Laman

Kamis, 23 Januari 2014

P#1 (REKAM JEJAK "SELUK BELUK TEMANTEN dalam PERNIKAHAN ADAT JAWA") Simbol-simbol, Hiasan, dan Maknanya

KHASANAH JAWA

Simbol-simbol, Hiasan, dan Maknanya

Budaya Jawa dikenal sangat dipengaruhi oleh tradisi kratonnya. Dalam perkawinan yang berlatar belakang budaya ini banyak sekali simbol-simbol budaya dan hiasan yang memiliki makna tertentu yang berasal dari tradisi kraton tersebut. 
Latar belakang budaya Islam yang diusung dalam sebuah perkawinan turut pula menyumbangkan pengaruhnya. 

Diantara hal tersebut adalah:
1. Patah 
Patah adalah dua anak kecil putri yang berjalan di depan pengantin. Ketika pengantin duduk, mereka bertugas untuk mengipasi keduanya.
2. Domas dan Manggolo dan Pungawa
Domas atau putri domas adalah dua orang gadis muda yang mengiringi pengantin wanita. 
menurut pakem adat terdiri dari 6 Orang Putri Domas (Kalau bisa yang masih Gadis)
6 Orang Bagus Domas ( 4 orang sebagai pengiring 2 Orang bertugas pembawa kembar mayang atau manggolo ) 
Sedangkan manggolo atau Orang Satrio Sakembaran  adalah dua orang anak muda yang mengiringi pengantin pria, meskipun sesungguhnya berasal dari keluarga pengantin wanita. Masing-masing domas dan manggolo membawa kembar mayang dan saling menukarkannya ketika prosesi jemuk berlangsung. Putri domas dalam pernikahan ibarat dayang-dayang bagi seorang ratu. Sedangkan para manggala adalah ibarat para punggawa kerajaan.
Kelengkapan Pungawa
1 Orang Cucuk Lampah adalah Cucuk Lampah / Tari adat Jawa memandu Pengantin dan keluarga menuju Pelaminan.


3. Janur kuning

Rangkain janur/bleketepe kuning dipasang di gerbang atau pintu masuk tempat acara resepsi. Dari pemasangan ini diharapkan akan hilang kemungkinan yang tidak diinginkan dan sebagai tanda bahwa adanya pernikahan yang akan berlangsung dirumah tersebut. Janur juga dapat dimaknai dengan “jalarane nur” atau bahwa rumah tangga sebagai sarana untuk menghadirkan cahaya “pepadang” dalam sebuah kehidupan. 
4. Kembar mayang
Kembar mayang merupakan rangkaian yang dibuat dari bermacam daun dan banyak ornamen dari janur yang dirangkai dan ditancapkan pada potongan pohon anak pisang. Dari janur dibuat ornamen berbentuk tugu-tuguan/gunungan, uler-uleran, keris, manukan, dan pecut. Sementara macam daun yang digunakan adalah daun beringin, andong, gondoroso, dan mayang jambe.

Kembar Mayang dalam sejarah
Ada 2 (dua) sumber asal usul (sejarah atau mitos) Kembar Mayang yaiku :

a. Pakem Wayang Purwa
Menurut cerita wayang purwa, kembar mayang adalah perlengkapan yang diminta oleh Prabu Krisna pada perkawinan Sembadra dengan Raden Harjuna.

b. Primbon Jawa-Hindu Salaki Rabi
Cuplikan dari : "De Kembar Mayang is de boom des leven" (Kembar Mayang Adalah Pohon Kehidupan Manusia) Penulis : S. Hardjoprajitno (cuplikan ini diterjemahkan ke Bahasa Jawa oleh Eyang Kendro)

Sebenarnya bagi orang Jawa, perkawinan adalah sesuatu yang suci, sebagaimana yang dilakukan Bathara Kamadjaya dan Dewi Ratih, “bathara bathari pengasih” di kayangan Junggring Salaka, sebagaimana dituliskan di Primbon Jawa-Hindu Salaki Rabi.

Salah satu upacara yang sangat penting adalah "Upacara Panebusing Kembar Mayang" atau "Tumuruning Kembar Mayang" atau "Miyosipun Kembar Mayang saking Suwargo". 

Upacara tersebut dilakukan saat Malam Midodareni semalam sebelum acara Panggih atau Temu Pengantin, sekitar jam 22.00 sampai dengan jam 24.00. Kembar Mayang dibuat dan dihias oleh dua orang wanita dewasa (“sepuh”). Selanjutnya dibuatkan “sajen” lalu didoakan pada acara "Slametan Midodareni". Hal ini sebagai tanda bahwa perkawinan bukanlah sekedar bertemunya raga tetapi juga merupakan pertemuan dua jiwa yang menyatu untuk mengawali membangun keluarga.

Orang Jawa percaya bahwa Kembar Mayang adalah sebuah pemberian dari Sang Hyang Jagad Giri Nata, dan yang membawa adalah para bidadari dari surga, diantaranya : Prabasini (Supraba), Irim irim, Tanjung Biru, Warsiki, Gagar Mayang, Leng Leng Sari, serta Leng Leng Mandanu.


Kembar Mayang sebenarnya adalah juga pemberian beras ("uwos") dari para dewa. Kembar Mayang adalah ranting dari pohon Kalpataru yang tumbuhnya di sorga sebagai makanan para Dewa.

Badan Kembar Mayang dibuat dari potongan badan pisang (“debok”) yang panjangnya kurang lebih satu setengah “ kilan”. Lalu ditusuk dengan potongan bamboo berjumlah tiga, ditancapkan miring yang menggambarkan akar pohon. Batang pisang tersebut lalu dihias dengan bunga yang masih menempel di rantingnya, daun – daun beraneka ragam dan janur kuning yang ditekuk – tekuk membentuk sepasang burung. Janur dengan sepasang burung tadi ditusukkan di batang pisang agar tampak sebagai sepasang burung yang mencium bunga.

Kembar Mayang juga bisa disebut Sekar Mantyawarna, Sekar Adi Kalpataru, utawi Klepu Dewadaru kaliyan Jayadaru.

5. Pohon pisang lengkap dengan buah dan ontong-nya (Tuwuhan)
Tuwuhan
Pohon pisang diletakkan di sebekah kiri kanan gapura/pintu masuk tempat resepsi. Lebih diutamakan jika buah pisang yang dipasang tersebut telah matang. Diantara makna yang dikandung adalah bahwa suami hendaknya menjadi kepala keluarga ditengah kehidupan bermasyarakat. 

TuwuhanSeperti pohon pisang yang bisa tumbuh baik dimanapun dan rukun dengan lingkungan, diharapkan keluarga baru yang dipimpin suami ini juga akan hidup bahagia, sejahtera dan rukun dengan lingkungan sekitarnya.

6. Cengkir gading
Cengkir gading atau kelapa kecil berwarna kuning, melambangkan kencang dan kuatnya pikiran baik, sehingga diharapkan kedua mempelai akan dengan sungguh-sungguh terikat dalam kehidupan bersama yang saling mencinta.

7. Dekorasi (kwade) pengantin
Dekorasi atau background hiasan pernikahan adalah sebuah kwade yang terdiri dari sebuah rono (krobongan) dengan lebar sesuai dengan kapasitas ruangan. Hiasan bunga hidup atau palsu melengkapi keindahan rono yang ada. Jika memungkinkan, taman dan air mancur seringpula ditambahkan di depan rono.
Pemilihan bentuk dekorasi dan warnanya turut menentukan corak dan warna pakaian yang akan dikenakan oleh pengantin dan keluarganya dalam resepsi perkawinan.
8. Pakaian 
Pada saat acara Jemuk penganten berlangsung, kedua penganten mengenakan pakaian kebesaran kanalendran solo seperti layaknya seorang raja dan ratu. Pengantin pria memakai baju hitam beskap bludru lengkap dengan keris dan kuluk (topi tinggi khas raja jawa) nya, atau jika terpaksa –seperti tinggi badan yang lebih dan tidak seimbang dengan pengantin wanita-- maka ia menggunakan blangkon. 

Hiasan tambahan yang dikenakannya adalah dasi kupu-kupu, kalung dan bros dari roncen bunga melati. Pengantin wanita juga memakai baju bludru solo putri dengan gelungan dan hiasan rangkaian bunga melati di rambut dan tiba dada (roncen melati yang menjuntai dari gelungan rambut terus ke dada) di dada sebelah kiri. Nuansa gebyar, “menyala” (warna mencolok), dan mewah biasanya sangat nampak untuk membedakan pengantin dengan yang lainnya.

Pakaian orang tua (ayah) kedua pengantin adalah pakaian kejawen berupa beskap lengkap dengan angkin, sabuk, dan kerisnya. Kain (jarit) adalah motif truntum yang bermakna harapan masa depan yang cerah. 
Pakaian ibu pengantin adalah kebaya dengan angkin slindur. Kain yang dipakai sama dengan para bapak, yakni motif truntum.

Ketika acara resepsi berlangsung dilakukan kirab temanten dan selanjutnya rombongan berjalan menuju ruang ganti untuk lukar busana (ganti pakaian) yang bernuansa mataraman dan lebih santai. Seluruh “rombongan” yang terdiri dari patah, domas, manggolo, dan kedua pasang bapak-ibu turut berganti pakaian dan menyesuaian dengan corak yang dipakai kedua pengantin.

Menutut perias Ibu Lia, tren pakaian pengantin dan “keluarga” nya saat ini adalah busana jawa muslim. Tren ini sangat nampak pada pengantin wanita, para ibu pengantin, patah, dan domas. Pengantin wanita memakai jilbab melati dengan daleman (lapisan di bawah jilbab) berwarna hitam seperti rambut atau warna kuning. Para wanita selain pengantin wanita memakai kerudung dengan rambut tetap di-gelung.

9. Musik kebogiro dan syrakalan

Free Download Here: 
Dengan lantunan musik kebogiro yang dipergunakan mengiringi keseluruhan prosesi ritual adat diharapkan menambah kehidmatan dan kesakralannya. Pemilihan musik “kebogiro kedu” merupakan “bedah rangkah” atau pembuka acara selamatan/resepsi. Disamping itu, musik syrakalan sering pula diperdengarkan untuk menggantikan kebogiro atau diperdengarkan sebelum kebogiro. (Wawancara dengan Modin Ibn Batutah, Ibu Lia, dan M. Khalil )

Simbol-simbol dan hiasan dalam pernikahan Jawa-Islam merupakan kekayaan budaya yang kaya makna. Menurut praktisi dekorasi M. Khalil, selain memiliki akar pada budaya jawa, hiasan pada pernikahan juga memiliki landasan agamis. Dengan mengutip kitab al-Sab’iyyat yang merupakan hamisy kitab al-Majalis al-Saniyyah halaman 111, Khalil menunjukkan hadith yang menyebutkan bahwa Allah memerintah para malaikat untuk menghias surga ketika Adam dan Hawa hendak menikah. Hanya saja lanjut Khalil, semua itu hanyalah “pelengkap” yang tidak perlu ditolak dan juga tidak perlu dipaksakan keberadaannya. Yang lebih penting imbuhnya adalah sosialisasi “makna-makna” tersebut agar dapat dipahami lebih baik oleh masyarakat. (Wawancara dengan M. Khalil)

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa aspek simbol-simbol dan hiasan pada perkawinan memiliki makna yang cukup kaya dan mendalam. Kekayaan budaya ini hanya akan berupa simbol dan hiasan kosong jika tidak ada upaya untuk mensosialisasikannya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hanya orang-orang tertentu saja seperti perias, modin, dan praktisi dekor yang memahami makna-makna tersebut. Pemahaman yang baik ini pada gilirannya akan memberikan tuntunan yang cukup bagi kedua mempelai dan masyarakat dalam mengarungi kehidupan keluarga, disamping mengarahkan dan mengendalikan upaya-upaya modernisasi dan “penyederhanaan” terhadap kekayaan budaya dalam panggih temanten agar tidak terkesan “lepas” dan sekenanya.

Panggih Temanten
Panggih Temanten dalam perkawinan dengan adat Jawa-Islam memiliki “pakem” tertentu baik dalam ritual adat, susunan acara resepsi, maupun hiasan dan simbol yang digunakan. Dalam perkembangan terakhir didapati adanya upaya penyesuaian terhadap kemajuan zaman dan efisiensi waktu dalam penyelenggaraan. Penyederhanaan ritual adat dilakukan dengan “pemangkasan” ritual. Sedangkan penyederhanaan dalam resepsi dilakukan dengan penggabungan antara beberapa acara seperti atur mangayu bagya (sambutan selamat datang) dengan atur panampi menjadi satu acara .

Simbol-simbol dan hiasan perkawinan yang kaya makna juga mengalami hal yang sama. Penyesuaian terhadap mode dan efisiensi acara turut mempengaruhi penampilannya. Disamping itu upaya islamisasi turut mempengaruhi pemaknaan dengan sudut pandang berbeda disamping juga menghadirkan paduan baru dalam bentuk dan corak. 

Makna dalam simbol-simbol dan hiasan dalam perkawinan adalah kekayaan budaya yang memberikan banyak pelajaran hidup. Upaya untuk menggali dan mensosialisasikannya merupakan hal urgen untuk melestarikan budaya tersebut. Upaya-upaya kontemporer untuk menyederhakan ritual dan resepsi pernikahan juga akan tidak menjadi lepas sekaligus begitu saja meninggalkan budaya ini jika makna-makna tersebut dipahami dan tersosialisasi dengan baik. 

Berlanjut ke P#2 URUT-URUTAN PERNIKAHAN ADAT JAWA
sampai dengan BOYONG PENGANTEN (Ngunduh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMANGAT PAGI....SUKSES Untuk SEMUA
JIKA ANDA PIKIR BISA PASTI BISA..!
Maaf apabila dalam pengambilan GAMBAR dirasa VULGAR
(Gambaran ini Hanyalah FAKTA sesuai dengan ASLINYA)
dan TIDAK Mutlak untuk diperdebatkan......................!!!
AKU CINTA NUSANTARAKU