalem, sapunika kadhawuhan ngaso rumiyin. Sanes dinten badhe wonten dhawuh. Sareng wangsul dhateng Buminatan, Gusti Panembahan sakalangkung ngunguning penggalih uninga warninipun Bagus Burham, dene guwayanipun saya ketingal mindhak sae. Namung badanipun ketingal kera sawatawis.

      Wahyu kapujanggan dhumawah dhateng Bagus Burham

      Sanes dinten Sampeyan Dalem nimbali Bagus Burham supados ngendikan ing ngarsanipun Sampeyan Dalem. Ingkang kadhawuhan ngirid Gusti Panembahan kaliyan RT Sastranagara. Sareng sampun wancinipun, RT Sastranagara methuk Gusti Panembahan, lajeng sami sesarengan sowan malebet. Ingkang ndherekaken malebet namung Bagus Burham piyambak. Sadaya lajeng sami njujug ing Mantenan.

      Sareng sampun wanci jam kalih welas dalu, Sampeyan Dalem lajeng tedhak dhumateng ing bale kambang. Rayi Dalem Gusti Panembahan kaliyan RT Sastranagara tuwin Bagus Burham sami kadhawuhan ndherek dhumateng ing bale kambang. Bagus Burham kadhawuhan majeng dhumateng ngarsa Dalem. Sampeyan Dalem lajeng ndangu, nalika anglampahi dhawuh Dalem kalebetaken ing bandhosa, salajengipun kacemplungaken ing bandengan pitung dinten pitung dalu, punika raos pangraosipun kados pundi, sarta anyumerepi menapa. Unjukipun Bagus Burham, sadaya raos ingkang sampun dipunraosaken, saha sadaya kawontenanipun ingkang sampun dipunsumerepi, sampun dipununjukaken boten wonten ingkang kalangkungan.

      Satelasing pangandikan, Sampeyan Dalem lajeng ndangu dhumateng Bagus Burham, kados pundi wijang-wijangipun dhawuh Dalem ingkang sampun kadhawuhaken. Bagus Burham lajeng angunjukaken uninga sadaya dhawuh Dalem ingkang sampun dipuntampeni. Sadaya unjukipun sami cocog kaliyan panggalih Dalem. Bagus Burham lajeng kadhawuhan angabekti ing Sampeyan Dalem. Gusti Panembahan tuwin RT Sastranagara inggih lajeng sami angabekti. Sampeyan Dalem matedhani pangestu dhumateng Bagus Burham, benjing sapengker Dalem, tuwin satilaripun RT Sastranaga, wahyuning pujangga Dalem badhe dhumawah dhumateng Bagus Burham. Benjing samangsa sampun dados pujangga Dalem, pangreksanipun dhumateng praja Surakarta ingkang tumemen, tuwin ingkang ngatos-atos. Unjukipun Bagus Burham, nuwun sendika. Dhawuh timbalan Dalem, RT Sastranagara tuwin Bagus Burham lajeng kalilan medal. Saunduripun saking ngarsa Dalem, lajeng sami kendel wonten ing Pamantenan malih, angentosi konduripun Gusti Panembahan. Sampeyan Dalem taksih anglajengaken lelenggahan kaliyan rayi Dalem Gusti Panembahan. Sampeyan Dalem angalembana dhumateng kalangkunganipun Bagus Burham. Sarawuhipun ing dalem, Gusti Panembahan tansah nggagas dhawuhing pangandika Dalem, bilih ingkang putra Raden Ajeng Gombak kadhawuhan anarimakaken dhumateng Bagus Burham.

      Sanadyan dhawuh Dalem wau nama nuju panggalihipun Gusti Panembahan, namung pangudaraosing galih, sarehning wekdal punika Bagus Burham wau taksih anyemut gatel, saupami lajeng dipundhaupaken, Gusti Panembahan taksih radi lingsem. Dene kagungan putra mantu dereng dados abdi Dalem. Makaten malih sarehning ingkang putra Raden Ajeng Gombak wau panguwasanipun taksih gumantung ingkang rama piyambak, inggih punika Kangjeng Pangeran Adipati Cakraningrat ing Kedhiri. Kaparengipun Gusti Panembahan, Bagus Burham saderengipun kaparingan tariman ingkang putra badhe kasuwunaken kamirahan Dalem dados abdi Dalem rumiyin. Ananging anggenipun nyuwunaken wau ngentosi sarengan bilih sampun wonten kaparenging karsa Dalem amisudha para kawula Dalem pamagang. Bagus Burham badhe dipunseselaken. Dados boten angatawisi bilih amenggalih sanget dhateng Bagus Burham. Dereng ngantos kelampahan kasuwunaken dados abdi Dalem, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana IV surud. Mila Bagus Burham lajeng kapeksa anyarehaken manahipun. Sajumeneng Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana V, ingkang ngasta paprentahan kadipaten, kasampiraken dhumateng Gusti Panembahan Buninata. Sadangunipun Gusti Panembahan kasampiran panguwasa ngasta paprentahan Kadipaten, Bagus Burham sampun kasuwunaken ganjaran dados abdi Dalem rambah kaping kalih.

      1 komentar:

      1. terimakasih telah mempergunakan salah satu foto kami, kami sangat senang, dan akan lebih senang lagi bila Anda menampilkan sumber foto tsb. ^_^
        http://www.seputarklaten.com/2011/10/zaman-edan-dan-misteri-kematian.html

        BalasHapus

      SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
      JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
      Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
      (Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
      dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
      AKU CINTA NUSANTARAKU

      KEBERLANGSUNGAN

      Sedekah(Bisa Menunda Kematian)
      KLCK aja ICON dibawah untuk Baca berita
      Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...