Laman

Kamis, 23 Januari 2014

P#3 URUT-URUTAN PERNIKAHAN ADAT JAWA SAMPAI DENGAN BOYONG PENGANTEN (NGUNDUH)


P#3 URUT-URUTAN PERNIKAHAN ADAT JAWA SAMPAI DENGAN BOYONG PENGANTEN (NGUNDUH)


BABAK 3
TAHAP SIAGA

Pembentukan panitia dan pelaksana kegiatan yang melibatkan para sesepuh atau sanak saudara.

a. Sedhahan 
Mencakup pembuatan hingga pembagian surat undangan.

b. Kumbakarnan
Pertemuan untuk membentuk panitia hajatan dengan mengundang sanak saudara, keluarga, tetangga, dan kenalan. Termasuk membicarakan rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksana.

c. Jenggolan atau Jonggolan
Calon mempelai melapor ke KUA. Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan, artinya memberitahukan dan melaporkan pada pihak kantor pencatatan sipil bahwa akan ada hajatan pernikahan yang dilanjutkan dengan pembekalan pernikahan.

Prosesi PINGITAN s/d PAHARGYAN
  • Kira-kira 7 hari (dulu 40 hari) sebelum hari pernikahan calon pengantin putri dipingit artinya tidak boleh keluar dari rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon suaminya. Selama masa pingitan calon pengantin putri membersihkan diri dengan mandi kramas dan badannya diberi lulur.

  • Sehari atau dua hari sebelum upacara akad nikah di rumah orangtua calon pengantin putri membuat tratag dan menghias rumah. Kesibukan tersebut biasanya juga dinamakan upacara pasang tarub 


Upacara siraman yaitu memandikan calon pengantin putri dengan kembang telon yaitu bunga mawar, melati dan kenanga dan selanjutnya disusul dengan upacara ngerik. Upacara ngerik yaitu membersihkan bulu-bulu rambut yang terdapat di dahi, kuduk, tengkuk dan di pipi. 
  • Setelah upacara ngerik, maka pada malam hari diadakan upacara malam Midodareni. Calon pengantin putra datang ke rumah pengantin putri dan selanjutnya calon pengantin putra menjalani upacara nyantri. 
  • Pada pagi harinya atau sore harinya dilangsungkan upacara ijab kabul yaitu meresmikan kedua insan antara pria dan wanita yang memadu kasih telah sah menjadi suami istri. 
  • Sehabis upacara ijab kabul dilangsungkan upacara panggih atau temon yaitu pengantin putra dan pengantin putri ditemukan yang berakhir duduk bersanding di pelaminan. 
  • Lima hari setelah akad nikah dan upacara panggih diadakan upacara sepasaran pengantin atau ngunduh mantu apabila disertai dengan pesta. 

Acara Wos sepisan
Pasang BLEKETEPE
Dikiri kanan gapura dipasang  pohon pisang yang sedang berbuah pisang yang telah matang.
Artinya : Suami akan menjadi kepala keluarga ditengah kehidupan bermasyarakat.Seperti pohon pisang  yang bisa tumbuh baik dimanapun dan rukun dengan lingkungan, keluarga baru ini juga  akan hidup bahagia, sejahtera dan rukun dengan lingkungan sekitarnya.
Anyaman daun kelapa yang dinamakan bekletepe digantungkan digapura depan rumah, ini dimaksudkan untuk mengusir segala  gangguan dan roh jahat dan sekaligus menjadi pertanda bahwa dirumah ini sedang dilakukan upacara perkawinan.
Sehari sebelum upacara perkawinan, rumah orang tua mempelai wanita dipasangi tarub dan bleketepe dipintu masuk halaman depan.Dibuat gapura yang dihiasi tarub yang terdiri dari berbagai tuwuhan ,yaitu tanaman dan dedaunan yang punya arti simbolis.
Sesaji khusus diadakan sebelum pemasangan tarub dan bekletepe, yang  terdiri dari : nasi tumpeng, berbagai macam buah-buahan termasuk pisang dan kelapa, berbagai macam lauk pauk,kue-kue, minuman, bunga, jamu, tempe, daging kerbau, gula kelapa dan sebuah lentera.

Sesaji ini melambangkan permohonan supaya mendapatkan berkah dari Tuhan, Gusti dan restu dari para leluhur dan sekaligus sebagai sarana untuk menolak goda mahluk-mahluk halus jahat.

Sesaji ditempatkan dibeberapa tempat dimana prosesi upacara  perkawinan dilaksanakan seperti didapur, kamar mandi, pintu depan, dibawah tarub, dijalan dekat rumah dll.

ADICARA SIRAMAN CALON PENGANTEN
Di dalam tradisi Jawa, khususnya di dalam rangkaian tatacara pernikahan, dikenal adanya upacara siraman. Upacara siraman adalah sebuah upacara yang dilaksanakan untuk membuka rangkaian acara pernikahan, yaitu dengan memandikan calon pengantin. Pelaksanaan upacara ini biasanya sehari sebelum upacara temu/panggih dilaksanakan.

Siraman dari asal kata siram ,artinya mandi. 
Sehari sebelum pernikahan, kedua calon penganten disucikan dengan cara dimandikan yang disebut Upacara Siraman. 

Calon penganten putri dimandikan dirumah orang tuanya, demikian juga calon mempelai pria juga dimandikan dirumah orang tuanya. 

Atau jika jarak antara rumah calon mempelai jauh, maka siraman dapat dilaksanakan di tempat yang sama.
 Saat upacara siraman selesai dan calon penganten  dengan memakai kain batik motif grompol dan ditutupi tubuhnya dengan kain batik motif nagasari, dituntun kembali keruang pelaminan.Calon temanten putri akan dikerik oleh pemaes.
Batik Motif Grompol
Kegunaan :
Di pakai oleh Ibu dan mempelai putri pada saat siraman.

Makna Filosofis :

Grompol, bermakna berkumpul/bersatu. Memakai Batik jenis ini diharapkan berkumpulnya segala sesuatu yang baik-baik, seperti rizky, keturunan, serta kebahagiaan hidup.

batik motif nagasari
nagasari
Kegunaan : Untuk upacara mitoni dan saat siraman

Filosofi : Nogosari nama sejenis pohon, motif batik ini melambangkan kesuburan dan kemakmuran.

Meski akhir-akhir ini sudah jarang ditemui, di dalam upacara siraman biasanya dilantunkan Sekar/Tembang Macapat Dhandhanggula Siraman. Tembang tersebut digunakan untuk mengiringi ketika calon pengantin dimandikan. Bukan hanya sebagai pemanis, namun pelantunan Sekar Dhandhanggula Siraman tersebut dimaksudkan sebagai doa, permohonan, harapan, serta petuah bagi calon pengantin. Itulah salah satu kelebihan orang Jawa, yang mampu merakit banyak hal di dalam sebuah tembang.

Sekar/Tembang/Lagu Macapat Dhandhanggula Siraman terdiri dari 7 pada (bait). Hal ini disesuaikan dengan jumlah beborèh (lulur) yang digunakan pada saat memandikan pengantin, dimana masing-masing dibedakan menurut warna.
Adapun warna beborèh tersebut adalah merah (rekta), hitam (langking), kuning (jenar), biru, ungu (wungu), putih (séta), dan hijau (wilis). Di dalam penggunaannya juga tidak asal saja, melainkan diurutkan dari merah, hitam, kuning, biru, ungu, putih, dan terakhir hijau.

Masing-masing warna memiliki makna, maksud, dan tujuan tersendiri, seperti yang terungkap di dalam Sekar
Dhandhanggula Siraman berikut ini.

  • Gya siniram hangganya Sang Putri, Tirta wening kang amawa cahya, Beborèh rekta warnané, Ginosok hangganipun, Sinarengan mantra kang mijil, Larut memalanira, Ngaléla dinulu, Watak setya tinarbuka, Tangguh tanggon teguh tumanggaping kardi, Santosa budinira.

Segeralah disiram tubuh sang putri, Dengan air jernih yang berkilauan, Diluluri dengan lulur berwarna merah, Sembari digosok badannya, Disertai dengan doa dan pujian syukur yang terucapkan, Larutlah segala sakit dan luka, Sungguh mempesona bila dipandang, Berwatak setia dan terbuka, Tangguh, bisa dipercaya, teguh, cekatan dalam menyelesaikan pekerjaan/kewajiban, Sentosa/kuat dalam berpendirian.

  • Sumamburat cahyanya nelahi, Ngégla cetha katon angaléla, Datan sisip pamawasé, Langking beborèhipun, Puji harja mijil pangèsthi, Prawira watakira, Luhur budinipun, Tuhu tresna mring sasama, Luluh lulus lila legawa tan lali, Kalis ing sambékala.

Samar-samar terlihatlah cahaya menyinari, Tampak indah mempesona, Hitam warna lulurnya, Doa mohon keselataman terucapkan, Berwatak berani laksana ksatria, Berbudi pekerti luhur, Sungguh-sungguh mengasihi sesama, Pandai membaur, tulus, sert selalu berbuat baik dengan ikhlas dan sepenuh hati, Terhindar dari segala marabahaya.

  • Angenguwung malengkung kaèksi, Gilar-gilar sumunar ing warna, Mancorong jenar urubé, Warna jenar puniku, Watak sabar ingkang pinanggih, Utama lan narima, Waspadèng pandulu, Mardu mardawa micara, Mawuhara tata, titi, tatas, titis, Dadya tepa tuladha.

Tampak membubung tinggi seolah melengkung, Bersinar terang dalam nuansa warna, Berpijar cahaya berwarna kuning, Warna kuning itu melambangkan watak yang selalu sabar, Berperilaku terpuji dan berserah diri kepada kehendak Tuhan, Memiliki sifat dan sikap yang selalu waspada dan hati-hati, Lemah-lembut dan menyenangkan dalam berbicara, Dalam bercakap-cakap menggunakan bahawa yang baik, berhati-hati, serta tiada hal penting yang terlewatkan, Sehingga mampu  menjadi suri-teladan.

  • Katon  padhang  sumilaking  warni, Surya, candra, daru lan kartika, Dadya sajuga soroté, Beborèh warna biru, Setya tuhu ajrih lan asih, Tresna marang sudarma, Bekti watakipun, Trap susila anuraga, Datan sisip nggènira manembah Gusti, Bagya mulya sinedya.

Tampaklah terang benderang dalam nuansa warna-warni, Matahari, rembulan, komet dan bintang-gemintang, Semua sinar cahayanya menyatu, Lulur berwarna biru, Melambangkan kesetiaan, selalu menghormati dalam kasih sayang, Senantiasa mencintai kedua orang tua, Dan selalu berbakti kepada mereka, Sopan dan santun dalam bersikap, Tiada pernah lupa bersyukurdan berdoa  kepada Tuhan, Senantiasa mengupayakan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.

  • Ganda arum ingkang angebeki, Warna-warna warnining kang sekar, Katingal wening tirtané, Wungu beborèhipun, Mengku werdi ingkang sejati, Lega lila ing nala, Éklas watakipun, Wahyu mulya kang sinedya, Bagus alus tulus lair trusing batin, Mulya tekèng delahan.

Bau harum yang semerbak memenuhi, Berasal dari beraneka macam bunga, Air pun terlihat jernih, Lulur berwarna ungu, Mengandung makna yang mendalam, Tiada pernah berkeluh-kesah meski hanya di dalam hati, Ikhlas sepenuh hati menjadi wataknya, Mengharap dan mengupayakan turunnya berkah, Terpuji dan halus tingkah laku, tulus lahir maupun batin, Terpandang dan dihargai hingga akhir hayat.

  • Werdi agung pralambanging urip, Amancurat cahya kang katingal, Warna séta beborèhé, Langgeng nggènnya amengku, Datan wudhar dènnya angèsthi, Manembah Maha Nata, Gusti Maha Agung, Netepi jejering titah, Amung pasrah-sumarah ngarsa Hyang Widhi, Sandika ngèstu pada.

Makna luhur perlambang dan gambaran hidup, Terlihat memancar laksana cahaya, Lulur berwarna putih, Abadilah dalam kebersamaan, Tak pernah berhenti dalam berdoa dan bersyukur, Berbakti kepada Sang Maha Raja (Tuhan), Tuhan Yang Maha Agung, Memenuhi kewajiban sebagai umat manusia, Selalu berserah diri di hadapan Ilahi, Serta bersedia dan siap melaksanakan/menerima kehendak-Nya.

  • Paripurna nggènira sesuci, Siram jamas reresik sarira, Kang minangka pungkasané, Wilis beborèhipun, Wicaksana wataking jalmi, Kéblat panembahira, Pana ing pandulu, Cinaketan mring Hyang Suksma, Lekasira pantes tinulad sasami, Purwa madya wasana.

Selesai sudah dalam bersuci, Mandi keramas membersihkan diri, Yang menjadi penutup, Lulur berwarna hijau, Bijaksanalah sebagai manusia, Tekun dalam bersujud syukur, Waspada, berhati-hati dalam berpikir dan bertindak, Dengan demikian pasti akan selalu dilindungi oleh Tuhan, Segala tingkah lakunya akan pantas menjadi suri-teladan, Dari awal, pertengahan, hingga akhir hayatnya.


ADICARA SIRAMAN CALON PENGANTEN
TULADHA PRANATA ADICARA SIRAMAN CALON PENGANTEN
Uborampenipun inggih puniko:

1. tempat 7 sumber
2. bokor untuk siraman Pengantin pria
3. bunga setaman
4. Kendi atau Pratololoka
5. tempat potong rikmo (rambut)
6. Tempat Handuk / kimono

Sajen Siraman inggih puniko:

• tumpeng dahar
• tumpeng robyong
• kerik
• majemukan
• Jajan pasar
• Pisang ayu
• Polo kependem
• Polo kesampar
• Polo gumantung
• Kelapa sejodo/sepasang dan ayam dere (perawan)


NGABEKTEN
Katuran dumateng Bapa dalah biyung kinasih lenggah ing damper ingkang sampun katata kanti laksana. Bapa lenggah ing sakiwa tengening penganten.
Sakderengipun jinamas ing warih, risang bagus/Ni mas Calon temanten putra/putri ing ngarsanipun Bapa dalah biyung kinasih nyuwun idi pangestu dalah nyuwun agunging pangaksama mring ingkang rama miwah biyung kinasih. Awit calon temanten putra/putri badhe lumebet ing bebrayan enggal.
Tangkeping asta sarwa sumembah ing pepedaning ingkang rama dalah biyung, Calon temanten putri hangaturaken :

Rama dalah biyung kinasih, kula ngaturaken sungkem pangabekti saha nyuwun agunging pangaksama sedaya kalepatan kula, sarta nyuwun tambahing pandonga pangestu anggen kula badhe dhaup palakrama kaliyan …………………..

Ngger,  putraku/putriku, dak tampa pangabektimu. Wis dadi kewajiban wong tuwa loro manggulo wentah kowe yo ngger putraku/putriku, Yen ono nakale lan wangkaling anak iku wis lumrah. Ora ono kaluputan sing kok sandang, kalamun lego lilo aku lan ibumu paring pangapuro. Dak paringi pangestu anggonmu arep jejodoan, tak dongakno  mring Gusti kang Mahakuwasa mugo-mugo bgyo mulyo uripmu sempulur nganti sak lawase.

Sanadyano mboten namung meniko ingkang putra/putri sumungkem ing pepadanira ingkang rama dalah biyung. Nanging raosing penggalih ingkang rama dalah biyung satuhu beda.  Tatkala sinembah pepadane, kadya sinendhal mayang bathine. Trenyuh jroning wardaya. Trenyuhing nala ingkang datan sinayudan, satemah rama dalah biyung kuwawa ngampah tumetesing waspa. Luh marawayan, tumetes tinampi kanthi lumahing asta mring kang putra. Minangka pratandha tumuruning nugraha, bilih ingkang rama dalah biyung ingkang sampun paring idi palilah, miwah pangestu dhumateng kang putra hanggenira arsa dhaup palakrama.
Paripurna ngabekti ing pepadanira ingkang rama kakung dalah biyung kinasih, Kang Putra calon temanten mring ingkang rama dalah biyung lumampah tumuju sasana jamas pasiraman.

Amrih samekta miwah gangsar samudayanipun, keparenga kula aturi uninga bilih ingkang badhe paring jamas pasiraman samangke inggih menika, para pepundhen, para pini sepuh, pitu cacahipun. Pinilih gunggung pitu amrih risang calon pinanganten putra/putri tansah pikantuh pitulungan, kinasih ing sasama, cinaket mring Gusti.
Para pepundhen dalah pinisepuh ingkang kula aturaken kala wau inggih menika :
1.  Rama …………..
2.  Biyung …………
3.  Eyang …………
Keparenga dumateng para pepundhen, para pinisepuh kasuwun pangestunipun paring jamas pasiraman dhumateng risang calon pinananganten putra/putri.

  1. Ingkang sepindhah paring jamas pasiraman nun inggih Rama kakung ……………… kanthi kebak ing pangati-ati, sarwa sarwi binarung donga suci lumebering toya waradung saranduning sarira risang bagus/ahayu. Ancles kadya siniram tirta sawindu, mahanani, ayem,temtrem sajroning nala.
  2. Ing kaping kalehipun, kasuwun ibu biyung kinasih paring pangestu sesuci, age-age marepegi ingkang putra/putri. Kebak ing sutresna, jinamas ing warih risang calon pianganten putra/putri. Waradin ing sarira saking pucuking rikma dumugi samparaning rissang bagus/ahayu.
  3. Salajengipun keparenga ingkang Eyang, nun inggih Eyang …………………………… paring pangestu dhumateng wayah, kanthi pangestu suci dhiri karana paring jamas pasiraman toya suci perwita adi. Ketang tresnaning eyang marang wayah, sakderengipun angguyur toya paring puji pandonga rahayu. Kanthi pinaringan toya perwita sari mugiya calon pinanganten putra/putri hayem, tentrem, kadya pinaringan pangayoman risang bagus/ahayu mring ingkang eyang dupi pinaringan pamuji donga miwah siniram ing warih suci.
  4. Katuran dumateng……. Mugi risang bagus/ahayu saged kasawaban mring kawegigan miwah kawicaksanan. Satemah ing tembe saged kasil ing babagan pakaryan.Katuran dumateng ibu……….. paring jamas pasiraman, mugi Calon pinanganten putra/putri sageta nderekaken sun tuladanaipun ibu…..
  5. Keparenga ibu……….. mugi calon pinanganten saged nulad mring ibu……………
  6. Ingkang pungkasan kasuwun dumateng ibu ………………….. paring idi pangestu dalah  paring jamas pasiraman, mugya pinanganten putri saged handerekaken hambangun kulawarga ingkang bagya mulya.
Jangkep pitu cacahe para pepundhen paring jamas pasiraman. Mugi-mugi suci lahir lan bathine risang bagus/ahayu satemah madhep mantep anggenipun calon pinanganten ing dinten benjang badhe nglampahi upacara suci sarta sakral agung inggih punika adicara palakrama. Mawantu-wantu Bapak/Ibu ………… ngaturaken agunging panuwun ingkang tanpa pepindhan, Muhung Gusti Kang Maha mirah ingkang badhe males luhuring budi panjenengan sadaya. Amin.

SESUCI MECAH KEDHI
Saklajengipun Bapak ………….. paring toya sesuci ingkang mijil saking telengih kendhi pratala. Kendhi wus ngarani wadhah, pratala ateges lemah. Ilining toya boten pedhot mratandahani. Sempulur ing karahayon, sempulur anggenipun kagungan kersa, sempulur ing sandang, boga, donya brana. Kanthi sesucen menika, mugi-mugi risang bagus/ahayu anggenipun badhe ngayahi wajib, kalis ing godha rencana, kalis ing sambikala, hamung rahayu kang bakal tinemu.

PANGKAS RIKMA
Titi laksana salajengipun nun inggih Bpk ………. arsa mangkas rikmane ingkang putra/putri.
”Niat ingsun ngethok rikmamu angger putraku/nduk putriku, muga-muga dadiya pratandha sempuluring tuwuhmu, wilujeng, rahayu, wiwit saiki putra/putriku wis dewasa uwal saka pangkoning rama lan ibu”
Pangkasan rikma winadhah ing bokor, tinampi dening ingkang ibu. Mugi risang putra/ahayu nyembadani kekudanganipun ingkang rama miwah ibu kadidene sasmita pangkas rikma nun inggih wiwit samenika risang bagus/ahayu samekta bawa priangga kalamun sampun kulawarga mangun gesang tembayatan kaliyan ingkang garwa,

PONDHONGAN
Rama kakung tumindak bopong pungkasan, ingkang paring sasmita hambok bilih  ing dinten menika rama kakung saged mbopong putra/putrinipun ingkang pungkasan.
”Niat ingsun mbopong putra/putriku, iki dadiya bopong kang pungkasan, sabanjure putra/putriku bisa bawa  priyangga urip tembayatan karo garwamu, kacukupan ing sandhang boga, bisaa nemu mulya lan raharja ”.

NANEM RIKMA
”Niat ingsun nanem rikmane putra/putriku, kabeh lelakon kang kepungkur wis kapendhem, hamung thukula kabecikan tumraping bebrayan, rahayu, widada, nir ing sambi kala ”.
NGERIK
Ngerik artinya rambut-rambut kecil diwajah calon pengantin wanita dengan hati-hati dikerik oleh pemaes.
Rambut penganten putri dikeringkan kemudian diasapi dengan ratus/dupa wangi.
Perias mulai merias calon penganten . Wajahnya dirias dan rambutnya digelung  sesuai dengan pola  upacara perkawinan yang telah ditentukan.

DULANG PUNGKASAN
”Niat ingsun ndulang putra/putriku, pamujiku dulangan iki dadiya dulangan kang pungkasan. Ing sabanjure putra/putriku bisaa madeg ing pribadine dewe, nampa kanugrahaning Gusti, dadiya pangayoming sasama, sempulur ing salawase, widada, nir ing sambikala
Malam itu, ayah dan ibu calon mempelai putri memberikan suapan terakhir kepada putrinya, karena mulai besok, dia sudah berada dibawah tanggung jawab suaminya

SADE DHAWET
Kawuryan Bpk/Ibu ……… sampun miyos saking panti. Ibu ………. ngindhit wakul minangka wadhahing arta asiling sade dhawet. Dene ingkang garwa nenggih Bapak ………. ngasta songsong, kang wus sawega paring pepayung mring kang garwa. Ateges dadi wong tinitah kakung mono kudu bisa paring pengayoman mring ingkang garwa amrih ingkang tinitah wadon ayem, tentrem, kalis saking was sumelang .
Sarwa-sarwi Ibu ……… mundhut dhawet, dhawet kaaturaken Bapak ……………..
” Bapakne, piye rasane ? ”
” Enak tenan , Bune ”
Rame anggenaira antri samya mundhut dhawet,  dadya pratandha kalamun ing dinten benjing, rawuhipun para tamu antri dalidir kadya kang samya mundhut dhawet.
Sarwa-sarwi mirah, hanggenira Ibu ………….sade dhawet, dhawete ayu, manis ing rasa, mila samya suka pari suka ingkang samya antri badhe mundhut dhawet. Mboten wonten ingkang kuciwa ing rasa, samya suka ing nala.
Kajawi punika, sadayan dhawet ugi dados pratandha bilih bpk/ibu ……….. suka dene mring sesami. Satemene sapa wonge murah mring sasama, bakal pinaringan murah mring Gusti kang Maha Kuwasa.
Makaten napa ingkang saget kula aturaken wonten adicara Siraman menika, mboten kesupen kula ing ngriki minangka sesulihipun ingkang hamengku gati, ngambali atur sugeng rawuh sinartan atur agunging panuwun ingkan tanpa pepindang rehning panjenengan para tamu sampun minangkani pamundhutipun Bpk/Ibu …………….

PARA RAWUH PARA LENGGAH
Dening kula nindakaken urut reroncenipun adicara, milai purwa dumugi paripurna tartamtu kathah kekirangananipun ugi kekilafan kula, mila menika kula namung nyenyadhong lumunturing sih samodra pangaksama dumateng ingkang hamengku gati ugi panjenengan sedaya, labed budi daya kula manungsa. Nuwun
Kredit pict : ///Source///

Berlanjut ke :

P#4 URUT-URUTAN PERNIKAHAN ADAT JAWA SAMPAI DENGAN BOYONG PENGANTEN (NGUNDUH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU